JAKARTA, iNews.id - Tak ada yang menyangka jika pengusaha tambak udang di Muaragembong, Kabupaten Bekasi ini dulunya merupakan mantan preman Pasar Senen, Jakarta. Ia adalah Muhammad Iksan, pria yang akrab disapa Bang Mandor ini telah memutuskan pensiun sebagai preman dan bartobat.
Dari pertobatannya itu, kini ia sukses membangun usaha tambak udang dengan omzet puluhan miliar rupiah. Setidaknya, di lokasi tambaknya terdapat lahan produksi udang vaname, rumput laut, hingga bandeng.
Bahkan jumlah udang yang diproduksi dalam satu klaster ditambak seluas 10 hektare, kurang lebih bisa mencapai 150 ton per siklus tanam. Hasil panen pada satu klaster itu bisa mencapai Rp40 miliar-Rp50 miliar per tahun.
"Udang itu kalo kita lihat dari demand dan profit penghasilannya luar biasa. Ini sampai orang-orang budidaya itu mengistilahkan, tidak ada yang mengalahkan penghasilan bisnis budidaya udang kecuali bandar narkoba," ujar Iksan, dikutip dari channel Youtube Helmy Yahya Bicara.
Meski begitu, dia mengakui perjalanan hidupnya tidak mudah dan banyak rintangan yang menghadang. Iksan menceritakan kisah dirinya yang sempat putus sekolah dan membantu orang tuanya yang berdagang asongan. Namun, sejak kecil dia sudah familiar dengan tambak.
"Karena setiap pulang sekolah zaman SD, selalu sempat mampir ke tambak. Dulu juga pernah punya tambak kecil-kecilan," kata dia.
Iksan juga mengaku pernah keluar dari kampung karena kerap baku hantam. Tak tahan dengan situasi itu, dia memutuskan pergi dari kampung dan melanjutkan hidupnya di Pasar Senen sebagai pengamen dan preman.
"Ya saya kabur dari kampung juga itu karena berantem mulu ribut terus. Termasuk mungkin saya, salah satu laki-laki ga tau yang lain ada cerita apa enggak, yang duel siang hari dengan senjata tajam di jalan raya. Alhamdulillah, mereka berdua yang lari," ucapnya.
Karena ulahnya tersebut, Iksan kerap berurusan dengan polisi. Tak ayal, orang tuanya selalu dikunjungi polisi, dan akhirnya dia memutuskan keluar dari kampungnya.
"Jadi saya keluar dari kampung itu bawa gitar satu. Boleh pinjam sama teman, sama bawa uang seribu perak itu di tahun 1998-1999," tuturnya.
Kepindahannya ke Pasar Senen tidak serta merta membuat hidupnya jadi lebih mudah. Dia mengaku telah dipukuli oleh preman di terminal saat baru beberapa hari di sana.
"Saya beraniin diri terjun ke terminal. Hari pertama aman saya ngamen, hari kedua aman, hari ketiga babak belur digebukin anak-anak. Sampe gitar yang saya minjem bawa dari kampung itu habis buat nangkisin botol ama batu. Sampe akhirnya ada polisi lepas tembakan ke atas, baru akhirnya lerai," ujar Iksan.
Dengan pengalaman dan kerasnya kehidupan selama bertahun-tahun lamanya, Iksan akhirnya tumbuh menjadi seorang preman besar di terminal dan membuat dirinya berkuasa di banyak area.
Kendati demikian, Iksan mengaku bahwa dirinya mendapatkan pencerahan setelah perjalanan spiritualnya. Setelah bertobat, Iksan akhirnya meninggalkan profesinya sebagai preman.
"Saya akhirnya mulai belajar bisnis dari menjadi pedagang asongan. Waktu hijrah itu selesai di seniman jalanan, saya ngasong pak dari situ saya belajar," ucapnya.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait