get app
inews
Aa Read Next : Buya Syafii Wafat, Nadiem Makarim: Tokoh Bangsa yang Berjasa dalam Penanaman Nilai Pancasila

Mengenang Sosok Buya Syafii, Pernah Ditolak Sekolah Hingga Bisa Bergelar Profesor

Jum'at, 27 Mei 2022 | 11:47 WIB
header img

Prof Dr Ahmad Syafii Maarif atau yang akrab disapa Buya Syafii, meninggal dunia hari ini, pukul 10.15 WIB di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Yogyakarta. 

Sosok Buya Syafii sendiri semasa hidupnya menginspirasi banyak orang. Terlebih, Buya Syafii pernah menjabat sebagai ketua umum PP Muhammadiyah.

Dikutip dari wikipedia, Buya Syafii lahir di Nagari Calau, Sumpur Kudus, Minangkabau pada 31 Mei 1935. Ia merupakan bungsu dari 4 bersaudara. Ayahnya, Ma'rifah Rauf Datuk Rajo Malayu pernah diangkat sebagai kepala suku di kaumnya. 

Baca Juga:

Buya Syafii Ma'rif Wafat dii Hari Jumat, Hadis Sahih: Diselamatkan di Alam Kubur

Sementara sang ibu, Fathiyah, meninggal dunia saat Buya Syafii masih berusia satu setengah tahun. Membuatnya dititip asuhkan kepada sang paman yang bernama Bainah. 

Pada tahun 1942, Buya Syafii mulai mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat (SR - setara SD). Pi'i, sapaan Buya Syafii saat kecil, saat sore hingga malam hari belajar mengaji di surau tak jauh dari tempat tinggalnya. 

Jika harusnya selama enam tahun, Pi'i kecil mampu merampungkan jenjang SR selama lima tahun.

Namun, karena beban biaya yang tak sanggup ditanggung oleh ayahnya, Buya Syafii terpaksa tak bisa melanjutkan jenjang sekolah berikutnya hingga beberapa tahun. 

Baca Juga:

Buya Syafii Maarif Meninggal Dunia

Baru pada tahun 1950, ia masuk ke Madrasah Muallimin Muhammadiyah di Balai Tangah, Lintau sampai duduk di bangku kelas tiga.

Di usia 18 tahun, Buya Syafii memutuskan untuk meninggalkan kampung halamannya, merantau ke Jawa, tepatnya di Yogyakarta, bersama dua adik sepupunya, Azra'i dan Suward. 

Namun, niat semula kepergiannya ke Jawa untuk melanjutkan sekolah, justru harus terhalang. Ia ditolak oleh pihak sekolah kala itu, dengan alasan ruang bangku telah penuh. 

Tak lama setelah itu, ia justru diangkat menjadi guru bahasa Indonesia dan bahasa Inggris di sekolah tersebut, meski tak lama. 

Ia kembali mendaftar ke Muallimin dan akhirnya ia diterima tetapi ia harus mengulang kuartal terakhir kelas tiga. 

Selama belajar di sekolah tersebut, ia aktif dalam organisasi kepanduan Hizbul Wathan dan pernah menjadi pemimpin redaksi majalah Sinar (Kini Dibawahi oleh Lembaga Pers Muallimin), sebuah majalah pelajar Muallimin di Yogyakarta.

Namun, ia kembali harus berhenti mengenyam pendidikan pada tahun 1956 karena faktor ekonomi. Ia pun menjadi guru di Lombok atas permintaan Konsul Muhammadiyah Lombok. 

Barulah pada tahun 1957 ia terus mengejar ilmu lagi di Universitas Cokroaminoto Surakarta hingga mendapat gelar Sarjana Muda. Dilanjutkan jenjang Sarjana Penuh di IKIP Yogyakarta yang kini berubah nama menjadi Universitas Negeri Yogyakarta. 

Ia tamat belajar pada tahun 1968, hingga berlanjut dengan mengikuti program master di Departemen Sejarah Universitas Ohio, AS. 

Sementara gelar doktornya diperoleh dari Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Dekat, Universitas Chicago, AS, dengan disertasi: Islam as the Basis of State: A Study of the Islamic Political Ideas as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia.

Sosok Buya Syafii terus aktif di berbagai bidang. Termasuk menuangkan pikirannya di beberapa karya tulis. 

Editor : Arif Syaefudin

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut