PURWOKERTO, iNews.id - Terletak di Provinsi Jawa Tengah, kota yang dikenal dengan berbagai wisata alam dan makanan khasnya berupa mendoan ini ternyata menyimpan sejarah yang cukup panjang.
Salah satunya adalah terdapat Museum Bank Rakyat Indonesia yang dahulu didirikan oleh putra daerah Purwokerto, Raden Bei Aria Wiryaatmadja.
Tidak hanya itu, lebih jauh lagi para sejarawan pernah menulis tentang kekuatan kerajaan yang dahulu menempati kota yang dijuluki sebagai Kota Satria ini. Seperti Prof Dr Sugeng Priyadi, M Hum, sejarawan sekaligus budayawan lokal Banyumas.
Dikutip iNewsPurwokerto dalam jurnal ilmiah yang berjudul “Sejarah Kota Purwokerto”, Sugeng Priyadi menyebutkan sastrawan ternama Indonesia, WS Rendra mengamini adanya peradaban besar di Purwokerto masa lampu.
Pada jurnal itu, Rendra pernah bertanya kepada seorang penulis tentang riwayat Purwokerto. Menurutnya, akan menjadi aneh bila Purwokerto tidak menjadi salah satu pusat kekuasaan politik di masa lampau.
Secara historis, pernyataan Rendra itu dapat dibenarkan karena pada zaman Hindu Buddha dan Islam, terdapat Kerajaan Pasirluhur yang letaknya ada di sebelah barat kota Purwokerto.
Dalam teks Babad Pasir tulisan J. Knebeel (1900), kerajaan Pasirluhur merupakan kerajaan merdeka yang mana bukan menjadi bawahan Majapahit maupun Pajajaran.
Dari teks-teks tembang Babad Pasir, juga diketahui bahwa kerajaan Pasirluhur dikuasai oleh keturunan Arya Bangah (mulai dari Arya Bangah hingga Kanda Daha) yang berasal dari Galuh.
Arya Bangah sendiri merupakan cikal-bakal raja-raja Pasirluhur. Dalam Kitab Sunda Kuna, Carita Parahiyangan, Galuh merupakan sebuah kerajaan yang didirikan oleh Wertikandayun pasca runtuhnya Tarumanegara.
Kerajaan Pasirluhur diperkirakan sudah ada sejak masa Hariang Bunga (dari zaman Mataram Kuno) hingga Banyak Belanak yang berkuasa pada masa kerajaan Demak.
Pada masa itu, kerajaan Pasirluhur sendiri cenderung memiliki hubungan yang dekat dengan dengan kerajaan Pajajaran dibanding dengan Majapahit.
Dalam teks Babad Pasir juga disebutkan bahwa pada masa itu terdapat tiga kekuatan besar di Pulau Jawa, yaitu Pajajaran (di sisi barat), Pasirluhur (di tengah), dan Majapahit (di sebelah timur).
Foto bersama Bupati dan pegawai Kabupaten. (Foto : Koleksi Tropen Museum Belanda)
Sedangkan di Banyumas sendiri, pada zaman Majapahit terdapat sebuah kekuatan lain, yakni kerajaan Wirasaba. Wirasaba ini merupakan kerajaan yang secara otoritas berada di bawah kerajaan Majapahit.
Salah satu daerah yang identik melekat pada Wirasaba adalah Paguhan. Desa Paguhan yang lama kelamaan berubah menjadi Paguwon atau Peguwon ini diyakini sebagai sisa-sisa dari kadipaten Wirsaba.
Desa itu terletak di kota Purwokerto yang kemudian dipilih untuk menggantikan ibu kota Kabupaten Ajibarang.
Berita lain datang dari Dinasti T’ang yang menyebutkan bahwa antara tahun 627 dan 649, utusan Ho-ling dan utusan dari suatu kerajaan yang berada di sebelah baratnya, yakni T’o-p’o-teng menghadap kaisar Cina.
Oleh Van der Maulen, T’o-p’o-teng dibaca sebagai Tata Weteng yang memiliki arti Purwokerto (yang disusun pada permulaan). Argumen tersebut kemudian ia perkuat dengan menyebutkan adanya toponimi Metenggeng dan Bobotsari yang juga searti dengan Tata Weteng.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua masa periode awal Purwokerto, yaitu periode T’o-p’o-teng (masa keberadaan Ho-ling) dan periode Pasirluhur (masa Hindu-Buddha di Jawa).
Hal itu kemudian memperkuat bahwa dulunya, Purwokerto memiliki sebuah kerajaan yang memiliki peradaban besar dan bahkan diakui oleh kerajaan lain.
Editor : Arif Syaefudin