Siswa-siswa Puhua Belajar Kekayaan Budaya Tradisional di Kota Lama Banyumas

Elde Joyosemito
Para siswa juga mendapat pengenalan budaya lokal Banyumasan, salah satunya membatik. (Foto: Istimewa)

PURWOKERTO, iNewsPurwokerto.id-Puhua School sebagai sekolah multikultur tidak hanya menjadikan siswa-siswinya mahir berbahasa Mandarin, Inggris dan Indonesia semata. Tetapi para siswa juga mendapat pengenalan budaya lokal Banyumasan. Tujuannya mereka ikut melestarikan budaya adi luhung itu lewat  pelajaran Budaya dan Bahasa Jawa.     

Di Puhua School pendidikan dan pengetahuan budaya lokal ini begitu penting karena wilayah Banyumas merupakan tempat di mana sekolah berdiri dan bertumbuh hingga saat ini. Para siswa diajak untuk melihat langsung kota lama Banyumas dengan berbagai kekayaan budaya yang ada pada Jumat (15/12/2023).

Direktur Puhua School Chen Tao mengatakan bahwa sebagai putera-puteri daerah, kewajiban mengenal secara mendalam budaya lokal tempat mereka lahir, tumbuh, dan hidup hingga di masa depan merupakan nilai penting dalam menumbuhkan terus nilai-nilai keberagaman dan toleransi yang diusung Puhua School.

“Belajar seni dan budaya di Puhua memiliki peran penting dalam pembentukan karakter, tidak hanya mengembangkan kreativitas siswa, tetapi juga membantu mereka memahami dan menghargai keanekaragaman budaya. Seni dapat menjadi wadah ekspresi emosional dan meningkatkan keterampilan komunikasi, sementara pemahaman terhadap budaya lain mengajarkan toleransi dan rasa saling menghormati. Secara keseluruhan, integrasi seni dan budaya di sekolah Puhua bertujuan membentuk siswa yang lebih berdaya, terbuka pikiran, dan memiliki nilai-nilai moral yang kuat,”paparnya di sela-sela kegiatan.

Pembelajaran budaya Banyumasan dalam mapel Budaya dan Bahasa Jawa ini di Puhua School diterapkan tak setengah-setengah. Berbekal semangat Merdeka Belajar, di kelas 12 siswa didorong mendapatkan pembelajaran langsung dari pakarnya dan mengalami langsung setiap pengetahuan budaya dengan arahan guru-guru pembimbing melalui literasi materi yang diberikan sebelumnya. 

“Kemudian anak-anak diberikan tanggung jawab memenuhi pemahaman setiap materi melalui beragam platform dengan memberikan keleluasaan kreativitas pada mereka,”katanya.     

Ada 5 bidang budaya Banyumasan yang diangkat oleh Puhua School yang dilaksanakan secara terintegrasi. Ada sejarah, batik, tembang, permainan tradisional dan tarian. 

Ketika para siswa belajar di kota lama Banyumas dengan metode grounded berbasis partisipatif untuk memperoleh pengalaman langsung sejarah kota Banyumas, mereka mendapat pemaparan dari Camat Banyumas Oka Yudhistira.

“Tantangan saat ini dengan begitu derasnya budaya luar jangan sampai menggeser etika dan jatidiri generasi muda. Belajar mengenal dan memahami budaya lokal berarti berproses mencintai dan melestarikannya. Dengan latar belakang siswa Puhua yang beragam suku maupun agama, mengenalkan budaya Banyumas pada mereka yang lahir, tumbuh, dan hidup di Banyumas merupakan langkah baik yang nyata menjaga budaya sekaligus kecintaan pada asal usul kita agar tak luntur dan punah,”jelasnya.

Dari paparan itulah, kemudian para siswa membuat vlog berbahan dasar pengetahuan yang dipaparkan Oka.     

Kemudian budaya kedua adalah tembang Banyumasan yang diciptakan langsung oleh budayawan sekaligus musisi bahasa Banyumasan Koentarto. Pak Koen- sapaan akrabnya- merupakan ahli tembang yang begitu terkenal di Banyumas. 

Ia mengajak anak-anak menembang 2 lagu gubahannya yang berjudul “Banyumas Kudu maju” dan Kesenian Banyumasan”. Dari dua tembang ini setiap siswa diminta mengaransemen ulang musiknya menggunakan lirik yang dibuatnya dan direkam.     
Lalu, budaya ketiga adalah pengetahuan mengenai corak batik Banyumasan. Mereka dibimbing Iin Susiningsih sebagai pemateri sekaligus koordinator komunitas pembatik Pringmas, anak-anak diperkenalkan pada tiga corak sohor batik Banyumas yaitu motif serayuan, pring sedapur, dan lumbon. 

Setiap anak wajib menguji langsung bentuk corak di atas kain, dan menuliskan filosofi setiap corak yang dibuat secara detail. Karya siswa menjadi salah satu tugas pembelajaran di mapel ini. 

Budaya keempat adalah Lengger Wadon dimana siswa diajak menulis karya sesuai susunan makalah ilmiah mengenai budaya ini secara terstruktur.      
Terakhir materi budaya banyumasan yang dipelajari siswa adalah permainan tradisional. Dari dua puluhan materi permainan tradisional yang diberikan pada siswa oleh Sunarto, selaku koordinator Dolanan Koena, anak-anak diajak bermain dan mengenal satu per satu tata cara permainan tersebut. 

Mulai dari enggrang bambu, gledhegan, slumpringan, gangsing dan masih banyak lagi. Lalu dengan pemahaman siswa, para guru meminta siswa menuliskan pengalaman serta tata cara satu permainan yang mereka kuasai setelah mencoba satu demi satu lengkap dengan filosofinya.

Editor : EldeJoyosemito

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network