Ketika Sri Sultan HB IX Kena Tilang: Polisi Terkejut, Sinuwun Malah Beri Penghargaan

JAKARTA, iNews.id - Kehidupan Sri Sultan Hamengkubuwono IX memang banyak yang bisa dicontoh. Meski sebagai seorang penguasa Keraton Yogyakarta, Sinuwun Hamengkuwuwono (HB) IX kerap menempatkan dirinya seperti masyarakat biasa.
Laki-laki bernama kecil Gusti Raden Mas Dorodjatun itu pernah mengendarai mobil tanpa sopir dari Yogyakarta ke Pekalongan pada tahun 1960-an.
Ketika itu polisi bernama Royadin baru naik pangkat menjadi Brigadir melihat mobil melawan arah.
Royadin menghentikan mobil sedan yang dikendarai Sri Sultan HB IX untuk menepi. Lalu ia memberi hormat.
"Selamat pagi, boleh ditunjukkan rebuwes," ucap Royadin kepada Sultan HB IX dalam buku Sri Sultan Hamengkubuwono, Insiprasi dari Sang Pemimpin Rakyat, Sabtu (12/3/2022).
Royadin meminta pengemudi mobil untuk mengeluarkan surat-surat kendaraan. Pada masa itu, surat kendaraan disebut rebuwes.
Secara perlahan, kaca mobil Sultan HB IX diturunkan dan menanyakan kepada polisi. "Ada apa Pak Polisi? tanya dia. Brigadir Royadin langsung kaget, melihat pria yang berada di mobil ternyata Raja Yogyakarta.
"Ya Allah sinuwun," kejutnya dalam hati. Namun dia harus bersikap tegas dan tetap tubuhnya dalam sikap sempurna.
"Bapak melanggar verbodden tidak boleh lewan sini, ini satu arah!," kata Royadin.
Royadin juga mempersilakan Sultan HB IX untuk memeriksa tanda larangan di ujung jalan. Tapi Sultan HB IX menolak dan mengakui kesalahannya.
"Ya saya salah, kamu benar. Saya pasti salah," ucap Sultan. Saat Sultan HB IX turun dari mobil membawa surat kendaraan menghampiri Royidin. Pria kelahiran 21 April 1912 pun ditilang.
Walaupun pejabat negara dan Raja Yogyakarta, Sultan HB IX tidak menggunakan kekuasaannya untuk bernegoisasi. Dia malah untuk segera membuat surat tilang karena sedang buru-buru.
"Baik Brigadir kamu buat surat tilang itu, nanti saya ikuti aturannya. Saya buru-buru harus segera ke Tegal," kata Sultan.
Usai memberikan surat tilang untuk diproses hukum lebih lanjut, Royadin dipanggil komisaris polisi selakun kepala kantor. Dia dimarahi atasannya karena menilang Sultan HB IX.
"Ya tapi kan kamu mestinya ngerti siapa dia. Ojo kaku-kaku banget. Kok malah mbok tilang, ngawur! Jan ngawur! Ini bisa panjang urusannya, bisa sampai menteri!," katanya.
Kepala polisi Pekalongan berusaha mencari tahu keberadaan Sultan HB IX di Tegal untuk mengembalikan surat kendaraan yang ditilang. Namun para petugas tak kunjung ketemu.
Usai dimarahi komandannya, Royadin bertugas seperti biasa. Dia juga ditertawakan oleh rekan-rekannya.
Pada sore hari, Royadin diminta untuk menghadap kepala polisi di kantor. Setelah sampai di kantor, sejumlah polisi menggiring Royadin ke ruang komandan atau kepala polisi.
"Royadin minggu depan kami diminta pindah," kata komisaris.
Royadin membayangkan menaiki sepeda menempuh jalan menanjak di pinggir Kota Pekalongan setiap hari.
"Saya sanggup setiap hari pakai sepeda Pak Komandan. Semua keluarga biar tetap di rumah sekarang,”kata Royadin.
"Ngawur kamu sanggup bersepeda Pekalongan-Yogyakarta? Pindahmu itu ke Yogya, bukan disini. Sinuwun yang minta kamu pindah tugas ke sana. Pangkatmu mau dinaikkkan satu tingkat," kata Komisaris.
Brigadir Royadin tidak sanggup menolak permintaan Sultan, namun ia ingin tetap tinggal di Pekalongan. Royadin juga heran orang yang ditilangnya malah memberikan penghargaan.
"Mohon Bapak sampaikan kepada sinuwun, saya berterima kasih. Saya tidak bisa pindah dari Pekalongan. Ini tanah kelahiran saya, rumah saya. Sampaikan hormat saya kepada beliau dan sampaikan permintaan maaf saya kepada beliau atas kelancangan saya,”ujar Royadin.
Editor : EldeJoyosemito