Ulama Kharismatik Indonesia Syekh Nawawi Al Bantani, Jadi Imam Besar Masjidil Haram Tulis 115 Kitab

ULAMA besar Indonesia pernah menjadi Imam Besar Masjidil Haram, Makkah salah satunya yakni Syekh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani. Ulama bertaraf Internasional itu dipercaya kerajaan Arab Saudi menjadi imam besar lantaran tingkat keilmuan dan kesalehannya.
Muslim Indonesia patut bangga, selain harum sebagai ulama besar dunia, banyak karya-karya tulisannya yang menjadi rujukan di berbagai pesantren, baik di tanah air maupun luar negeri. Menurut catatan Wikipedia ada sekira 115 kitab.
Diantara karya tulisannya yang termahsyur, kitab Tafsir Al-Munir yang fenomenal, kitab Ats-Tsamar Ay-Yani'ah Syarah Ar-Riyadl Al-Badi'ah, Al-'Aqd As-Samin Syarah Fath Al-Mubîn Sullam Al-Munâjah Syarah Safînah As-Shalâh, kitab ilmu fiqih, tauhid, tasawuf dan hadis.
Ulama bernama lengkap Abu Abdullah al-Mu'thi Muhammad Nawawi bin Umar al-Tanari al-Bantani al-Jawi ini, dianugerahi gelar Al-Bantani lantaran identitas atas asal kelahirannya, yakni di Desa Tanara, Kecamatan Tirtayasa, Serang, Banten pada 1230 H/1813 M.
Baca Juga: 3 Ulama Indonesia Pernah Menjadi Imam Besar Masjidil Haram Makkah
Darah ulama Syekh Nawawi, ternyata diturunkan dari Ayahandanya, yakni Umar Syekh Arabi yang merupakan seorang ulama lokal. Sementara ibundanya, Zubaidah adalah seorang ibu rumah tangga.
Dia tumbuh bersama tujuh saudaranya. Syekh Nawawi sendiri, diketahui masih merupakan satu ikatan generasi dengan raja pertama Kesultanan Banten, yakni Sultan Maulana Hasanuddin, putra salah satu Wali Songo, yaitu Sunan Gunung Jati.
Syekh Nawawi kecil pergi ke Arab Saudi saat umurnya masih 15 tahun. Di sana, dirinya melakukan ibadah haji dan juga menimba ilmu.
Semakin dewasa, ilmunya yang makin bertambah digunakannya untuk mengajar di Masjidil Haram. Murid-murid yang pernah diajarkannya, namanya juga santer tumbuh menjadi ulama besar di Indonesia.
Di antara murid Syekh Nawawi yakni, KH Hasyim Asyari (pendiri NU), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), Thahir Jamalauddin (Singapura), Abdulkarim Amrullah (Sumatera Barat), Syekhana Chalil (Bangkalan), KH Asyari (Bawean), KH Tb Asnawi (Caringin Banten), KH Ilyas (Kragilan Banten), KH Saleh Darat (Semarang), KH Najihun (Tangerang), KH Abdul Ghaffar (Tirtayasa Serang), KH Tb Bakri (Sempur Purwakarta), KH Dawud (Perak Malaysia) dan sebagainya.
Muasal Syekh Bantani memutuskan untuk memperdalam ilmu agama di Makkah berawal ketika ia dan kedua orangtuanya ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Menariknya, disaat musim haji usai, ia menyatakan tidak ingin kembali ke Indonesia, justru memilih bertahan di Makkah, dengan alasan ingin belajar ilmu agama ke ulama-ulama besar di Makkah.
Selama di Makkah, Syekh Nawawi dititipkan oleh orangtuanya ke kepada Imam Masjid al-Haram Syekh Ahmad Khatib Sambas, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, Syekh Nahrawi, dan Syekh Ahmad Dimyati. Disanalah ia belajar ilmu agama.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta