Sementara menurut Paula Allen dari Research and Total Wellbeing at LifeWorks, orang yang melakukan quiet quitting enggan melakukan kerja lembur. Mereka juga tidak membalas email di luar waktu kerja.
“Ciri orang yang melakoni quiet quitting berikutnya, yaitu bekerja dan pulang tepat waktu. Lalu, mereka cenderung tidak berminat dengan promosi jabatan sehingga tidak melakukan usaha berlebih untuk mendapatkannya,” kata Paula.
Penyebab seseorang melakukan quiet quitting, di antaranya:
1. Efek Pandemi Berkepanjangan
Efek pandemi Covid-19 yang berkepanjangan dinilai bisa mendorong seseorang melakukan quiet quitting. Rasa bosan, kecemasan, dan stres selama menjalani work from home bisa menyebabkan seseorang merasa perlu melakukan quiet quitting.
2. Upah yang Tidak Seimbang
Lewat tren quiet quitting, makin banyak pekerja yang sadar bahwa upah mereka tidak sebanding dengan beban kerja yang harus dipenuhi. Perusahaan terus mengupayakan tambahan pekerjaan, tetapi tidak memberikan imbalan ataupun bonus yang sepadan. Hal ini mendorong banyak orang menggalakkan quiet quitting.
3. Konflik Antara Pekerjaan dan Kehidupan Pribadi
Popularitas tren quiet quitting menunjukkan ada banyak orang yang lelah menjalani rutinitas pekerjaan yang padat, tetapi di saat bersamaan tidak leluasa menjalani kehidupan pribadi. Ada banyak orang yang membutuhkan jeda dan waktu istirahat dari pekerjaannya untuk dapat menata hidup. Jeda juga diperlukan agar bisa lebih siap bekerja di keesokan harinya.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait