JAKARTA, iNews.id – China tengah mengalami apa yang disebut sebagai “resesi seks”, dengan kaum mudanya melakukan hubungan seks lebih sedikit dibandingkan era sebelumnya. “
Resesi seks” ini menyebabkan penurunan tajam pada angka kelahiran di Negeri Tirai Bambu itu. Media pemerintah China Global Times melaporkan bahwa negara itu mencatat angka kelahiran terendahnya sejak 1978 dengan 8,52 kelahiran per 1.000 orang.
Biro Statistik Nasional China juga mencatat bahwa tingkat kematian di China tahun lalu adalah 7,07 per 1.000 orang.
Ini berarti laju pertumbuhan alami penduduk China berada pada rekor terendah dalam 43 tahun di angka 1,45. Angka pertumbuhan alami ini juga jauh lebih rendah dari 3,32 yang tercatat pada 2019.
Selain karena “resesi seks”, penurunan tajam angka kelahiran ini diduga juga terjadi karena berkurangnya jumlah wanita usia subur, dan dampak Covid-19.
Menurut data sensus yang dirilis oleh Pemerintah China pada musim semi, 12 juta bayi lahir pada tahun 2020, jumlah terendah sejak 1961.
Dengan penduduk berusia 60 tahun ke atas tercatat sebanyak 18,8% dari 1,4 miliar penduduk, China menghadapi masalah utama populasi yang menua, demikian diwartakan Reuters.
Pihak berwenang China mengakui bahwa semakin banyak warganya, dari semua kelompok etnis, memilih menikah terlambat dan memiliki keluarga karena alasan ekonomi dan pendidikan. Tercatat penurunan jumlah pernikahan hingga 17,5 persen pada tiga kuartal pertama 2021 dibandingkan tahun lalu.
Untuk mengatasi masalah ini, China pada Mei mengumumkan mencabut kebijakan keluarga berencana untuk mengizinkan setiap pasangan memiliki hingga tiga anak. Ini merupakan perubahan besar pada kebijakan pemerintah yang sebelumya membatasi hanya dua anak per keluarga.
Direktur Pusat Penelitian dan Pengembangan Populasi China, He Dan awal tahun ini mengatakan bahwa 10 tahun ke depan akan menjadi titik balik penting bagi populasi China. Dia menyebut negara itu mungkin memasuki pertumbuhan populasi negatif.
Editor : EldeJoyosemito