PURWOKERTO, iNews.id - Pernyataan Bupati Banyumas Achmad Husein viral di media sosial yang memohon jika KPK menemukan kepala daerah yang membuat kesalahan tidak langsung di OTT tetapi memanggilnya lebih dahulu. Husein mengatakan jika video tersebut telah dipotong dan tidak seperti alur yang sebenarnya.
"Viral betul itu, jadi saya cermati itu yang pertama mungkin tidak seluruhnya itu ditampilkan, saya bicara sekitar 5 menit tapi yang disitu hanya 24 detik. Kalau ditampilkan semuanya mungkin bisa mengerti, tapi ok lah itu sudah terjadi," kata Husein kepada wartawan di Pendopo Sipanji Purwokerto, Senin (15/11/2021).
Menurut dia, video tersebut diambil pada saat kegiatan diskusi tindak pencegahan yang diadakan oleh Koordinasi Supervisi Pencegahan (Korsupgah) KPK di Semarang.
"Itu videonya dipotong, ditengah tengah juga videonya dipotong, bahwa ini harus ada pengembalian uang kerugian negara, saya bicara bisa dua kali lipat, tiga kali lipat, dimiskinkan, itu tidak keluar. Itu sebetulnya diskusi lalu pendapat atau usulan," ujarnya.
Bahkan pada kegiatan diskusi yang dilakukan secara tertutup tersebut juga dihadiri oleh Ketua KPK Firli Bahuri. "Saat disana itu tertutup dan pak Firly juga menyampaikan 'ini tidak ada wartawan ya'," ungkapnya.
Namun demikian, video yang awalnya diposting di akun Instagram Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo kemudian tersebar dan viral setelah diposting di akun Instagram @lambeturah_official, pada Minggu (14/11).
"Tapi tidak apa apa, saya sudah komunikasi dengan pak Ganjar, ya namanya masyarakat, ya sudah biasa lah gitu, ada yang menyanjung, ada yang menghujat, dimaklumi saja," katanya.
Dia mengatakan jika apa yang disampaikan tidak seperti video yang saat ini beredar, karena ada beberapa bagian yang dipotong, sehingga ada anggapan masyarakat saat akan di OTT kemudian tidak jadi.
"Ini yang perlu di klarifikasi, saya itu bukan yang sudah mau masuk OTT kemudian tidak jadi, tapi proses yang panjang ini dilihat, di filter orangnya itu siapa," katanya.
Dia menjelaskan jika saat diskusi secara tertutup itu dirinya menyampaikan lima macam pertanyaan yang salah satunya terkait OTT. Dimana saat itu Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan jika kepala daerah yang sukses indikasinya satu kemiskinannya turun, pertumbuhan ekonominya naik, angka kematian ibu hamilnya turun.
"Setelah itu saya iseng iseng Googling sendiri, yang di OTT dulu ada datanya, Kabupaten mana saja, saya ambil sampel 3, antara tahun 2017-2018. Lalu saya Googling apakah setelah di OTT kemudian yang tadi ada nilai positifnya. Misal kemiskinan turun gak, pertumbuhan ekonominya naik gak, ternyata kok tidak juga, berarti kan OTT itu tidak ada hubungannya dengan masalah kemiskinan, atau pertumbuhan ekonomi pemerintah daerah," katanya.
Sehingga saat itu dirinya berfikir caranya adalah dengan pencegahan, dimana di KPK ada Monitoring Centre for Prevention (MCP) dari program pencegahannya. Kegiatan tersebut lebih bersifat normatif, seperti bagaimana melakukan organisasi personal, bagaimana melakukan organisasi keuangan, bagaimana melakukan pengawasan aset.
Lalu dia berfikir proses dari pencegahan itu, dimana saat OTT dilakukan pasti tidak langsung dari laporan masyarakat kemudian di OTT, tapi ada prosesnya, mulai dari laporan masyarakat, masuk ke analisa, penyidikan, hingga OTT, apalagi jika kepala daerah tersebut memiliki kemampuan atau prospek memajukan daerahnya. Karena berdasarkan riset kecil kecilan yang dilakukan ternyata dengan adanya OTT tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, kepada indeks pembangunan manusia (IPM), dan kemiskinan, sehingga apakah tidak lebih baik jika dilakukan pencegahan.
"Yang saya maksud pencegahan itu, bukan saat mendekati OTT bukan. Jadi proses ini kan panjang, sebelum masuk ke Dewas atau pada waktu penyelidikan, ini di filter dulu jenis orangnya, kalau orangnya punya prospek yang baik, kenapa tidak kemudian dipanggil klarifikasi, kemudian dia itu merugikan negara dan suruh mengembalikan," ucapnya.
Namun dalam video yang beredar tersebut tidak lengkap menjelaskan usulan diskusi yang dilakukan secara tertutup tersebut. Dimana dia mengatakan jika sudah merugikan negara, lebih baik dimiskinkan.
"Disitu saya sampaikan (saat diskusi), kalau sudah merugikan negara ya suruh kembalikan kerugian negara. Mengembalikan kerugian negara tidak mesti sebesar itu, bisa dua kali lipat tiga kali lipat, sehingga seakan-akan dimiskinkan langsung gitu. Jadinya kapok. Sebetulnya arahnya kesitu," jelasnya.
Meskipun demikian, apa yang dialami oleh para kepala daerah saat ini diakui atau tidak, memang terdapat ketakutan untuk menjalankan kebijakan. Pasalnya, OTT yang dilakukan KPK tidak melihat apakah kepala daerah tersebut memang memiliki potensi untuk memajukan daerahnya.
"Iya takut, hanya saja kemarin itu saya berani bicara disitu dan kemudian dari KPK malah senyam senyum saja sebetulnya, tanggapannya tidak marah. Mereka mengatakan wajar ini diskusi, cuma kok bisa keluar begitu (videonya). Padahal ada diskusi lain yang lebih sensitif dari itu, tidak keluar,"katanya.
Dia juga mengatakan apa yang dialami kepala daerah saat akan mengambil kebijakan kadang bersebrangan dengan peraturan yang tumpang tindih. Dimana banyak kebijakan yang harus diambil kepala daerah, pada saat saat genting kadang nyaris menyalahi aturan.
"Bahwa kita kadang tidak tahu, karena kan begitu banyak kebijakan yang harus kami ambil, pada saat saat genting, seperti saat ini. Ini kadang kadang juga nyaris, istilahnya kita seringkali mengambil kebijakan cepat karena kebutuhan masyarakat, tapi kemudian begitu di runtut ternyata ini dasar hukumnya salah. Yang kami takutkan yang seperti itu," katanya.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait