Hidup Untuk Melukis, Perjalanan Mugo Sumedi yang Berhasil Sekolahkan Ketiga Anaknya Hingga Sukses

Agustinus Yoga Primantoro
Ki Mugo Sumedi, panggilan akrabnya, merupakan seorang pelukis bergaya realis-naturalis di Kota Purwokerto (Foto: Agustinus Yoga Primantoro)

PURWOKERTO, iNews.id - Lagi-lagi, secara tiba-tiba hujan mengguyur Kota Satria. Tetesan air yang menghujam atap-atap sederet kios di perempatan Pasar Glempang, Kelurahan Bancarkembar, Kecamatan Purwokerto Utara, Banyumas, turut membuat Mugo Sumedi, salah seorang pemilik kios memasukkan lukisan-lukisan yang terpampang di depan kiosnya. 

Pria berusia 61 tahun tersebut merupakan salah seorang seniman asal Sokaraja Wetan, Banyumas, yang bercokol di dunia seni lukis sejak tahun 1990. Sebelumnya, Mugo Sumedi sempat bekerja sebagai seorang sales buku-buku pelajaran sekolah di Jakarta. 

"Di sini (Purwokerto) sudah 6 tahun, sebelumnya di Jakarta. Tahun 1990 itu pas lagi di Jakarta mulai secara total melukis. Maksudnya, saya memilih untuk berhenti dari pekerjaan saya. Saya sebelumnya bekerja sebagai pemasok buku-buku ke sekolah-sekolah, buku-buku ilmu pengetahuan, rumus matematik, tahun 1980-an itu laku sekali," ujarnya saat ditemui iNewsPurwokerto.id, Senin (13/6/2022).

Ki Mugo Sumedi, panggilan akrabnya, merupakan seorang pelukis bergaya realis-naturalis. Ia juga memiliki padepokan bernama Mustika Iman. Jalan hidupnya sebagai seorang pelukis ditetapkan usai kakek bercucu 5 tersebut menemukan bakatnya sebagai seorang pelukis. Ditambah lagi, di tahun 1988, ia merasakan adanya persaingan dagang yang mulai muncul. Akhirnya, hal itu memicu Sumedi untuk menggeluti hobinya dan ternyata banyak orang yang menyukai hasil karyanya.

"Hobi itu kalo dikembangkan, ya betul-betul di kembangkan, jangan tanggung-tanggung, sekalian totalitas. Selama saya terjun ke dunia seni, seni lukis khususnya, saya totalitas tidak ada penghasilan lain selain dari lukis. Bahkan, apa yang saya belum mampu, seperti bikin sepanduk pecel lele, itu saya pelajari, pokoknya apapun yang berhubungan dengan seni," terangnya sembari menunjukkan berbagai karya lukisnya.

Sebagai pekerja seni yang dihinggapi berbagai ketidakpastian, ternyata Sumedi berhasil menyekolahkan ketiga anaknya yang kini sudah berkeluarga. Tidak tanggung-tanggung, bahkan ia turut mendidik anak-anaknya berbekal pengalaman mengadu nasib di Jakarta. Saat ini, ketiga anaknya sukses dalam dunia wirausaha. 

"Mencukupi ya, relatif ya, yang penting bisa kita atur. Saya menyekolahkan 3 anak, pada waktu itu ada duduk di SD, SMP, SMA. Makanya, saya tidak muluk-muluk, saya, dan bini saya sepakat, yang penting bisa menyekolahkan anak-anak. Target minimal SMA/STM/SMK. Hasilnya, mereka semua bisa sampai kuliah berkat beasiswa dan sekarang semua punya usaha sendiri, sudah tidak bekerja sama orang," timpalnya. 

Sebagai bagian dari Ikatan Pelukis Banyumas (IPB) yang kini anggotanya mencapai 50-an lebih, Sumedi memiliki keunikan dalam berkarya, salah satunya adalah lukisan ikan arwana yang menggunakan kombinasi cat dan tanah merah. Tak mengherankan bila karyanya diapresiasi dengan harga yang relatif tinggi. Kendati demikian, Sumedi mengaku harga tersebut relatif rendah dan berkualitas dibanding karya-karya pelukis lain.

"Di sini, yang pesan kebanyakan itu karena lagi ngetren karikatur, terus dari kantor-kantor ada yang pada pindah, perpisahan, pensiun, ada yang dari Polres, KAI, dari Pemda, dari Bank, pada pesen buat kenang-kenangan. Rata-rata tarifnya sekitar 1,5 jutaan, sudah bingkai. Pengerjaannya sekitar seminggu, karena prosesnya bertahap dan saya sendiri tenaganya terbatas, jadi seringnya digarapnya di rumah," tutur pelukis yang juga menjadi seorang dalang Wayang Golek.

Pemilik kios yang mulai buka sejak pukul 08.00 WIB hingga 14.00 WIB tersebut sering menerima pesanan dari pelanggan. Adapun beberapa karya yang terpampang di sana merupakan titipan dari kawan sesama menulis. Tak jarang juga Sumedi menerima orderan yang baginya cukup menguras tenaga, yakni permintaan untuk melukis yang tidak disertai gambar atau menurutnya gambar 'ghoib'. 

"Itu orang punya angan-angan saja. Dia bilang, Pak, tolong buatkan ini, orangnya mukanya seperti ini, bentuk matanya seperti ini. Jadi itu gambar leluhurnya, ceritanya dia dapat mimpi. Ya, susah-susah gampang. Asal yang penting ada sketsanya saja, jadi nanti saya tinggal menghidupkannya. Dia yang dapat mimpinya, saya yang suruh gambar kan susah," jelasnya.

 

Editor : Arbi Anugrah

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network