Sediakan Makanan untuk Orang Tidak Puasa Bagaimana Hukumnya?

Novie Fauziah
MENYEDIAKAN makanan untuk orang yang tidak puasa Ramadan karena suatu hal bagaimana hukumnya? (Foto: Toronto Star)

MENYEDIAKAN makanan untuk orang yang tidak puasa Ramadan karena suatu hal bagaimana hukumnya?

Setiap Muslim memang wajib menunaikan ibadah bulan puasa Ramadan. Tapi ada juga golongan yang diberi keringanan untuk tidak menjalankannya, karena memiliki halangan atau udzur syari. 

Di antaranya musafir atau orang yang sedang menempuh perjalanan jauh dan ibu hamil. Nah kelompok inilah yang diizinkan untuk tidak berpuasa.


(Foto: Freepik)

Nah menanggapi hal ini haruslah hati-hati. Wajib memerhatikan banyak faktor dari berbagai sisi.

"Kondisi seseorang yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan ada berbagai macam, harus dilihat dengan kehati-hatian agar tidak salah dalam memutuskan perkara ini, sebab ada juga mereka tidak berpuasa, karena mereka memang tidak diwajibkan berpuasa sama sekali pada waktu tersebut, seperti non-Muslim, anak kecil, orang gila, atau karena terdapat udzur, atau juga dalam keadaan sakit keras, posisi bepergian (musafir), perempuan sedang hamil dan menyusui," ujar  Wakil Ketua Majelis Dakwah dan Pendidikan Islam (Madani) Ustadz Ainul Yaqin dihubungi Okezone beberapa waktu lalu.

Tapi apabila kondisinya benar-benar darurat, lanjut dia, maka diperbolehkan atau mubah hukumnya memberikan makanan kepada orang yang sedang tidak berpuasa. Di sisi lain yang memberikan makanan pun harus memiliki batasan-batasan tertentu, mengingat sikap saling menghormati antara yang berpuasa dan tidak.

"Kalau ternyata tamunya ada udzur, maka konteksnya lain lagi, tuan rumah boleh menghormati dengan ala kadarnya, mengingat sedang posisi ibadah puasa. Begitu juga dengan tukang yang bekerja di rumah kita, ada unsur masaqhat ketika dia bekerja sehingga mengalami kepayahan yang sangat yang mengarah pada keselamatan jiwa," tuturnya.

Terkait dengan dibolehkannya para pekerja bangunan membatalkan puasanya, terdapat dalam salah satu riwayat dari Imam al Adzra'i ulama kalangan madzhab Syafii memberikan fatwa: "Bahwa diwajibkan bagi para petani dan para pekerja berat lainnya untuk melaksanakan niat berpuasa Ramadhan di setiap malam hari bulan Ramadhan. Kemudian bila di siang harinya mengalami kepayahan yang berat dengan standar mubih al-tayammum (kepayahan setingkat hal-hal yang memperbolehkan tayamum), diperbolehkan berbuka puasa dan wajib mengqadha puasa yang ditinggalkan. (Syaikh Abu Bakr bin Muhammad Syatha' dalam I'anah at-Thalibin Vol. II.2, hal.268).

Namun akan berbeda status hukumnya, yakni ketika orang tersebut punya kewajiban puasa tetapi mereka tidak menjalankan, melewatkan bahkan tanpa udzur syari, sengaja tidak berpuasa artinya mereka sengaja tidak menjalankan puasa, meninggalkan puasa.

"Ada unsur maksiat, melanggar perintah Allah tidak berpuasa, maka sudah seharusnya menghindar dari mereka, jangan memfasilitasi mereka dengan memberi makanan dan minuman, karena jangan sampai kita termasuk membantu orang yang sengaja meninggalkan puasa Ramadhan," ucapnya.

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Artinya: "Janganlah kalian tolong-menolong dalam dosa dan maksiat." (QS Al Maidah: 2)

Kemudian menukill dalam Kitab Hasyiah Syarh Manhaj at-Thullab, menjelaskan hukum bagi orang yang secara sengaja meninggalkan atau membatalkan puasa:

ومن ثم أفتى شيخنا محمد بن الشهاب الرملي بأنه يحرم على المسلم أن يسقي الذمي في رمضان بعوض أو غيره، لأن في ذلك إعانة على معصيته

Artinya: "Dari sinilah, guru kami Muhammad bin Syihab ar-Ramli, mengharamkan setiap Muslim untuk memberi minum kafir dzimmi di bulan Ramadhan, baik melalui cara. Karena sesungguhnya hal tersebut adalah merupakan pertolongan dalam kemaksiatan (Hasyiah al-Jamal ‘ala Syarh Manhaj at-Thullab, 10/310).

Orang yang tidak menjalankan puasa di siang hari Ramadhan tanpa udzur merupakan perbuatan maksiat. Dan melanggar perintah Allah Subhanahu wa ta'ala, dan merupakan perbuatan dosa besar, sangat tidak pantas bagi kita Muslim sejati menjadi bagian di dalamnya, mendukung, mensponsori, ataupun memfasilitasi orang yang bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa ta'ala."

Wallahu a'lam bishawab.

Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network