PURWOKERTO, iNewsPurwokerto.id-Huachiew Chalermprakiet University (HCU) Thailand dan Universitas Amikom Purwokerto telah lama menjalin kerjasama dan kemitraan dalam bidang tri dharma perguruan tinggi.
Sebagai implementasi kerjasama (MoU), HCU mengundang Kaprodi Ilmu Komunikasi, Dr Ade Tuti Turistiati MIRHRM sebagai guest speaker pada Selasa (26/3/2024) lalu.
Kuliah tamu yang bertema Intercultural Communication: Bridging Cultural Difference ini dihadiri oleh sekitar 50 mahasiswa jurusan Bahasa Inggris dari HCU dan 50 mahasiswa Ilkom Amikom.
Ade menjelaskan bahwa mahasiswa perlu mempelajari komunikasi antarbudaya karena manusia cenderung etnosentrisme. "Etnosentrisme adalah suatu penilaian terhadap kebudayaan lain atas dasar nilai sosial dan standar budaya sendiri. Orang yang memiliki etnosentrisme merasa bahwa budayanya yang paling baik sehingga cenderung meremehkan budaya orang lain,"jelasnya
Jika para komunikator antarbudaya tidak memahami budaya orang lain maka berpotensi terjadinya miskomunikasi, kesalahpahaman, bahkan konflik. "Selain itu, dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, masyarakat tidak hanya berkomunikasi secara langsung tatap muka tetapi dapat melalui saluran media sosial,"ujarnya.
Komunikasi antarbudaya pun tidak dapat dihindari, sehingga para komunikator perlu memiliki kompetensi komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya pada prinsipnya adalah komunikasi antarpribadi dimana para komunikatornya memiliki latar belakang budaya yang berbeda.
Di era global, kemampuan bahasa Inggris sebagai media komunikasi menjadi penting.
Sesi tanya jawab disambut antusias oleh para peserta baik dari HCU maupun Amikom. Aida dari HCU bertanya bagaimana cara membangun kompetensi komunikasi antarbudaya.
Ade menjelaskan bahwa kompetensi antarbudaya mencakup efektifitas dalam berkomunikasi. Efektifitas artinya kemampuan komunikator untuk menyampaikan pesan, baik verbal maupun non-verbal sehingga komunikan atau penerima pesan memahami maksud dari pengirim pesan.
Selain itu, adanya kelayakan, yaitu komunikator memiliki kemampuan untuk menyampaikan pesan sesuai dengan etika dan lingkungan sekeliling.
"Singkat kata kompetensi komunikasi antarbudaya tidak hanya menguasai konten atau isi pesan yang disampaikan tetapi juga paham bagaimana menyampaikannya. Secara sederhana, kita dapat membangun kompetensi komunikasi antarbudaya dengan belajar dan mencoba memahami budaya orang lain. Jika ada yang kurang dipahami mengenai budaya orang lain yang kita ajak berkomunikasi lebih baik bertanya dibanding menebak kemudian salah. Untuk mengurangi ketidakpastiaan, konfirmasi merupakan hal penting yang dapat dilakukan,"ujarnya.
Kemudian, Thitiporn bertanya bagaimana caranya melestarikan budaya-budaya contohnya budaya Thailand dan Indonesia? Ia menyampaikan kekhawatirannya jika generasi muda tidak memelihara budaya maka budaya asli akan hilang.
Ade mengatakan jika generasi muda tidak memelihara budaya aslinya masing-masing maka cepat atau lambat budaya asli tergerus oleh budaya orang lain atau bahkan akan hilang. Cara memelihara budaya dengan prinsip 3M, mulai dari diri sendiri memelihara dan mencintai budaya sendiri, mulai dari hal-hal kecil misalnya mempelajari budaya sendiri dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari.
"Budaya tidak hanya sekadar tari-tarian tetapi juga tradisi dan kebiasaan baik yang diturunkan dari generasi ke generasi. Yang terakhir mulai dari sekarang. Tidak usah menunggu sampai budaya sendiri mulai dilupakan. Lakukan apa yang dapat kita lakukan mulai dari sekarang,"kata dia.
Dalam kesempatan kuliah tamu, Ade dibantu oleh mahasiswa Ilkom Amikom menceritakan tentang budaya Indonesia secara umum. Tak lupa, ungkapan sehari-hari dalam bahasa Indonesia diajarkan. Mahasiswa HCU semangat mempelajari dan mengucapkan beberapa kata dalam bahasa Indonesia.
Kaprodi Bahasa Inggris HCU Dr Khwanchanok Suebsook sebagai host dari cara ini berharap acara serupa dapat dilaksanakan di masa yang akan datang.
Editor : EldeJoyosemito
Artikel Terkait