Keesokan harinya beliau bersama laskarnya menuju hutan dan menemukan wilayah jatuhnya cahaya tersebut dan dihari itu hutan mulai dibabat untuk mendirikan pesantren atau padepokan yang diberi nama “Regol Agung”. Setelah mendirikan pondok pesantren, tiba waktunya perang melawan penjajah Belanda, dan dengan strategi serta kesiapan yang matang akhirnya Raden Seco Gati dan pasukannya bisa menang, setelah itu kehidupan di padepokan tersebut menjadi aman dan nyaman.
Setelah kemenangan tersebut Kiyai Ageng Seco Gati tetap meneruskan perjuangannya dalam Pendidikan Agama Islam, putra-putri beliau juga dididik sebagai pejuang sekaligus agamawan.
Terdapat beberapa versi kisah bagaimana Kiyai Ageng Seco Gati wafat, ada yang menyebutkan bahwa Pondok Pesantren Regol Agung tersebut terbakar obor atau “kobongan obor” yang menyebabkan Kiyai Ageng Seco Gati wafat karena ikut terbakar.
Namun ada versi lain yang menyebutkan bahwa Kiyai Ageng Seco Gati wafat karena pertarungan dengan musuh, di mana kepalanya dipenggal dan bagian tubuhnya dimakamkan secara terpisah dengan kepalanya.
Keberadaan pondok pesantren tersebut kini sudah tidak diketahui keberadaannya, kini hanya tersisa satu makam besar yang diyakini masyarakat sekitar sebagai Makam Kiyai Ageng Seco Gati, cerita tersebut diyakini berdasarkan kisah turun temurun dari nenek moyang Desa Tlahab Kidul. Selain makam utama, terdapat beberapa makam lain yang diyakini sebagai makam para pasukan atau laskar Kiyai Ageng Seco Gati.
“Untuk lebih meyakinkan lagi mengenai keberadaan makam di Dusun Siregol tersebut sebenarnya dibutuhkan penerawangan oleh Waliyullah, niatnya dari kami (tokoh agama dan tokoh masyarakat) ingin mengundang Habib Luthfi untuk menerawang siapa sebenarnya sosok di makam tersebut," ungkap Ustadz Achmad Nurcholis, tokoh agama di Desa Tlahab Kidul saat memberikan keterangan terpisah.
Meskipun area makam dikelilingi oleh pohon beringin besar namun letaknya yang strategis, yaitu dipinggir jalan raya ini mempermudah masyarakat maupun para peziarah untuk mengunjungi makam tersebut. Dari pengakuan juru kunci makam ini, biasanya para peziarah biasanya berasal dari Daerah Kendal, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Biasaya para peziarah datang ke makam pada hari Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon.
Kini makam tersebut dijadikan sebagai tempat latihan pemuda-pemudi Pagar Nusa yang ada di Desa Tlahab Kidul. Selain itu, para tokoh agama dengan mengajak para santrinya juga sering mengadakan ziarah makam lokal Desa Tlahab Kidul, dan makam ini menjadi salah satu tujuan ziarah sebagai bentuk penghormatan kepada Waliyullah yang mereka yakini berdasarkan cerita nenek moyang.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait