get app
inews
Aa Read Next : Kopassus, Denjaka dan Kopasgat Jaga Kunjungan Jokowi di Ukraina, Ini Keistimewaan Pasukan Itu

Kisah Heroik Denjaka Dalam Operasi Pembebasan Sandera dari Perompak Somalia

Rabu, 08 Desember 2021 | 06:23 WIB
header img
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat menyambut kedatangan Satgas Merah Putih usai membebaskan Kapal MV Sinar Kudus dari perompak Somalia di Dermaga Kolinlamil Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada 22 Mei 2011 lalu. (Foto: Antara)

JAKARTA, iNews.id - Denjaka adalah salah satu pasukan elite TNI yang memiliki keunggulan dan kemampuan khusus. Pasukan TNI AL yang memiliki nama lengkap Detasemen Jala Mangkara ini telah berpengalaman dalam sejumlah operasi penanggulangan aksi terorisme.

Kisah heroik Denjaka yang dibentuk pada 4 November 1982 ini salah satunya terlibat dalam operasi pembebasan Kapal MV Sinar Kudus dan para ABK WNI yang disandera perompak Somalia pada 2011. 

Setelah penyanderaan berlangsung 46 hari, pasukan siluman satuan gabungan antara personel Kopaska dan Taifib Korps Marinir TNI AL bersama Kopassus, Kopaska dan Kostrad ini berhasil membebaskan Kapal MV Sinar Kudus. Empat dari puluhan bajak laut dilumpuhkan pasukan yang tergabung dalam Tim Satgas Merah Putih.  

Operasi pembebasan di laut yang merupakan operasi jarak jauh pertama bagi pemerintah Indonesia dan TNI ini dilakukan setelah Kapal MV Sinar Kudus dibajak perompak Somalia di Kepulauan Seychelles, Somalia. Kapal milik PT Samudera Indonesia Tbk itu dikuasai secara paksa tepatnya pada 16 Maret 2011.  

Kapal MV Sinar Kudus saat itu membawa 20 anak buah kapal (ABK) serta 8.911 ton feronikel yang akan dikirimkan ke Rotterdam, Belanda. Namun, dalam perjalanan, kapal dibajak di Perairan Somalia, di sekitar 350 mil laut tenggara Oman.  
Pada 17 Maret 2011, kabar pembajakan kapal berbendera Indonesia diterima Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

SBY langsung menggelar rapat terbatas dan memutuskan kapal beserta anak buah kapal harus dibebaskan. Negosiasi dengan pembajak menjadi pilihan sambil menyiapkan operasi militer.  Komandan Korps Marinir (Dankormar) Mayjen TNI (Mar) Suhartono menjadi salah satu pelaku sejarah pembebasan sandera dan Kapal MV Sinar Kudus dari perompak Somalia. 

Saat itu, Suhartono baru ditunjuk untuk kembali menjabat menjadi Komandan Denjaka (Dandenjaka) Korps Marinir TNI AL kedua kalinya untuk tahun 2011-2012.  Sebelumnya dia sudah menjabat Komandan pasukan berjuluk si hantu laut itu tahun 2005 sampai 2008.  

"Nah, setelah saya melaksanakan penugasan tour of area di jajaran TNI AL, saya kembali lagi. Pagi itu saya serah terima, malam terima berita pembajakan. Langsung malam itu juga saya kumpulkan para perwira saya untuk membuat perencanaan cepat," kata Suhartono di Podcast Podcast Puspen TNI Episode 7 di kanal YouTube resmi Puspen TNI pada 2020 lalu, dikutip iNews.id, Selasa  (7/12/2021). 

Keesokan harinya, dia bersama pasukannya dipanggil oleh Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Soeparno bersama dengan Komandan Korps Marinir Mayjen TNI (Mar) Alfian Baharudin. 

Keduanya juga baru dipanggil oleh Panglima TNI saat itu, Laksamana Agus Suhartono dan Presiden SBY untuk segera mempersiapkan pasukan berangkat ke Somalia dalam rangka pembebasan MV Sinar Kudus. 

Presiden SBY saat itu perintahkan kepada Panglima TNI untuk segera menyiapkan satuan tugas dengan tiga tugas inti. Pertama, membebaskan sandera. "Bebaskan seluruh warga negara Indonesia yang ada di kapal itu. Keselamatan warga negara itu nomor satu," kata Suhartono menyebutkan perintah Presiden SBY saat itu.  

Kedua, merebut kembali MV Sinar Kudus. Kemudian, membawa kembali kapal tersebut ke perairan Indonesia ataupun melanjutkan perjalanan ke luar negeri sesuai dengan rencana pelayaran mereka. 

Ketiga, bila diperlukan aksi militer, laksanakan pendaratan ke pantai untuk menunjukkan bahwa RI punya kedaulatan. Harga diri RI tidak bisa diinjak-injak sehingga mau tidak mau TNI harus turun tangan. 

Setelah mendapat perintah tersebut, pasukan operasi khusus yang diberi nama sandi Operasi Merah Putih itu melakukan persiapan. Mengingat Somalia bukan tempat yang dekat, dibutuhkan waktu cukup lama hingga sekitar satu minggu untuk menyiapkan KRI. Kapal tersebut membawa semua perlengkapan yang dipersiapkan ke daerah operasi. 

"Sekaligus juga kami menyiapkan organisasi tugasnya serta menyiapkan pasukan untuk melatihkan taktik teknik yang kira-kira paling memungkinkan untuk bisa kita gunakan di sana," katanya. 

Mereka juga membutuhkan waktu mengumpulkan data intelijen untuk mengetahui posisi kapal tersebut. "Karena memang kapal ini begitu besar kalau dilihat secara, tapi begitu udah di tengah laut, kita belum tahu posisi kapal itu ada di mana, begitu luas laut itu, kalau teroris atau pembajak ini tahu kita mengirimkan pasukan ke sana, mungkin mereka tidak akan selamat ABK kita," katanya. 

Komandan Korps Marinir (Dankormar) Mayjen TNI (Mar) Suhartono di Podcast Podcast Puspen TNI Episode 7 di kanal YouTube resmi Puspen TNI pada 2020 lalu. Suhartono mengatakan, gerakan dari perencanaan sampai dengan persiapan dilakukan dengan betul-betul serahasia mungkin. 

Setelah diputuskan, akhirnya dikirimkan KRI Yos Sudarso dan KRI Abdul Halim Perdanakusuma mendahului ke sana dengan perlengkapan yang akan digunakan sebagai sarana untuk pelaksanaan operasi. 

"Berangkat duluan, kemudian mereka sampai ke Pelabuhan di Srilanka. Selanjutnya, saat mereka KRI ini berangkat, ini pasukan kan masih ada di sini, kita persiapan-persiapan latihan-latihan dasar latihan-latihan taktik yang akan kita gunakan di sana, tetapi juga silence sekali," katanya. 

Suhartono mengatakan, saat itu memang pemerintah seolah-olah tidak berbuat apa-apa untuk menyelamatkan ABK Kapal MV Sinar Kudus yang disandera. Padahal, TNI sudah melaksanakan kegiatan persiapan.  

"Setelah kira-kira mendekati Srilanka, KRI kita menggunakan pesawat TNI AU di-drop di sana, langsung sampai bandara, langsung kita menuju KRI. Di sana juga sangat silence, tidak termonitor kemudian baru kita ke daerah operasi untuk mencari di mana posisi dari MV Sinar Kudus tadi itu," katanya. 

Dengan mempertimbangkan data-data intelijen, pasukan akhirnya ke perairan Somalia. Namun, mereka masih menemukan kendala mencari posisi kapal karena lautan yang begitu luas. Apalagi, Kapal MV Sinar Kudus juga terus bergerak. 

"Mereka dibajak oleh pembajak itu dan digunakan untuk membajak kapal lain. Jadi mereka menggunakan taktik itu. Karena apa, begitu mereka menggunakan kapal niaga, kapal-kapal niaga yang lain kan tidak curiga. Mereka selalu moving di laut itu, bergerak," katanya.  
Setelah mendapatkan data intelijen yang cukup akurat, pihaknya mendapat informasi bahwa perompak itu kembali ke markasnya, ke salah satu camp-nya di El-Dhanan, Pantai Ceel Dhahanaan. 

Di wilayah itu ada perkampungan perompak dengan kekuatan sekitar 1.000 orang. "Itu campuran tentunya kan ada pasukannya, ada mungkin pendukungnya, semua ada di situ. Kalau kita lihat dari foto udara, itu memang perkampungan dengan perlengkapan yang lengkap. 

Ada perahu-perahu cepat dengan perlengkapan galah untuk naik ke kapal-kapal yang menjadi sasaran termasuk persenjataannya yang bervariasi tetapi cukup kalau untuk menyerang karena ada senapan mesin, macam-macam, lengkap, ada roket launcher itu, ada semuanya," katanya.  
Lokasi kapal MV Sinar Kudus dibajak (Istimewa/Wikipedia) Pasukan TNI juga mendapat data intelijen banyak camp-camp lain dengan kapal-kapal bajakan dari negara lain yang bahkan diperkirakan ada yang sudah lebih dari setahun tidak dibebaskan. 

Ketika pasukan TNI ke sana, ternyata Kapal MV Sinar Kudus bergerak lagi ke arah camp yang berada di sebelah utaranya.  "Namanya camp L. Nah, di situlah kami melakukan aksi pembebasan itu," katanya. 

Mayjen Suhartono mengatakan, modus operandi perompak Somalia sesuai data yang didapatkan dari data intelijen dari satuan lain dari negara lain yang juga di sana. Kalau mereka sudah dibebaskan, mereka bisa jadi diserang oleh perompak lain. 

"Karena perompak di sana, tidak hanya satu kelompok, banyak perompak itu. Jadi, itu yang terjadi, kapal ini juga menjadi target dari perompak-perompak lain," katanya. 

Begitu pasukan TNI menyerang kapal yang dikuasai perompak dan sudah selesai, masih datang lagi perompak-perompak dari pantai. Pihaknya harus putar haluan kembali mengejar dan mencegat dari pantai agar perompak-perompak tidak masuk ke Kapal MV Sinar Kudus. 

"Jadi, proses mulai dari persiapan sampai dengan pelaksanaan itu tidak cepat dan tidak sesederhana yang kita pikirkan. Stamina dari prajurit harus kita jaga betul karena di laut," katanya. 

Namun, prajurit memang dilatih untuk biasa menghadapi ombak yang besar, cuaca di laut yang berubah-ubah, membutuhkan stamina yang kuat. Saat melakukan aksi pengejaran, kebetulan ombak sangat besar.  

Dalam operasi pembebasan sandera dari perompak Somalia itu, Mayjen Suhartono turun ke laut dengan tiga Sea Rider melakukan pengejaran. Sea rider tersebut diturunkan dari KRI Yos Sudarso-353 dan KRI Halim Perdanakusuma-355 sebagai pusat komando kekuatan pasukan marinir dari Denjaka. 

Saat itu, Suhartono memimpin sendiri pengejaran dan berada di Sea Rider 1. "Kemudian di Sea Reader 2 itu ada Pasops saya Letkol Bramantyo  sekarang menjadi Danpus Kopaska, kemudian Sea Reader 3 itu ada Mayor Samson Sitohang, sekarang jadi ADC-nya Presiden RI, kolonel sudah," katanya saat itu. 

Dia menceritakan, tiga sea rider itu bergerak mengejar perompak dengan kondisi ombak besar. Posisinya berada paling depan sedangkan dua dua sea rider lain di kanan kiri belakang. "Jaraknya dekat, hanya sekitar 25 meter antarsea rider, tapi nggak kelihatan, karena apa, ombak besar. Kadang sama-sama di atas kelihatan, pada saat sama-sama di bawah nggak kelihatan. Itu salah satu tantangan yang kita hadapi sehingga di situlah memang harus dipersiapkan bagaimana pasukan di laut," kata Suhartono. 

Suhartono mengatakan, operasi di laut tidak mudah karena memang laut bukan habitat normak manusia yang hidup di darat.  "Mengingat laut bukan habitat normal kita, habitat normal kita ya di darat ini. Mungkin di darat jago, kuat, tapi begitu ke laut, begitu naik sea rider atau speed boat, ombak gede sedikit langsung dia mabuk," ujarnya.  

Kondisi medan yang sulit membuat pasukan Marinir terus berlatih untuk melaksanakan tugas-tugas di laut. Persiapan dan latihan tersebut berlangsung dalam proses yang lama. "Pembinaan yang secara berkesinambungan, bertingkat, bertahap, dan berlanjut. Tidak bisa terpotong-potong. Selesai latihan oke, enggak. Harus tetap dilatihkan terus," kata Suhartono. 
Dengan kemampuan tersebut, pasukan Denjaka Korps Marinir berhasil melaksanakan operasinya. Operasi pembebasan ini juga didukung oleh Sat-81/Gultor, Batalyon Inti Amphibi, Kopaska dan Frigate.  

TNI berhasil merebut kembali Kapal MV Sinar Kudus dari para perompak Somalia dan melumpuhkan para teroris itu. Dalam operasi pada 1 Mei tersebut, empat perompak Somalia tewas. TNI juga menyita sejumlah barang bukti seperti amunisi dan GPS. 
Namun, pembebasan Kapal MV Sinar Kudus dan para ABK pada 1 Mei 2011 juga disertai dengan pembayaran uang tebusan senilai sekitar Rp4,5 juta miliar dari PT Samudera Indonesia yang diserahkan pada 30 April 2011. 

Kapal MV Sinar Kudus meninggalkan perairan Somalia menuju pangkalan aju Salalah Oman dikawal KRI Yos Sudarso-353 dan KRI Abdul Halim Perdanankusuma-355.  Kedatangan pasukan elite TNI yang terlibat dalam operasi dengan sandi Merah Putih disambut Presiden SBY. Upacara penyambutan digelar di Dermaga Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada 22 Mei 2011 lalu. 

Editor : EldeJoyosemito

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut