aluran air itu merupakan pemindahan aliran sungai Pelus oleh Sang Baka yang letaknya sendiri berada barat Sungai Pelus. Saluran itu memang muncul di Mersi setelah sebelumnya berkelak-kelok di Arcawinangun.
Ternyata, proyek pemindahan aliran sungai tersebut gagal terealisasi sehingga masyarakat sekitar menyebutnya dengan Kali Bakal. Sugeng Priyadi menjelaskan bahwa kasus pemindahan aliran tersebut mirip dengan kasus pada kisah pembangunan Candi Prambanan.
Kemudian, di masa Kolonial Belanda, orang-orang Belanda membangun bendungan sungai Pelus dengan memanfaatkan bebatuan yang berasal dari reruntuhan candi.
Ternyata, reruntuhan candi yang ada di Arcawinangun itu merupakan Makam Astana Dhuwur Mbah Karta yang terbengkalai dan orang Belanda tidak melakukan observasi terhadap situs tersebut.
Beredar cerita juga bahwa reruntuhan candi itu berkaitan dengan kisah Kamandaka dalam teks Babad Pasir.
Sugeng Priyadi dalam tulisannya menyebutkan bahwa reruntuhan candi itu diperkirakan dibangun pada masa yang tak jauh setelah masa berdirinya candi Prambanan dan tokoh bernama Baka itu sendiri dekat dengan legenda Candi Prambanan.
Selain Astana Dhuwur, terdapat pula Astana Rawen yang merupakan situs pemujaan pada dewa Matahari (Suryya).
Editor : Arif Syaefudin
Artikel Terkait