BANYUMAS, iNews.id - Film horor berjudul KKN di Desa Penari garapan sutradara Awi Suryadi meraih kesuksesan besar. Bahkan, film besutan sutradara Awi Suryadi itu mendapat gelar rekor film Indonesia terlaris saat ini.
Namun, di balik kesuksesan film itu, justru menuai sorotan. Seorang penari ternama asal Banyumas, Rianto, menganggap ada kekeliruan dalam penggarapan, hingga finishing film tersebut.
Rianto sendiri sebelumnya pernah terlibat dalam proses kreatif bersama sutradara kawakan, Garin Nugroho dalam menggarap film “Kucumbu Tubuh Indahku” yang rilis di tahun 2018.
Penari ternama asal Banyumas, Rianto (40). (Foto : Agustinus Yoga Primantoro)
Sebagai penonton film KK di Desa Penari, Rianto mengapresiasi film itu sebagai sebuah karya kreatifitas. Namun, sebagai seorang pegiat seni tari tradisional, Rianto merasa ada kekeliruan.
"Jujur, saya sangat menghargai mereka dalam berkarya, berkreativitas. Hanya saja, tolong dimengerti tentang harus menjadi penari dulu sebelum menggarap karya itu dan tarian-tarian yang ditampilkan, itu pun gerakannya seperti itu, tidak seluwes dengan penari sebenarnya," katanya ditemui Purwokerto.iNews.id.
"Leluhur yang ada itu kok digambarkan seperti itu, hingga akhirnya harus ada tumbal yang disajikan seperti itu, enggak. Enggak seperti itu. Leluhur tidak pernah meminta tumbal, leluhur hanya meminta masyarakatnya sejahtera, saling menghormati," lanjutnya sembari mengernyitkan dahi.
Berdasarkan sudut pandangnya itu, Rianto merasa citra seorang penari menjadi buruk dan khawatir minat untuk seseorang menjadi penari pun merosot.
Ia juga berpesan pada para penggiat industri kreatif di tanah air untuk mengedepankan penelitian dan menyampaikan pesan-pesan positif terkait budaya lokal.
"Kalau ingin mengangkat tradisi lokal ya harus diangkat bagaimana dia (tradisi itu) membuat image yang positif, bukan yang negatif. Tidak hanya untuk pasaran publik. Kalau mau mengejar pasar juga harus mencoba edukasi yang baik. Jangan sampai mencederai leluhur ataupun seniman tari kita, karena saya merasa ada yang tidak benar di situ," tegasnya.
Cuplikan gambar film KKN di Desa Penari yang sukses besar. (Foto: Istimewa)
Ia menilai, diksi penari yang tersampaikan dari film tersebut, rawan disalah artikan. Seolah kekuatan dari penari bisa untuk membunuh seseorang.
"Menurut saya, itu kalau yang namanya tarian itu berhubungan dengan kesenian, kenapa kesenian dihubungkan dengan istilah maut? Akhirnya, wawasannya di dalam film itu sebenarnya isinya bukan di tariannya, tetapi justru pengkoleksian jantung-jantung masyarakat itu," jelasnya.
"Kekuatan dari penari yang magis itu disalahartikan bahwa dengan kekuatan itulah akan bisa membunuh si sang dokter. Supaya bisa membangun image masyarakat untuk mempositifkan senimannya, jadi harus perlu riset banyak," imbuhnya.
Pria yang telah menggeluti seni tari sejak kecil itu juga menyebutkan bahwa sejatinya kekuatan yang datangnya dari leluhur tidak akan bersifat merusak.
"Indhang (roh yang merasuk ke dalam tubuh seorang penari) itu bukan untuk menghabisi nyawa orang, merusak. Bukan berarti untuk mencabut nyawa ataupun hal-hal yang negatif, justru malah lebih pada ucapan rasa syukur atas penciptaan yang luar biasa," terangnya.
Adapun film KKN di Desa Penari sendiri, merujuk pada sebuat thread twitter yang viral pada tahun 2019 lalu.
Cerita tersebut merupakan rangkaian tweet (Thread) dari akun Twitter bernama Simpleman yang mengaku bahwa mendengar kisah tersebut langsung dari orang yang mengalami kejadian KKN di Desa Penari itu.
Editor : Arif Syaefudin
Artikel Terkait