Gurihnya Kraca, Menu Buka Puasa yang Tak Lekang Waktu Jadi Favorit Warga Banyumas

Agustinus Yoga Primantoro
Olahan keong sawah atau 'kraca' menu incaran warga Banyumas untuk berbuka puasa. (Foto: Agustinus Yoga Primantoro)

PURWOKERTO, iNews.id - Selain kolak, salah satu makanan khas warga Kabupaten Banyumas yang selalu menjadi incaran di bulan Ramadan adalah olahan keong sawah atau 'Kraca'. Hampir di setiap sudut Kota Purwokerto terdapat manu buka puasa yang satu ini. 

Ciri khas masakan tersebut terlihat pada warna bumbunya yang cenderung berwarna kuning dengan cita rasanya yang relatif pedas. Salah satu penjual yang setiap harinya selalu menyajikan menu Kraca di Purwokerto adalah warung Bu Lan, bertempat di Jalan Kauman Lama, Kecamatan Purwokerto Timur, Banyumas, ia sudah berjualan kraca sejak tahun 1995. 

iNews Purwokerto berkesempatan melihat proses pengolahan keong sawah atau Kraca hingga dapat disajikan sebagai menu buka puasa terfavorit warga Banyumas.

Sang suami Hamlani (62), pemilik usaha olahan keong sawah mengaku bahwa awalnya, ia bersama sang istri (Lani) berjualan hanya di saat masa puasa saja. Setelah dagangannya disorot oleh beberapa stasiun televisi (tahun 2003/2004) permintaan akan masakan kracanya bertambah sehingga ia bersama sang istri pun tetap berjualan di luar masa puasa. 

Untuk harganya sendiri, Hamlani mematok harga mulai dari Rp10.000 per 1/4 kilogram, hingga Rp40.000 per kilogram. Selama masa puasa, Hamlani mengaku bahwa keuntungannya dapat meningkat hingga 200 persen. 

"Puasa, Alhamdulilah, pemasukan pasti naik. Ya bisa 200% lah, cuma kemarin, di masa pandemi ini ya agak menurun. Nah ini, sudah mulai longgar jadi bisa kembali lagi, perlahan naik lagi," ujarnya saat berbincang dengan INews Purwokerto Selasa, (12/4/2022).

Dia mengungkapkan untuk proses pengolahannya sendiri dari mulai bahan mentah hingga menjadi masakan siap saji, dibutuhkan waktu yang cukup lama. Diawali dengan mencuci kraca, kemudian melubangi cangkang agar saat direndam kotoran yang berada dalam kraca keluar dan menjadi bersih.

Proses tersebut memakan waktu semalaman hingga masuk ke dalam proses pembuatan bumbu, dimana semua bumbu dihaluskan dan ditumis sedemikian rupa selama kurang lebih satu jam. Setelah itu, barulah kraca yang sudah dibersihkan dan direndam selama semalam dimasak bersama bumbu dan air kurang lebih selama 4 jam.

"Mulai masak jam 3 pagi, wayahe wong esih pada turu kene wis mulai masak (waktu orang masih pada tidur, disini udah mulai masak). Itu kracanya dimasak 4 jam kira-kira, sekali masak habis satu tabung (tabung gas 3kg)," jelas Bu Lani saat ditemui di dapur.

Dalam satu harinya, Hamlani bersama dengan sang istri dapat mengolah Kraca sejumlah 100 kilogram. Kraca tersebut ia beli dari salah seorang pengepul keong sawah di Desa Karangnanas, Kecamatan Kedungbanteng dengan harga Rp10.000 per kilogram. Dari jumlah tersebut, setelah matang dan dijual seharga Rp40.000 per kilogramnya, dirinya mengaku bisa mendapatkan omzet hingga jutaan rupiah.

"Itu perharinya kita 100 kilogram, kalikan saja 40 ribu per kilonya (100 x 40.000= 4.000.000), kurang lebihnya itu. Alhamdulilah, jam 3 sore sudah habis," tuturnya.

Dibalik pendapatannya yang fantastis, Hamlani turut merasakan dampak dari kenaikan harga minyak goreng yang akhir-akhir ini melejit. Ia mengaku setidaknya memerlukan hampir 5 liter minyak goreng. 

Ditambah lagi, bumbu-bumbu dapur yang ia gunakan seperti salam, laos, cabai, bawang merah, bawang putih, kunyit, kunir, dan sebagainya, kecuali ketumbar sempat mengalami kenaikan harga, seperti cabai misalnya. Meskipun demikian, Hamlani bersikukuh untuk tetap mempertahankan harga jual masakannya. Hal itu ia lakukan agar masakannya dapat terjangkau bagi semua kalangan.

"Ini sudah 5 tahun saya pertahankan (harga). Istilahnya, kasianlah, sekarang Rp10.000 dapetnya sedikit banget. Memang ada yang gak eman-eman (tidak sayang-sayang), maksudnya beli berapapun pasti dibayar. Tapi kan untuk orang-orang awam yang mau beli, terus liat harganya, mundur ga jadi beli. Keong nang pasar paling Rp5.000 be, didol Rp40.000 (Keong di pasar saja harganya paling Rp5.000, di sini dijualnya Rp40.000). Mereka itu kan ga tahu proses dan gimana ngolah bumbu - bumbunya," jelasnya.


Olahan keong sawah atau 'kraca' menu incaran warga Banyumas untuk berbuka puasa. (Foto: Agustinus Yoga Primantoro)

​​​​

Selain sebagai makanan khas di Bulan Ramadan, ternyata kraca memiliki khasiat tersendiri. Kraca kaya akan kandungan yang baik bagi tubuh, seperti salah satunya dapat mengobati sariawan. 

"Insya Allah, itu pernah ada penelitian dari dosen Pertanian Unsoed kalau ga salah. Itu sudah lama, 10 tahun lalu. Memang tidak kolesterol, justru menurunkan darah tinggi. Terus, sariawan. Alhamdulilah, dulu ini saya sering banget sariawan tapi konsumsi kraca jadi sembuh," ungkapnya.  

Di Purwokerto sendiri terdapat tiga tempat penjual kraca yang sudah dikenal banyak orang, yakni di Pusat Kuliner Pereng, Kraca Keong Bu Makmoer, tepatnya berada di Jalan Bobosan, RT 06/RW 01, Karangjambu, Purwanegara, dan Kedai Keong Bu Lani.

 

 

Editor : Arbi Anugrah

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network