Mendes PDT dan Mendag Lepas Ekspor 18,5 Ton Gula Semut BUMDes Banyumas ke Hungaria

BANYUMAS, iNewsPurwokerto.id - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto bersama Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso secara simbolis melepas ekspor 18,5 ton gula semut atau gula kelapa dari BUMDes Kabul Ciptaku Desa Langgongsari, Kecamatan Cilongok, Banyumas menuju Hongaria, Kamis (1/5/2025). Produk ekspor ini merupakan hasil kolaborasi dengan CV Java Agro Mandiri (Javari) dan bernilai sekitar 35.000 dolar AS.
Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto, yang hadir dalam pelepasan ekspor tersebut, menyatakan bahwa keberhasilan ini adalah buah dari kolaborasi lintas sektor.
"Ekspor ini menunjukkan bahwa program desa ekspor yang kami canangkan bersama Kementerian Perdagangan mulai membuahkan hasil. Dengan dukungan DPR dan pemerintah daerah, kami optimis desa-desa dapat menyumbang 2-3% terhadap pertumbuhan ekonomi nasional yang ditargetkan Presiden Prabowo sebesar 8%," ujar Yandri kepada wartawan usai melepas ekspor gula semut BUMDes Kabul Ciptaku, Kamis (1/5/2025).
Menteri Yandri juga mengapresiasi pemerintah daerah dan seluruh pihak di desa yang telah menjaga kualitas produk. Menurutnya, menjaga mutu ekspor sangat penting karena produk ini membawa nama baik Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, ia menyebutkan bahwa 90% kebutuhan gula semut dunia berasal dari Indonesia, dan 80% di antaranya berasal dari wilayah Banyumas. Namun, Yandri juga menyoroti isu keselamatan penderes atau penyadap nira kelapa yang kerap mengalami kecelakaan.
"Kami ingin ada regenerasi penderes dan konversi ke pohon kelapa genjah yang lebih pendek dan aman untuk disadap," ujarnya.
Ia juga mengapresiasi masukan Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono yang menginginkan adanya pendirian laboratorium mutu di Banyumas guna memastikan kualitas ekspor terjaga.
"Artinya memang negara atau banyak pihak harus hadir di desa untuk memastikan produk-produk di desa itu bisa bermanfaat," jelasnya.
Sementara itu, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menjelaskan bahwa ekspor ini merupakan bagian dari realisasi program Desa Ekspor yang digagas bersama Kemendes.
"Kami telah memetakan lebih dari 700 desa yang siap ekspor dan 1.500 desa yang sedang dalam proses pembinaan. Kita lakukan business matching dengan perwakilan luar negeri lewat ITPC di 33 negara," jelasnya.
Menurutnya, dari Januari hingga April 2025, transaksi ekspor telah mencapai 51 juta dolar AS atau sekitar Rp850 miliar. Target pertumbuhan ekspor tahun ini adalah 7,1%, sebagai bagian dari upaya mendukung pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8%.
"Nah ini harapan kami dan juga pak Mendes, desa-desa yang siap ekspor tadi akan mensupport kita, jadi target kita tahun ini kan 7,1%, itu untuk mendukung pertumbuhan ekonomi 8%. Jadi memang kita harus tingkatkan ekpor kita, dan terima kasih ke pak Mandes sudah kolaborasi, mudah-mudahan Desa Ekspor semakin banyak," ujarnya.
Menurut Galih Wahyu Nur Aziz, Manajer CV Java Agro Mandiri, menjelaskan bahwa kerja sama dengan BUMDes Kabul Ciptaku dimulai pada Juli 2023. Mereka kini mendampingi sekitar 250 petani gula kelapa di Langgongsari dan berencana mengembangkan pasar ke Eropa dan Amerika.
"Makanya kita tetap mengupayakan sertifikasi organik dan membangun jejaring dengan teman-teman BUMDes lainnya. Tidak hanya Langgongsari, ada desa-desa lain disekitarnya yang berpotensi banyak pohon kelapa dan petaninya," ungkap Galih.
Sementara menurut Direktur BUMDes Kabul Ciptaku, Ahmad Harianto, menyatakan bahwa pihaknya telah membentuk sistem kontrol mutu yang aktif turun ke petani setiap bulan. Selain itu, program penanaman kelapa genjah juga telah berjalan dan terus disosialisasikan kepada petani.
"Memang tantangan terbesarnya adalah mengubah pola pikir petani. Tapi dengan adanya lokasi percontohan, mereka mulai tertarik dan bergabung," katanya.
Ahmad mengungkapkan jika harga jual gula semut jauh lebih menguntungkan bagi petani dibandingkan gula cetak yang selama ini dijual ke pabrik kecap. "Harga gula semut bisa mencapai Rp23 ribu per kilogram, sementara gula cetak hanya Rp17 ribu. Dengan ekspor ini, petani bisa mendapatkan harga yang stabil dan layak," jelasnya.
Sementara menurut salah satu penderes Desa Langgongsari, Hudi mengaku kehidupannya berubah sejak ada ekspor gula semut. "Dulu susah cari penghasilan. Sekarang saya nyadap 20 pohon sehari, bisa dapat 7 kilogram. Hasilnya lebih baik dari sebelumnya, dan istri saya juga bisa kerja di bagian pengolahan gula," tuturnya.
Editor : Arbi Anugrah