MANILA, iNewsPurwokerto.id - Seorang mantan wali kota di Filipina, yang diduga menjadi mata-mata China, telah ditangkap di sebuah hotel di Tangerang, Indonesia.
Kementerian Kehakiman Filipina mengungkapkan bahwa mantan wali kota tersebut, Alice Guo (33), telah buron selama beberapa minggu. Guo ditangkap dan ditahan di pinggiran Jakarta pada Rabu pagi, menandai akhir dari pencarian internasional yang melibatkan beberapa negara.
Alice Guo, yang sebelumnya menjabat sebagai Wali Kota Bamban, sebuah kota dengan populasi 78.000 di provinsi Tarlac, Filipina, melarikan diri dari negara tersebut pada Juli setelah sejumlah tuduhan diajukan terhadapnya.
Pihak berwenang Filipina telah mengajukan 87 tuduhan pencucian uang terhadap Guo dan 35 orang lainnya terkait dengan operasi di pusat perjudian daring di provinsi Bamban dan Pampanga. Selain itu, dia juga menghadapi tuduhan perdagangan manusia yang berasal dari penggerebekan di Bamban awal tahun ini. Polisi Indonesia menangkap Guo di sebuah hotel di Jakarta sekitar pukul 01.30 dini hari WIB.
"Pihak berwenang Indonesia menganggapnya sebagai imigran ilegal," kata seorang juru bicara biro imigrasi Filipina kepada ABS-CBN News, Kamis (5/9/2024). "Kami telah memberikan informasi bahwa dia adalah orang yang dicari, dengan surat perintah penangkapan yang masih dalam proses." Manila dan Jakarta sedang berdiskusi mengenai kemungkinan ekstradisinya.
Menurut Departemen Kehakiman Filipina, pejabat Indonesia ingin menukar Guo dengan gembong narkoba Australia Gregor Haas, yang telah dipenjara di Manila sejak Mei. Masalah hukum Guo dimulai setelah penggerebekan pada bulan Maret di kompleks operasi perjudian daring yang terutama melayani warga negara China.
Penyidik menemukan bukti berbagai kegiatan ilegal, termasuk penipuan keuangan dan perdagangan manusia. Setelah penggerebekan tersebut, Senat Filipina membuka penyelidikan mengenai keterlibatan Guo dalam operasi tersebut.
Guo dua kali dipanggil untuk menghadiri sidang Senat tetapi tidak hadir, sehingga menyebabkan penerbitan "surat panggilan penghinaan" pada bulan Juli dan akhirnya surat perintah penangkapan dikeluarkan.
Pihak berwenang setempat, bersama dengan Dewan Anti Pencucian Uang Filipina, menuduh Guo melakukan pencucian uang sekitar 100 juta peso (sekitar USD 1,8 juta) melalui perusahaan-perusahaan ilegal tersebut.
Guo melarikan diri dari Filipina pada bulan Juli, tanpa melalui proses imigrasi, dan dilaporkan menggunakan paspor Filipina untuk bepergian melalui Malaysia dan Singapura sebelum tiba di Indonesia pada bulan Agustus.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana Guo bisa meninggalkan Filipina meskipun ada surat perintah penangkapan yang tertunda. Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mengatakan bahwa pejabat yang diketahui telah membantu pelariannya akan menghadapi tuntutan.
"Kami tidak akan membiarkan kasus ini berlarut-larut, yang akan menjadi kemenangan bagi rakyat Filipina," kata Marcos kepada media lokal.
Kontroversi lainnya mengenai Guo adalah kewarganegaraannya. Meskipun Guo mengklaim sebagai warga negara Filipina asli, ada dugaan bahwa dia mungkin adalah warga negara China. Selama sidang Senat pada bulan Mei, terungkap bahwa pendaftaran kelahirannya baru diajukan ketika dia berusia 17 tahun, menimbulkan keraguan tentang keabsahan dokumennya. Beberapa senator menduga Guo mungkin telah beroperasi sebagai mata-mata untuk China.
Guo menegaskan bahwa dia adalah anak dari seorang warga negara China dan seorang pembantu rumah tangga Filipina, serta dibesarkan di sebuah peternakan babi di Bamban. Dia terus membantah semua tuduhan, menyebutnya sebagai tuduhan "jahat" dan menegaskan bahwa dia tidak bersalah.
Tim hukumnya merilis pernyataan yang menegaskan bahwa dia tetap tidak bersalah hingga terbukti sebaliknya. Kasus ini mendapat perhatian luas, tidak hanya karena sifatnya yang mencolok tetapi juga karena mengungkap potensi celah dalam sistem keamanan dan kontrol perbatasan Filipina.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta