68 Narapidana Tewas, Tubuhnya Dibakar dan Tergeletak di Penjara Terbesar Ekuador

Susi Susanti
buntut dari baku tembak antar geng di dalam penjara terbesar terbesar Ekuador. Peristiwa itu menewaskan sedikitnya 68 narapidana dan melukai 25 tahanan pada Sabtu (13/11).  Foto/olxpraca.com

QUITO,iNews.id - Sejumlah tubuh narapidana terlihat dibakar dan tergeleak di tanah di dalam penjara. Hal itu buntut dari baku tembak antar geng di dalam penjara terbesar terbesar Ekuador. Peristiwa itu menewaskan sedikitnya 68 narapidana dan melukai 25 tahanan pada Sabtu (13/11). 

Sementara pihak berwenang membutuhkan waktu hampir seharian untuk mengendalikan situasi di Lembaga Pemasyarakatan Litoral. 

Kerusuhan ini meletus sebelum fajar di penjara di kota pantai Guayaquil dalam apa yang dikatakan para pejabat sebagai pecahnya pertempuran terbaru di antara geng-geng penjara yang terkait dengan kartel narkoba internasional. 

Para pejabat mengatakan aksi penembakan berlangsung sekitar delapan jam. Lalu bentrokan baru dilaporkan terjadi di sebagian penjara pada sore hari. Juru bicara kepresidenan Carlos Jijón akhirnya mengumumkan setelah malam tiba bahwa “situasi dikendalikan di seluruh penjara.” 

Dia mengatakan sekitar 900 petugas polisi telah mengendalikan situasi. “Dalam pertempuran awal, narapidana mencoba untuk meledakkan tembok untuk masuk ke Paviliun 2 untuk melakukan pembantaian. Mereka juga membakar kasur untuk mencoba menenggelamkan (saingan mereka) dalam asap,” terang Gubernur Provinsi Guayas, Pablo Arosemena. 

 “Kami memerangi peredaran narkoba. Ini sangat sulit,” lanjutnya. Arosemena mengatakan pihak berwenang di Ekuador akan menangani kepadatan penjara dengan memberikan pengampunan, merelokasi narapidana dan memindahkan beberapa narapidana asing kembali ke tanah air mereka.

“Akan ada lebih dari 1.000 pengampunan, tetapi ini adalah bagian dari proses,” katanya. “Misalnya, memasang pemindai barang di Lembaga Pemasyarakatan Guayaquil untuk menghindari masuknya senjata membutuhkan biaya USD4 juta,” jelasnya. 

Dia juga mengatakan Ekuador akan menerima bantuan internasional dari negara-negara seperti Kolombia, Amerika Serikat (AS), Israel dan Spanyol untuk menangani krisis di penjara-penjaranya. Bantuan tersebut akan berupa sumber daya dan logistik.

Pertumpahan darah terjadi kurang dari dua bulan setelah pertempuran di antara geng menewaskan 119 orang di penjara, yang menampung lebih dari 8.000 narapidana. 

Komandan polisi Jenderal Tanya Varela mengatakan pada pagi hari bahwa drone yang diterbangkan di atas kekacauan mengungkapkan bahwa narapidana di tiga paviliun dipersenjatai dengan senjata dan bahan peledak. 

Pihak berwenang mengatakan bahwa senjata dan amunisi diselundupkan ke tahanan melalui kendaraan yang mengirimkan pasokan dan terkadang dengan drone. Kekerasan penjara terjadi di tengah keadaan darurat nasional yang ditetapkan oleh Presiden Guillermo Lasso pada Oktober yang memberdayakan pasukan keamanan untuk memerangi perdagangan narkoba dan kejahatan lainnya.

Pada Sabtu (13/11), Lasso mentweet bahwa "hak pertama yang harus kita jamin adalah hak untuk hidup dan kebebasan, yang tidak mungkin jika pasukan keamanan tidak dapat bertindak untuk melindungi." Dia merujuk penolakan Mahkamah Konstitusi baru-baru ini untuk mengizinkan militer masuk penjara meskipun keadaan darurat. 

Tentara saat ini berada di luar Litoral. Lembaga pemasyarakatan Ekuador mengalami gelombang kekerasan brutal. Sebelumnya pertempuran berdarah di dalam penjara Litoral yang menewaskan 119 narapidana terjadi pada akhir September lalu. 

Insiden ini digambarkan oleh pihak berwenang sebagai pembantaian penjara terburuk di negara Amerika Selatan itu. Para pejabat mengatakan sedikitnya lima orang tewas dipenggal. Februari lalu, 79 narapidana tewas dalam kerusuhan serentak di berbagai penjara. 

Sejauh tahun ini, lebih dari 300 tahanan tewas dalam bentrokan di penjara di seluruh Ekuador. Di luar penjara, kerabat narapidana berkumpul untuk berita tentang orang yang mereka cintai. “Cukup ini. Kapan mereka akan menghentikan pembunuhan? Ini penjara bukan rumah jagal, mereka manusia,” ujar Francisca Chancay, yang saudaranya telah mendekam di penjara selama delapan bulan.


 


 

Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network