SURABAYA, iNews.id - Pelukis besar Indonesia, Raden Saleh Syarif Bustaman memang dikenal juga sebagai kolektor barang antik. Kebanyakan, barang antik yang ia simpan berkaitan dengan seni dan budaya.
Bahkan, beragam benda seni mulai pusaka hingga kitab-kitab bahasa Jawa kawi peninggalan nusantara masa lampau terkumpul di kediamannya di wilayah Cikini, Batavia (Jakarta) tahun 1866.
Raden Arjo Sastro Darmo dalam buku Cariyos Nagari Betawi mengatakan banyak barang-barang antik yang dikumpulkan itu untuk memenuhi pesanan museum di Eropa. Sehingga tidak semua barang kuno tersebut dipakai untuk memuaskan kepentingan pribadinya.
“Saleh (Raden Saleh) memanfaatkan pesanan benda-benda seni dan budaya yang meningkat berkat didirikannya Museum Etnografi di Eropa,” kata Raden Arjo Sastro Darmo seperti dikutip dari buku Raden Saleh, Kehidupan dan Karyanya.
Saat perang perang Diponegoro atau Perang Jawa (1825-1829) tengah berkecamuk, Raden Saleh bertolak ke Negeri Belanda pada 20 Juli 1829, dia tiba di pelabuhan Antwerpen Belanda.
Setelah 22 tahun keliling Eropa, Raden Saleh kembali pulang ke tanah air. Pada Oktober 1851 dia naik kapal uap Makassar untuk menuju Pulau Jawa.
Sebelum pulang ke tanah air, pada 17 Maret 1851 Raden Saleh sempat dianugerahi gelar Schilder des Konings (Pelukis Raja) di Den Haag. Pada tahun 1855 Raden Saleh mulai tinggal di Batavia. Awalnya di wilayah Molenvliet (sekarang Jalan Gajah Mada), dengan menempati sebuah rumah bermodel Eropa.
Kemudian pada 1857 dia pindah di sisi tenggara Sungai Ciliwung, tepatnya di Kampung Gunungsari (sekarang di antara Jalan Samanhudi dan Jalan Dr Sutomo). Lantas dua tahun berikutnya, yakni tahun 1859 Raden Saleh menempati rumah barunya di Cikini.
Pada hari Jumat, 10 Juni 1866, di rumah Cikini itu, Raden Arjo Sastro Darmo yang datang bersama seorang Belanda melihat-lihat koleksi barang antik milik Raden Saleh. Benda-benda kuno itu sengaja dipamerkan dan sebelumnya banyak dikunjungi orang-orang Belanda. Keduanya diajak masuk ke dalam sebuah kamar yang penuh dengan barang antik yang tertata rapi sesuai klasifikasinya.
Keris dikelompokkan dengan keris, pedang dengan pedang, sabit dengan sabit dan lain sebagainya. Pendek kata, pada deretan senjata tajam terdapat koleksi senjata penusuk dan senjata pembacok, seperti keris, tombak, parang, pedang pendek, arit, pisau potong dan lain sebagainya. Kemudian di atas meja diletakkan arca-arca purbakala, arca Budha, naskah daun lontar (serat karopak) dan naskah yang ditulis di atas kertas.
Ada juga perhiasan, mulai gelang, kalung dalam jumlah besar dan beragam. Lalu benda-benda dari kayu, meliputi tongkat, tulang-tulang, mineral serta batu-batu berbentuk aneh. “Semua disusun dalam sebuah pameran,” tulis Raden Arjo Sastro Darmo.
Raden Saleh memperoleh semua barang antik itu dari perjalanan ke Jawa Tengah pada tahun 1865. Barang-barang itu berasal dari para aristokrat di Yogyakarta dan Surakarta. Para bangsawan atau priyayi Jawa yang sebelumnya takjub dengan gaya Belanda Raden Saleh, dengan suka rela menyerahkannya, bahkan tak sedikit membantu mencarikan.
Ada yang memberikan kepada Raden Saleh sebagai hadiah cuma-cuma. Ada pula yang berharap barang-barang antik itu terutama naskah-naskah kuno, selanjutnya diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Raden Saleh sendiri gemar menyalin naskah kuno dengan biaya sendiri dan mengembalikan naskah yang asli ke pemiliknya.
Untuk semua barang antik yang berasal dari aristokrat Jawa itu, Raden Saleh mengaku tidak merogoh kocek pribadinya. “Untuk semua benda ini, tidak setengah sen pun uang saya keluarkan,” kata Raden Saleh seperti dikutip dari Raden Saleh, Kehidupan dan Karyanya.
Tidak semua barang antik itu bertahan di kamar yang telah diubah menjadi ruang pameran. Kesenangan Raden Saleh berbagi hadiah membuat benda-benda bernilai adiluhung itu keluar dari Nusantara. Raden Saleh senang memberi hadiah barang antik kepada sahabat-sahabatnya di Eropa. Sebuah naskah kuno yang diperoleh dari Sultan Sumenep Pakunataningrat, dihadiahkan cuma-cuma kepada Ernst II dari Sachsen-Coburg dan Gotha.
Naskah kuno itu berisi teks bahasa Jawa Kawi dan dan Jawa Kromo Inggil. Di permukaan amplop yang berukuran besar, Raden Saleh menuliskan judul berbahasa Jerman yang berarti: Etika Budha di Babanan, Sebuah Daerah di Jawa. Naskah tersebut tersimpan dalam koleksi autograf Veste Coburg Art Collection.
Banyak sahabat-sahabatnya di Eropa yang ia tawari hadiah benda antik dari Jawa. Dalam suratnya Raden Saleh beralasan dirinya masih terikat dengan kenangan indah Eropa dan tidak bisa melupakan orang-orang yang pernah berbuat baik dengannya. Dalam buku Raden Saleh, Kehidupan dan Karyanya disebutkan beberapa barang antik dari Raden Saleh tersimpan di Museum Istana Gotha, di Perpustakaan Negara bagian Gotha.
Kemudian juga tersimpan di Museum Etnologi di Wina dan beberapa di Jerman. Kendati demikian, Raden Saleh menghadiahkan sebagian besar koleksi barang antiknya kepada Museum Sejarah Jakarta (Fatahillah). Raden Saleh mengumpulkan benda-benda seni agar tetap dirawat di museum.
“Dia (Raden Saleh) lebih banyak berusaha untuk menunjukkan budaya Jawa kepada dunia, menjadi seorang kolektor sistematis pertama Indonesia,” kata Werner Kraus dalam Raden Saleh, Kehidupan dan Karyanya.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait