Mengenal Suku Saimin di Pedalaman Blora, Pertahankan Ajaran Sikep dan Tolak patuh Aturan Penjajah

Sugiyanto/NET Purwokerto
Kehidupan Suku Samin di pedalaman Blora, di antaranya memegang prinsip melawan tanpa kekerasan (Foto: Antara)

BLORA, iNewsPurwokerto.id - Indonesia kaya dengan suku bangsa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke dan tetap teguh mempertahankan nilai tradisi. Salah satunya kehidupan Suku Samin yang tinggal di pedalaman Blora, Jawa Tengah.

Bahkan, hingga saat ini, Suku Samin masih memegang teguh prinsip adat dan tradisi tersebut. Kehidupan mereka tidak terpengaruh oleh hingar bingar dunia luar dan tetap konsisten menjunjung tinggi kejujuran, tidak iri, dengki, serta tidak berprasangka buruk pada orang lain.

Lantas, seperti apa kehidupan Suku Samin yang tinggal di pedalaman Blora? Berikut ulasannya dirangkum melalui YouTube Channel Jejak Richard.

Mengenal Suku Saimin di Pedalaman Blora

Ajaran Sedulur Sikep

Saminisme adalah ajaran yang menyebar di kalangan suku ini. Salah satu sikap yang diajarkan adalah 'Sedulur Sikep'. Makna ajaran ini bahwa Suku Samin mengutamakan perlawanan tanpa senjata dan kekerasan. 

Akar dari ajaran ini berawal dengan tindakan mereka untuk tidak membayar pajak dan upeti serta tak mau menaati peraturan dari pemerintah kolonial Belanda sampai ke penjajahan Jepang. Bahkan, masyarakat Suku Samin menolak saat Belanda hendak mendirikan kebun jati.

Maka dari itu, masyarakat Suku Samin menjadikan diri mereka dengan nama ‘Sedulur Sikep’, yang artinya orang-orang yang memiliki sikap, serta punya rasa kemanusiaan yang tinggi. Perlawanan yang awalnya ditujukan untuk Belanda, menjadi sifat yang dianggap melekat pada pribadi orang-orang Samin.

Asal Mula Suku Saimin

Suku Samin berawal dari seorang penduduk desa bernama Ki Samin Surosentiko yang lahir di Desa Poso, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, pada 1859. Bagi masyarakat sekitar tempat tinggal, Ki Samin dikenal sebagai sosok mulia. 

Samin Surosentiko adalah keturunan Adipati Brotoningrat, bupati yang memerintah Kabupaten Sumoroto atau yang kini dikenal sebagai Tulunganggung pada 1802-1826.

Samin Surosentiko lahir pada tahun 1859 di Desa Ploso Kediran, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora, dengan nama Raden Kohar.

Samin juga pemimpin yang dihormati masyarakat setempat. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai intelektual desa. Namun, tidak bagi pemerintah Belanda saat itu. Samin dikenal sebagai penjahat yang sering masuk keluar penjara karena tak patuh aturan penjajah.

Kebiasaan Jalan Kaki

Masyarakatnya memiliki ajaran untuk menjunjung tinggi kejujuran serta tidak bersikap sombong. Sama seperti masyarakat Suku Baduy, bepergian jalan kaki merupakan kebiasaan yang sering dilakukan masyarakat Suku Samin. 

Bahkan untuk perjalanan antar kota sekalipun mereka tetap berjalan kaki. Hidup menyatu dengan alam, merupakan kebiasaan Suku Samin sejak dahulu kala.

Maka tidak heran jika masyarakat Suku Samin juga tidak mau memetik buah dari atas pohon sebelum buah itu jatuh sendiri ke tanah. Hidup di tengah hutan Jati, menjadikan masyarakat Suku Samin sebagian besar berprofesi sebagai petani, mulai dari menanam padi, jagung, kacang tanah, dan lain-lain. 

Kisah mengungkap, pengalaman orang penduduk suku Saimin saat bepergian menuju Rembang. Di tengah jalan, ada bus yang berhenti di dekatnya lalu sang kondektur mengajaknya naik. Orang Samin itu pun naik. 

Namun, dia heran mengapa dimintai ongkos oleh kondektur. Karena tidak punya uang, dia diminta turun oleh kondektur di pinggir jalan. Seorang penumpang pun menawari untuk membayarkan ongkos bus, namun orang Samin tersebut menolak dengan mengatakan, lebih baik jalan kaki karena tidak ada yang mengajak bertengkar.

Sohaling Ilat

Ajaran lain yang berkembang di antara masyarakat Suku Samin adalah Sohaling Ilat yang bearti gerak lidah. Makna ajaran ini adalah agar tidak berbicara sembarangan, menjaga lidah atau lisan agar tidak mengucapkan kata-kata bohong yang berpotensi menyakiti hati dan perasaan orang lain. 

Hal ini berlaku antara satu warga dengan lainnya. Jika tidak ingin disakiti, jangan menyakiti orang lain. Ajaran serupa juga berlaku di setiap aspek kehidupan penduduk setempat.

Rasa Kemanusiaan yang Tinggi

Suku Samin memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Warga suku ini hidup berpencar di banyak desa yang tersebar di sekitar Kabupaten Blora dan beberapa daerah lainnya seperti Kabupaten Grobogan, Bojonegoro, Rembang, Pati dan Kudus. 

Dalam satu desa, biasanya terdiri dari lima hingga enam kepala keluarga. Masyarakat suku ini memegang prinsip 'Ono niro mergo ningsung, ono ningsung mergo niro' yang artinya 'Saya ada karena kamu, kamu ada karena saya'. 

Prinsip ini membuat orang Samin tidak mau menyakiti orang lain. Meski demikian, mereka tidak akan tinggal diam jika hak-haknya dirampas.

Itulah sekilas tentang Suku Saimin di Pedalaman Blora yang tetap bertahan di tengah kemajuan zaman, apalagi di Pulau Jawa, Suku Samin tetap mempertahankan adat dan tradisi. Di sisi lain, suku ini tetap berbaur dengan masyarakat umum. 

Jumlah mereka saat ini tidak banyak lagi dan mendiami kawasan pegunungan Kendeng di perbatasan dua provinsi, yakni Blora, Jawa Tengah, dan Bojonegoro, Jawa Timur.

 

 

Editor : Arbi Anugrah

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network