Perbedaan Penetapan Idul Adha Pemerintah dengan Muhammadiyah Diprediksi hingga 2046, Ini Penyebabnya

Muhibudin Kamali
Idul Adha sudah ditetapkan Muhammadiyah pada 9 Juli 2022. Hal ini berbeda 1 hari dengan keputusan pemerintah yakni 10 Juli 2022. Foto; Dok

JAKARTA, iNews.id -  Idul Adha sudah ditetapkan Muhammadiyah pada 9 Juli 2022. Hal ini berbeda 1 hari dengan keputusan pemerintah yakni 10 Juli 2022.

Perbedaan semacam ini diperkirakan akan terus berlanjut bahkan hingga dengan waktu cukup lama  yakni 2046.

Ini terjadi bukan semata-mata karena perbedaan metode hisab dan rukyat, melainkan terkait kriteria tinggi hilal. 

Pemerintah menetapkan ketinggian minimal hilal 3 derajat, sedangkan Muhammadiyah asal telah terjadi konjungsi dan konjungsinya sebelum matahari terbenam maka telah ditetapkan sebagai bulan baru. 

Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Oman Fathurohman menyatakan, perbedaan penetapan awal bulan antara pemerintah dengan Muhammadiyah bukan hanya terjadi kali ini. Perbedaan semacam ini juga bukan hanya di Indonesia, tetapi terjadi di berbagai negara-negara di dunia.

“Idul Adha yang akan datang, Muhammadiyah berbeda dengan yang ditetapkan oleh pemerintah lewat Kemenag. Perbedaan ini bukan hanya kali pertama tapi sudah kerap terjadi,” tutur Oman dalam Seminar Idul Adha 1443 H di aula Masjid Islamic Center Universitas Muhammadiyah Ahmad Dahlan, dikutip dari muhammadiyah.or.id, Minggu (3/7/2022). 

Oman mencatat, dalam kurun 25 tahun ke depan, yakni dari tahun 1444 – 1468 H atau 2023 – 2046 M diprediksi akan terjadi perbedaan Idul Adha antara Muhammadiyah dan pemerintah sekitar 7 kali atau 7 tahun. Artinya, 7 kali dari 25 tahun itu berarti 25% nya berbeda dengan pemerintah. Selain itu Idul Fitri juga diprediksi akan berbeda 6 kali dan awal Ramadan 3 kali.

“25 tahun ke depan sampai tahun 2046, Muhammadiyah akan berkali-kali berbeda dengan pemerintah, kecuali kalau kriteria pemerintah berubah. Kalau kriteria masih sama maka prediksinya seperti itu. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mempersiapkannya,” tutur Oman.

Sementara itu, Rektor UAD Muchlas Arkanuddin mengatakan bahwa perbedaan jatuhnya hari besar umat Islam seperti awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah merupakan suatu hal yang wajar. 

Perbedaan ini bukan semata-mata metode hisab dan rukyat, melainkan terkait kriteria tinggi hilal. 

Pemerintah menetapkan 3 derajat, sedangkan Muhammadiyah kurang dari 3 derajat asal telah terjadi konjungsi dan konjungsinya sebelum matahari terbenam maka telah ditetapkan sebagai bulan baru. 

“Dinamika perbedaan-perbedaan ini harus disikapi dengan bijak khususnya sebagai warga muhamamdiyah. Dan UAD merasa bangga telah ditunjuk sebagai host atau tuan rumah dalam seminar ini,” tutur Muchlas.

Selain merespons perbedaan awal Zulhijah, seminar ini juga membahas permasalahan seputar pelaksanaan kurban, seperti berkurban 1 sapi/kerbau untuk lebih dari 7 orang, mengatasnamakan kurban untuk orang yang sudah meninggal dunia, serta inovasi dalam teknis pelaksanaannya seperti kornetisasi atau kalengisasi daging kurban hingga problem mewabahnya virus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan kurban, dan masalah-masalah lainnya.

Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network