Bersama PNP, terdapat tiga warga Indonesia lainnya yang turut menjadi korban, yakni LSM, YKH, dan DZG, semua berasal dari Sumatera. Mereka bercerita tentang kondisi mengerikan yang dialami setiap hari.
“Pagi, siang, sore, bahkan malam kekerasan terjadi terus-menerus, tak peduli laki-laki atau perempuan,” kata LSM.
Menurutnya, ada rekan mereka yang pernah mencoba melapor ke KBRI Yangon, tetapi aksinya ketahuan oleh pihak perusahaan. Malam itu juga, korban langsung disiksa dan setelahnya tidak pernah terlihat lagi. Situasi seperti ini membuat para korban diliputi rasa takut yang mendalam.
“Hal yang paling kami takutkan adalah dipanggil ke kantor. Karena orang yang dipanggil, kami tak pernah lagi jumpa. Disinilah kekuatan kami mulai runtuh,” ungkap LSM dengan suara bergetar.
LSM mengaku bahwa masih banyak WNI yang menjadi korban kerja paksa di Myanmar, dan berharap pemerintah Indonesia segera bertindak.
“Tolong mereka, Pak Presiden,” pintanya lirih.
Keempat korban, yakni PNP, LSM, YKH, dan DZG, berhasil kembali ke Tanah Air pada 9 Juli 2025. Namun, mereka harus berutang ke keluarga di rumah untuk membeli tiket pesawat. Saat ini, mereka masih berada di Banjarnegara karena kehabisan ongkos untuk pulang ke kampung masing-masing.
“Kami butuh bantuan ongkos pulang. Sekarang saya masih di rumah PNP karena belum bisa balik ke Sumatera,” kata salah satu korban.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait