PURBALINGGA, iNews.id- Warga Desa di Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga geger setelah penyaluran komoditi beras Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) diduga dikurangi atau disunat. Pengurangan jumlah pada komoditi beras tersebut jumlahnya berkurang satu kilogram dari sebelumnya 13 kilogram menjadi 12 kilogram.
Informasi tersebut tidak hanya terjadi pada satu desa, namun hampir delapan desa di Kecamatan Rembang, hingga memunculkan polemik. Aduan dari masyarakat tersebut akhirnya membuat seluruh Kepala Desa di Kecamatan Rembang berembug di Aula Desa Losari untuk mengatasi permasalahan tersebut, Senin (10/1/2022) kemarin.
Menurut Kepala Desa Wanogara Kulon, Sunarto mengatakan jika berdasarkan informasi, di tahun 2021 ada kekhususan penerimaan ekstra dari 12 bulan menjadi 14 bulan. Selama ini pendistribusian untuk komoditi beras tidak ada masalah, namun di periode bulan 13 dan 14, terjadi pengurangan jumlah kilogram dari biasanya 13 kilogram menjadi 12 kilogram.
"Pelaksanaan khusus Rembang ada kekhususan yang berdasarkan kesepakatan itu 13 kilogram namun menjadi 12 kilogram. Kami dapat keluhan dari warga, sehingga ini menjadi sebuah kegaduhan," kata Sunarto.
Perubahan jumlah kilogram tersebut disebabkan pada bulan 13 dan 14, penyaluran beras telah diambl alih pengadaannya oleh e-warung, tanpa mengambil dari penyalur sebelumnya.
"Bulan 13-14 itu diserahkan ke masing - masing e-warung, karena diminta oleh e-warung. Sedangkan pengadaan berasnya kemana dan dari siapa, saya tidak tahu," ujarnya.
Dia juga mengungkapkan jika menjelang penyaluran sembako, ditingkat Kabupaten ada Rapat koordinasi Daerah (Rakorda), dimana dalam rapat tersebut muncul harga tiap komoditi berserta kuota yang harus disalurkan ke KPM.
"Untuk bulan yang kemarin 11, 12, 13 dan 14 itu list nya beras tetap 13 kilogram. Untuk bulan 11 dan 12 yang dipasok oleh Perpadi tetap 13 kilogram, sedangkan 12 kilogram itu adalah e-warung sendiri yang mengadakan kerjasamanya dengan siapa saya tidak paham. Dasar 12 kilogram katanya kesepakatan paguyuban e-warung se-Kecematan Rembang," ungkapnya.
Dengan adanya polemik di masyarakat ini, para kades mengaku dalam posisi serba salah. Sebab, selama ini kegiatan terkait BPNT, Kades mengaku tidak pernah terlibat apalagi diajak koordinasi. Mulai dari data penerima, hingga penunjukan e-warung. Namun, saat terjadi masalah terkait BPNT, warga desa mengadukan permasalahan tersebut kepada Pemerintah Desa.
Sementara menurut Kades Gunung Wuled, Nasirudin Latif mengatakan jika polemik ini membuat dirinya memanggil pengelola e-warung untuk meminta keterangan terkait kegaduhan yang terjadi di masyarakat. Menurut dia, berdasarkan keterangan dari pengelola e-warung memang terjadi pengurangan jumlah kilogram pada komoditi beras berdasarkan kesepakatan paguyuban e-warung di Kecamatan Rembang.
"Informasi yang saya dengar begini (dari pengelola e-warung), betul yang sesuai list 13 kilogram, tapi yang disalurkan 12 kilogram. Keputusan itu menjadi kesepakatan e-warung karena kualitas (beras) dinaikkan menjadi premium, sehingga harganya berubah (di periode) 13-14 dengan kualitas yang berbeda," kata Latif dalam diskusi antar Kades tersebut.
Dia menjelaskan jika keputusan menurunkan jumlah kilogram pada komoditi beras dari sebelumnya 13 kilogram menjadi 12 kilogram dianggapnya keliru. Pasalnya tidak ada sosialisasi hingga akhirnya banyak KPM mengeluhkan turunnya kuantitas pada komoditi beras.
"Apapun itu, menurut pendapat saya itu keliru, karena ketentuannya 13 kilogram kok menjadi 12 kilogram," ujarnya.
Permasaahan ini, lanjut dia, tidak akan terjadi sebenarnya jika supplier awal dari Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi Dan Beras Indonesia (Perpadi) masih menyalurkan beras BPNT kepada masyarakat Rembang.
"Kenapa ini terjadi (polemik di masyarakat), karena penyaluran 13-14 kalau masih di handle Perpadi tentu tidak akan terjadi. Ini terjadi karena diserahkan kembali ke e-warung," ucapnya.
Bahkan dalam kesempatan itu, dirinya mengatakan jika penyaluran BPNT dari pemerintah ini sudah sarat akan kepentingan bisnis.
"ini bisnis sebenarnya, bansos untuk bisnis ini kan sudah tidak layak, tapi kenyataannya ini kan bisnis, kalau dihitung-hitung profit peyaluran tidak sedikit, keuntungan perbulan lebih dari gaji kepala desa. Tapi yang terpenting, keingian kami, penyaluran tetap seusuai dengan ketentuan," jelasnya.
Terpisah, kordinator e-warung Kecamatan Rembang, Sutrisno membenarkan terkait hal itu. Bahwa paket ekstra atau periode 13 dan 14 jumlah berasnya berbeda. Dimana sebelumnya jumlah beras setiap paket 13 kilogram, namun didua paket ekstra tersebut hanya 12 kilogram.
"Kalau dari pengurangan itu sebenarnya hanya karena kita menggunakan dengan kualitas. Jadi dengan kualitas yang lebih baik, karena harga beli kita juga lebih tinggi, tapi harga jual kita masih tetap menggunakan harga jual dibawah harga list dan selebihnya masuk di kuantitas untuk komoditi yang lain," kata Sutrisno.
Dia juga mengatakan jika perubahan kuntitas dari 13 kilogram menjadi 12 kilogram tersebut tidak ada aturannya dalam Pedum. Tapi hanya diatur setiap item paket yang terdiri dari beras, telur dan komoditas lain yang menunjang nutrisi masyarakat.
"Berkaitan kenapa harus 12 kilogram atau 13 kilogram, sebenarnya kalau di pedum itu tidak muncul, seberapapun permintaan KPM harus dilayani," katanya.
Di juga mengungkapkan, pertimbangan pihak e-warung pada akhirnya mengambil alih dua periode terakhir 13-14, karena stok beras pada saat itu tidak ada. Saat itu yang ada hanya beras premium.
"Pertimbangannya (mengambil dua periode 13-14) karena berasnya bagus, kalau bicara harga beras medium pun harganya disaat penyaluran memang tidak ada harga murah, bahkan disaat terakhir kita yang sudah pesan dengan Perpadi stoknya sudah habis. Sehingga kita berupaya karena harus dibagi pada Desember itu juga, yang ada stok beras premium," ungkapnya.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait