Larangan Mencela Hujan dan Mencaci Maki Angin, Begini Pesan Rasulullah SAW

Vitrianda Hilba Siregar
Larangan mencela hujan dan mencaci maki angin patut diketahui kaum Muslim. (Foto: Dok)

    LARANGAN mencela hujan dan mencaci maki angin patut diketahui kaum Muslim. Memang saat hujan turun-menerus dan manusia mulai merasa terganggu aktivitas dan kesehariannya maka ada sebagian manusia yang mencela dan mencaci-maki hujan. 

    Misalnya saja ada yang mengatakan: “Hujan ini turun terus, membuat manusia menjadi sulit beraktivitas, hujan sialan”


    Atau menunjukkan suatu ucapan atau perbuatan yang menunjukkan tidak ridha dengan hujan yang turun. Semisal ucapan: “Yah hujan lagi, hujan lagi, aduh”Perlu diketahui bahwa hujan itu adalah rahmat dari Allah. Allah berfirman,

    “Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan)…” (QS Al-A’raaf: 57)

    Ustaz Raenul Bahraen dalam akun Instagramnya@raehanul_bahraen dikutip pada Sabtu (18/6/2022) yakni, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa maksud rahmat pada ayat ini adalah hujan. Beliau berkata,

    وقوله : ( بين يدي رحمته ) أي : بين يدي المطر.

    “Maksud dari ‘sebelum datangnya rahmat-Nya’ yaitu sebelum datang hujan.”


    Karena hujan adalah rahmat Allah, tentu kita dilarang mencela hujan dan angin yang bersama hujan tersebut.

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

    ”Janganlah kamu mencaci maki angin.”

    Allah yang mengatur waktu, cuaca dan seluruh alam semesta ini. Mencela dan memaki hal tersebut, berarti mencela Allah yang telah mengaturnya.

    Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

    ”Allah ’Azza wa Jalla berfirman, “Anak Adam menyakitiKu. Dia mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang.”

    Lantas bagaimana jika hujan terus-menerus turun tanpa henti? "Kita bisa berdoa kepada Allah yang mengatur hujan, agar hujan dialihkan dari kita, dengan doa berikut:

    اَللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اَللَّهُمَّ عَلَى اْلآكَامِ وَالظِّرَابِ، وَبُطُوْنِ اْلأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

    (Allahumma hawaalainaa wa laa ‘alainaa, Allahumma ‘alal aakaami wadz dzirabi wa buthunil awdiyati wa manabitis syajari)

    “Ya Allah, Hujanilah di sekitar kami, jangan kepada kami. Ya, Allah, Berilah hujan ke daratan tinggi, beberapa anak bukit, perut lembah dan beberapa tanah yang menumbuhkan pepohonan.” 

    Atau untuk ringkasnya membaca: 

    اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا، وَلاَ عَلَيْنَا

    “Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami dan tidak kepada kami.”

    Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan, 

    المراد بالحديث الدعاء بصرف المطر عن الأبنية والدور، والآكام جمع أَكمةٍ بفتح الهمزة، وهي الجبل الصغير أو ما ارتفع من الأرض. والظِّراب بكسر الظاء جمع ظرب بكسر الراء، وهو الرابية الصغيرة، وأما ذكر الأودية فلأنها يتجمع فيها الماء ويمكث مدة طويلة ينتفع منه الناس والبهائم.

    “Maksud hadits ini adalah memalingkan hujan dari bangunan dan pemukiman. Al-Aakaam adalah jamak dari akamah dengan memfathahkan hamzah, yaitu gunung kecil atau apa yang tinggi di bumi (dataran tinggi). Azh-zhiraab maknanya adalah bukit yang kecil. Adapun penyebutan lembah karena di situlah tempat berkumpulnya air dalam waktu yang lama sehingga bisa dimanfaatkan oleh manusia dan binatang ternak.”

    Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta

    Bagikan Artikel Ini
    Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
    News Update
    Kanal
    Network
    Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
    MNC Portal
    Live TV
    MNC Network