CILACAP, iNews.id- Buku berjudul “Gotong Royong Memutus Rantai Kekerasan” yang berisi hasil liputan lapangan di Kampung Laut, Cilacap resmi diluncurkan pada Selasa (19/10/2021).
Buku yang ditulis oleh Sutriyono tersebut dibedah Romo Carolus Burrows, OMI selaku Ketua Yayasan Sosial Bina Sejahtera (YSBS) Cilacap, akademisi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Tri Wuryaningsih dan Kepala Seksi Perlindungan Anak Dinas Keluarga Berencana, Perempuan, Perlindungan Anak (KBPPPA) Kartika Laras Sari.
Sutriyono mengatakan buku tersebut merupakan liputan lapangan di dua desa yakni Desa Panikel dan Desa Ujunggagak, Kecammatan Kampung Laut, Cilacap. “Fokus liputan pada karya YSBS Cilacap unit karya Mino Martani yang mendampingi masyarakat setempat mengenal dan mempraktikkan pengasuhan atau parenting yang baik,”jelas Sutriyono saat peluncuran buku di Kampus Akademi Maritim Nusantara (AMN) Cilacap.
Dalam buku itu, lanjutnya, topiknya adalah bagaimana masyarakat belajar mengurangi dan mencegah tindak kekerasan dalam pengasuhan. Hal ini tak lepas dari kondisi sosial budaya masyarakat Kampung Laut. “Bahan-bahan buku didapatkan dengan melakukan wawancara belasan ibu kader yang dilatih oleh YSBS- Mino Martani, serta ibu-ibu peserta program, dan beberapa pihak lain dari Mino Martani sendiri. Bahan tersebut lantas disajikan dengan gaya naratif. Cerita dan ungkapan-ungkapan narasumber disajikan dalam rangkaian cerita yang sebisa mungkin utuh,”katanya.
Program sendiri berlangsung sejak tahun 2017. Program ini berlangsung atas dukungan ChildFund International di Indonesia.
Secara umum, ibu-ibu peserta program (pelatihan) parenting atau pengasuhan dapat memahami bahwa mereka pernah mengalami kekerasan dalam pendidikan orang tua mereka. Para ibu lantas mengalami “pertobatan”. Ungkapan salah satu narasumber, “Biarlah kami saja yang mengalami kekerasan, cukup. Anak-anak kami jangan sampai mengalami hal itu.
Dia menjelaskan, bagian pertama buku berisi ilustrasi bagaimana Kampung Laut masih meninggalkan sisa sebagai daerah dengan predikat terisolasi. Akses jalan tidak mudah, baik akses darat maupun akses air.
“Kemudian pada bagian kedua pembaca diajak memahami kondisi “masa lalu” Kampung Laut, lebih tepatnya, pengalaman berbagai narasumber yang pernah mengalami kekerasan. Beberapa narasumber bercerita seperti apa hukuman-hukuman yang pernah mereka alami ketika masih kecil. Bila tidak mereka alami, setidaknya mereka melihat kekerasan menjadi semacam keseharian hidup mereka,”ujarnya.
Sementara bagian ketiga buku ini memuat bagaimana YSBS menjadi pendamping masyarakat desa tersebut. Diungkapkan di dalamnya juga teori pengasuhan yang dipegang oleh para pengurus YSBS-Mino Martani. “Bagian keempat, pembaca diajak memahami metode yang diterapkan YSBS-Mino Martani dalam mendampingi masyarakat Kampung Laut dalam belajar parenting atau pengasuhan yang baik,”katanya.
Sedangkan bagian kelima, pembaca akan menemukan bahwa ternyata banyak kader desa setempat mengalami proses pemberdayaan diri. Dengan bekal pendidikan yang terbatas, beberapa kader yang semula tidak pernah tampil di depan publik, pada akhirnya mampu bicara dan menerangkan berbagai hal mengenai pengasuhan. “Bagian keenam adalah munculnya kesadaran-kesadaran baru mengenai pengasuhan dari ibu-ibu peserta program. Mereka dapat menjelaskan dengan baik, dan juga menunjukkan contoh- contoh bagaimana cara mereka mengasuh anak-anak sekarang,”paparnya.
Sutriyono mengatakan pada bagian tujuh buku sederhana ini, termuat bagaimana masyarakat kemudian memelihara dan menghidupi organisasi perlindungan anak dan perempuan. Mereka meyakini bahwa mereka dibutuhkan demi kehidupan anak-anak yang lebih baik, demi desa yang ramah anak. “Bagian epilog mencoba merefleksikan keseluruhan narasi buku. Bahwa perempuan adalah sosok yang amat menentukan masa depan generasi umat manusia di dunia,”pungkasnya.
Editor : EldeJoyosemito
Artikel Terkait