ANKARA, iNews.id - Permintaan Ukraina untuk menutup akses di Laut Hitam tak dapat dipenuhi oleh Turki, dimana dalam klausul pakta internasional, memungkinkan kapal untuk kembali ke pangkalan mereka. Permintaan Ukraina itu untuk menghentikan akses kapal perang Rusia.
Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu saat berada di Kazakstan pada Jumat (25/2/2022) mengatakan, negaranya sedang mempelajari permintaan Kiev. Namun demikian, berdasarkan konvensi, Rusia memiliki hak untuk mengembalikan kapal ke pangkalan mereka dalam hal ini melewati Laut Hitam.
Jadi bahkan jika Turki, setelah proses hukum, memutuskan menerima permintaan Ukraina dan menutup selat Laut Hitam untuk kapal perang Rusia, mereka hanya akan dicegah untuk melakukan perjalanan ke arah lain, jauh dari pangkalan mereka ke Mediterania.
"Jika negara-negara yang terlibat dalam perang mengajukan permintaan untuk mengembalikan kapal mereka ke pangkalan mereka, itu harus diizinkan," kata harian Hurriyet mengutip Cavusoglu.
Ukraina telah meminta Turki untuk memblokir kapal perang Rusia melewati selat Dardanelles dan Bosphorus yang mengarah ke Laut Hitam. Permintaan diumumkan setelah Moskow meluncurkan serangan besar-besaran di Ukraina dari darat, udara dan laut pada Kamis (24/2/2022).
Pasukan Rusia mendarat di pelabuhan Laut Hitam dan Azov Ukraina sebagai bagian dari invasi.
Di bawah Konvensi Montreux 1936, Turki memiliki kendali atas selat dan dapat membatasi perjalanan kapal perang selama masa perang atau jika terancam. Tetapi permintaan tersebut telah menempatkan anggota NATO itu dalam posisi yang sulit karena mencoba untuk mengelola komitmen Barat dan hubungan dekat dengan Rusia.
Cavusoglu menambahkan, para ahli hukum Turki masih mencoba untuk menentukan apakah konflik di Ukraina dapat didefinisikan sebagai perang. Ini akan menentukan apakah mandat konvensi itu bisa dijalankan atau tidak.
Duta Besar Ukraina untuk Turki, Vasyl Bodnar pada Jumat mengatakan, bahwa Kiev mengharapkan adanya tanggapan positif dari Ankara atas permintaannya.
Cavusoglu juga menegaskan kembali penentangan Ankara untuk menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Sikap itu membuat Turki berbeda dari sebagian besar sekutu NATO-nya atas sanksi kepada Rusia.
Turki telah membina hubungan baik dengan Rusia dan Ukraina. Turki menilai, serangan Rusia tidak dapat diterima dan mendukung integritas teritorial Ukraina tetapi telah menghindari penggunaan kata-kata seperti "invasi" untuk menggambarkan apa yang terjadi.
Ankara telah menjalin kerja sama dengan Moskow pada pertahanan dan energi tetapi juga telah menjual drone ke Ukraina dan menandatangani kesepakatan untuk memproduksi lebih banyak. Turki juga menentang kebijakan Rusia di Suriah dan Libya, serta aneksasi Krimea pada 2014.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait