SIDOARJO, iNews.id - Sebuah pernikahan massal di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur menjadi viral di media sosial. Pasalnya, ada sebanyak 44 mempelai wanita dan pria yang mereka sebenarnya tidak tahu siapa yang akan dinikahi.
Mereka adalah santri dan santriwati Pondok Pesantren Darul Falah Pusat, Krian, Sidoarjo. Calon pasangan mereka, baru lah diketahui ketika mereka sudah melaksanakan ijab qabul.
Meskipun santri dan santriwati tersebut berada pada lingkup Ponpes yang sama. Namun, mereka tak pernah berkomunikasi bahkan berinteraksi.
Sehingga, perkenalan di antara mereka terjadi pasca pernikahan berlangsung. Hal ini rupanya tradisi Ponpes Darul Falah yang sudah dilakukan sejak 1992 silam yang dilakukan tiap 3 tahun sekali.
Dalam nikah massal yang digelar akhir pekan lalu ini, tercatat ada 22 pasangan santri santriwati yang dinikahkan secara massal di dalam pondok.
Perjodohan mereka diatur oleh pihak pengasuh Ponpes. Tanpa paksaan, santri dan santriwati ini menyanggupi melalui sebuah perjanjian dengan pengasuh.
Perjodohan ini pun sebelumnya telah melalui proses istikharoh. Tradisi ini sejatinya dalam rangka menambah keluarga besar Ponpes Darul Falah.
Sebab, usai menikah, pasangan mempelai ini akan dibina di asrama dai Pondok untuk kemudian diberi amanah ditempatkan di cabang-cabang Ponpes Darul Falah berjumlah 178 tersebar di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
"Syarat usia, mereka sudah 21 tahun ke atas atau tidak di bawah umur.Keluarga masing-masing mengurus surat masing-masing ke KUA Krian, surat-surat sudah lengkap," kata Ketua Yayasan Pondok Pesantren Darul Falah, Saiful Bahri, dikutip iNewsMadiun, Kamis (2/6/2022).
Tradisi nikah ini dimulai pada 1992 silam. Awalnya tiga tahun sekali. Tapi setelah 1997 menjadi lima tahun sekali. Kalau yang terakhir ini sebanyak 22 pasangan.
"Alhamdulillah dari semuanya tahu siapa jodohnya (suami atau istrinya) pas pada waktu hari H. Mereka enggak protes dan semuanya alhamdulillah bisa langgeng membina keluarga dengan baik," katanya.
Samsul Huda, mantan santri yang dinikahkan pada 1997 menuturkan, saat itu dirinya dipanggil oleh Mbah Yai Iskandar pada bakda salat Ashar.
"Kamu saya ikutkan nikah massal bagaimana? Spontanitas saya bilang iya. Tetapi saya mbah Yai tidak langsung belum diterima. Saya diberi waktu tiga hari untuk memikirkan. Saya tidak tahu siapa calonnya. Karena memang peraturannya begitu di sini," ujarnya.
"Alhamdulillah lebih dari bahagia. Saya sudah miliki dua rumah pribadi. Saya sama sekali enggak kenal sama istri saya. Saya Madura dan istri saya Gresik," ungkapnya.
Setelah dinikahkan massal, puluhan pasangan santri santriwati yang baru nikah ini diberi kesempatan untuk pulang meninggalkan pondok pesantren selama dua minggu.
Mereka kemudian diwajibkan kembali ke pondok untuk mengikuti pendidikan tambahan menjadi da’i yang siap melakukan syiar agama di pondok pesantren cabang yang ada disejumlah daerah di Indonesia.
Editor : Arif Syaefudin
Artikel Terkait