"Untuk angka kematian bayi sebanyak 114 kasus di semester 1 ini dan paling tinggi ada di bulan April dengan 33 kasus dengan kasus terbanyak disebabkan karena infeksi, respiratory dan BBLR," ucapnya.
Sebagai respons, Dinas Kesehatan Banyumas merancang sejumlah langkah lanjutan seperti pelatihan kegawatdaruratan ibu dan bayi, pelatihan resusitasi neonatus bagi tenaga kesehatan, serta pelaksanaan simulasi rutin oleh tim resusitasi di setiap fasilitas kesehatan.
Selain itu, akan dilakukan edukasi publik mengenai pneumonia, pengadaan T-Piece resuscitator, dan penguatan sistem rujukan neonatal untuk penanganan kegawatdaruratan yang lebih cepat dan efektif.
Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono menyampaikan keprihatinannya atas tingginya angka AKI dan AKB, dan menginstruksikan agar setiap puskesmas menyediakan fasilitas rawat inap untuk memastikan penanganan lebih cepat dan optimal bagi masyarakat.
"Untuk anak usia dini, ini juga perlu mendapat perhatian khusus, untuk menghindari kasus-kasus yang tidak diinginkan,Saya minta data kehamilan anak-anak usia dini di setiap kecamatan," lanjutnya.
Bupati juga langsung menggandeng Kementerian Agama dan Dinas Pendidikan Banyumas untuk berkolaborasi dalam menyusun program edukatif yang dapat menekan AKI dan AKB melalui jalur agama dan kurikulum pendidikan.
Kepala Kemenag Banyumas, Ibnu Asadudin, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah pemerintah daerah. Ia menjelaskan bahwa pihaknya telah menyiapkan sejumlah program untuk mendukung penurunan AKI dan AKB dalam rangka mewujudkan Banyumas yang Produktif, Adil, dan Sejahtera (Banyumas PAS).
"Kami sudah siapakan sosialisasi dan bimbingan catin bimbingan remaja usia nikah dan kami juga sudah siapkan sekitar 500 penyuluh yang nantinya akan bekerjasama dengan dinas kesehatan dan tersebar di seluruh desa," ucapnya.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait