Harusnya Purwakerta Bukan Purwokerto, Penamaan Akibat Kecelakaan dan Keterpaksaan Sejarah

Agustinus Yoga Primantoro
“Sejarah Kota Purwokerto”, menyebutkan bahwa nama Purwokerto berasal dari gabungan dua kata, yakni “Purwo” dan “Kerta”. (Foto: Arsip Perpusda Banyumas/ Agustinus Yoga Primantoro)

PURWOKERTO, iNews.id - Memiliki julukan Kota Satria (Sejahtera, Adil, Tertib, Rapi, Indah, dan Aman), Purwokerto merupakan ibu kota Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Letaknya yang berada di sebelah selatan Gunung Slamet, membuat Purwokerto kaya akan potensi wisata alamnya. Namun, jarang diketahui banyak orang bahwa nama kota yang memiliki mendoan sebagai makanan khasnya tersebut telah mengalami pergeseran.

Menurut Sugeng Priyadi, dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (FKIP UMP) dalam jurnal ilmiahnya seperti dikutip iNews Purwokerto, Minggu (29/5/2022), berjudul “Sejarah Kota Purwokerto”, menyebutkan bahwa nama Purwokerto berasal dari gabungan dua kata, yakni “Purwo” dan “Kerta”. 

Sejarawan sekaligus budayawan lokal Banyumas ini menjelaskan jika kata “Purwo” sendiri berasal dari bahasa Jawa kuno yang berarti “permulaan, bagian depan, lebih dahulu, dan sebagainya”. Sedangkan, kata “Kerta” yang juga berasal dari bahasa Jawa kuno memiliki arti “yang dilaksanakan, dibuat, diselenggarakan, sedang berkembang, dan lain sebagainya”.

Dari gabungan dua kata tersebut, kata Purwokerto memiliki arti disusun pada waktu permulaan. Sedangkan secara etimologis, penyebutan atau bacaan yang tepat untuk kota Purwokerto sebenarnya adalah Purwakerta atau Purwakarta. Namun, Sugeng Priyadi menambahkan bahwa penyebutan Purwokerto merupakan sebuah kecelakaan dan keterpaksaan sejarah, karena terdapat sebuah kota di Jawa Barat dengan nama yang sama (Purwakarta).

Selanjutnya, Sugeng Priyadi juga menyuguguhkan pada jurnal tersebut tentang beberapa kemungkinan asal muasal nama Purwokerto. Pertama, Sugeng Priyadi menyebutkan bahwa ada sebuah legenda penamaan Purwokerto yang berasal dari seorang tokoh pendatang. Ia bernama Kiai Kartisara (salah seorang tokoh dalam Geger Pecina di Kartasura). 

Dalam legenda tersebut, Kartisara mengusulkan nama Purwakerta. Kartisara sendiri memiliki seorang putra bernama Kendang Gemulung yang memiliki peguron (yang berarti tempat berguru). Lama kelamaan kata peguron berubah menjadi Peguwon. Namun, Sugeng Priyadi menilai bahwa penafsiran legenda tersebut kurang memahami bahwa di Banyumas terdapat kerajaan bawahan Majapahit, yakni Paguwan atau Peguwon yang dalam teks-teks Babad Banyumas disebut kadipaten Wirasaba.

Selanjutnya, penamaan Purwokerto diambil dari peninggalan sejarah berupa gugusan batu yang diberi nama “Makam Astana Dhuwur Mbah Karta” di Arcawinangun, Kecamatan Purwokerto Timur. Gugusan batu itu merupakan reruntuhan bangunan candi yang dimanfaatkan untuk pembangunan bendungan Sungai Pelus. 

Masyarakat sekitar juga meyakini bahwa bangunan itu merupakan warisan dari kerajaan Pasirluhur. Kata “Karta” pada Mbah Karta dan “Karti” pada Kiai Kartisura memiliki arti yang sama dengan kata kerta.

Selain itu, ada pula cerita yang menyebutkan bahwa penamaan Purwokerto diambil dari perpaduan dua nama tempat bersejarah di Purwokerto, yakni ibu kota Pasir (Kertawibawa) dan kerajaan di tepi Sungai Serayu (Purwacarita).

Bagi orang-orang pedesaan Banyumas di sebelah selatan Serayu, kata Purwakerta lebih akrab dibaca Puraketa, Praketa, atau Prakerta. Jadi, dari situ dapat disimpulkan bahwa penyebutan nama Purwokerto sebenarnya merupakan sebuah kecelakaan dan keterpaksaan, karena terdapat pula nama sebuah kota di Jawa Barat (Purwakarta). Kendati demikian, perihal penyebutan tersebut tidak akan mengubah fakta sejarah bahwa kota Purwokerto itu sendiri.

Berdasarkan cerita tutur, kota lama Purwakerta berada di sebelah utara Pasar Wage. Kediaman bupati berada di bangunan klenteng sekarang, sedangkan Pasar Wage adalah alun-alunnya. Sementara itu, di sebelah barat alun-alun terdapat masjid dan kauman lama.

Cerita tutur yang mendekati kepastian muncul saat ibu kota Kabupaten Ajibarang dipindahkan ke desa Paguwon pada tahun 1832 karena Ajibarang diterpa angin topan selama 40 hari 40 malam. Paguwon sekarang menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas.

 

 

 

 

 

 

Editor : Arbi Anugrah

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network