JAKARTA, iNews.id -Kondisi krisis moneter pada tahun 1999 menjadikan perusahaan otobus PO Haryanto sempat mengalami kebangkrutan. Perjuangan untuk kembali bangkit tersebut tak lepas dari upaya berbagi kepada sesama.
Cerita tersebut diungkapkan Rian Mahendra, direktur operasional sekaligus putra pemilik PO Haryanto, Haji Haryanto. Dari kebangkrutan tersebut, mereka kini menjadikan perusahaannya sebagai ladang ibadah dan bertobat
"Dulu kita sempat diberikan kelebihan rezeki, justru jauh dari Allah. Kita sempat bangkrut pada 1999 karena krisis moneter. Sebab itu, sejak 2001 Bapak Haji Haryanto menjadikan PO Haryanto sebagai ladang ibadah. Bahkan, H Haryanto berpuasa setiap hari selama 20 tahun kecuali hari taysrik dan Idul fitri," ujarnya, dilansir di channel YouTube Coach Yudi Candra.
Walau kondisi perusahaan naik turun H Haryanto tetap menyantuni anak yatim piatu yang jumlahnya kini mencapai 5.361 orang. Ini dilakukan H Haryanto sejak 2002 hingga sekarang.
"Pada 2006 perusahaan nyaris bangkrut namun pak H Haryanto tetap menyantuni anak yatim, memberangkatkan orang umrah dan naik haji, serta terus membangun masjid," kata Rian.
Dia mengatakan pihaknya juga mewajibkan karyawan salat. Jika tidak mengikuti aturan dipersilakan untuk keluar.
"Seorang pengusaha memiliki tanggung jawab di hadapan Allah. Pegawai adalah amanah yang harus diperhatikan kesejahteraan dan amal ibadahnya," ujar Rian.
Rian pun memberikan tiga motivasi sebagai seorang pengusaha. Pertama, pebisnis sukses pasti ada lukanya. Pebisnis harus berani menghadapi banyak tantangan dan melewati kesulitan yang akan membuat dirinya terluka di tengah jalan.
Kedua, usaha adalah hal yang harus dilakukan, sedangkan rezeki itu urusan Tuhan. Dalam membangun usaha, Rian menerapkan manajemen spiritual. Mulai dari menjalankan sedekah, mewajibkan para sopir untuk salat,hingga mengikhlaskan busnya bila terjadi kecelakaan.
“Wong perusahaan ini dikasih sama Allah sampai segede ini kita enggak pernah minta. Suatu saat diambil sama Allah, 100 persen jadi abu kita juga siap,” ujarnya.
Ketiga, kesuksesan bukan di ATM atau dompet. Kesuksesan itu ada ketika bisa menjadi manusia yang bernilai. Bagi Rian, kesuksesan bukan dilihat dari nominal harta, melainkan dari seberapa banyak memberikan manfaat kepada orang sekitar.
“Jadi hidup itu jangan takut mati, takut kalau enggak punya arti,” kata Rian.
Editor : Arbi Anugrah