get app
inews
Aa Read Next : Dinkominfo Bahas Literasi Digital dan Gawai untuk Sekolah 

Mengenal Sekolah Unik di Yogyakarta yang Bebaskan Muridnya Gondrong dan Tak Berseragam

Rabu, 13 Juli 2022 | 18:15 WIB
header img
Para siswa SMA Kolese De Britto di Yogyakarta yang berambut Gondrong. (Foto : Twitter/Istimewa)

YOGYAKARTA, iNews.id - Sekolah sebagai tempat pendidikan biasanya menerapkan disiplin yang tinggi terhadap para muridnya. Tak hanya soal penampilan, baik dari segi pakaian maupun soal rambut.

Namun, di Yogyakarta ada sekolah unik yang berbeda dari sekolah pada umumnya. Yakni membolehkan siswanya tidak berseragam dan berambut gondrong.

Sekolah tersebut adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) Kolese De Britto, salah satu sekolah Katolik yang berdiri sejak tahun 1948 di Jalan Laksda Adisucipto 161, Kelurahan Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

SMA Kolese De Britto memang menjadi salah satu sekolah favorit di DIY. Memasuki tahun ajaran baru 2022-2023, sekolah ini telah memulai dengan masa pengenalan siswa dengan lingkungan (MPLS) bagi kelas X. Sementara untuk kelas XI dan XII sedang mengikuti Latian Kepemimpinan Dasar di Gunungkidul.

Meski baru memulai tahun ajaran bersama dengan sekolah yang lain, namun ternyata kuota siswa baru untuk kelas 10 telah terisi penuh sejak Januari. Bukan tak beralasan, sebab sekolah ini telah memulai aktivitas pendaftaran sejak September dan Oktober tahun 2021.

Mengenal SMA Kolese De Britto? 

Selama ini, SMA Kolese De Britto memang menjadi salah satu sekolah unik, karena banyak siswanya yang gondrong dan hanya mengenakan seragam satu kali saja. Selebihnya siswa bebas mengenakan pakaian apa pun asal rapi.

"Siswa boleh berkaos asal berkerah dan boleh tidak memakai sepatu, tetapi bukan sandal jepit. Boleh sandal sepatu," ujar Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas dan Jejaring SMA Kolese De Britto H J Sriyanto.

Pria yang akrab dipanggil Joyo ini mengatakan, saat ini sekolah mereka memiliki 890 siswa yang masing-masing terbagi dalam 5 kelas Matematika dan IPA (MIPA), 3 kelas IPS dan 1 kelas Bahasa. Mereka mengembangkan sistem pembelajaran yang lebih menekankan membentuk pemimpin pelayanan.

SMA Kolese De Britto memang tidak terlalu ketat dalam aturan terkait dengan atribut menempel. Siswa boleh berambut panjang dan tidak mengenakan sepatu. Siswa boleh gondrong namun tidak boleh diberi warna rambut.

"Gimbal boleh, tetapi gimbal alami bukan gimbal buatan. Pokoknya asal alami maka diperbolehkan, termasuk gondrong mau sepanjang apa pun boleh," katanya.

Kebijakan tersebut bukan tanpa alasan. Karena SMA Kolese De Britto memiliki spirit kebebasan untuk menjadi pribadi yang bebas. Seragam, rambut gondrong sepatu itu hanya atribut hal utama dan bisa dipilih sejauh membantu sampai tujuan.

Kebijakan tersebut ternyata cara sekolah untuk mendidik siswa dalam mengambil keputusan. Apa pun keputusan yang diambil tentu akan membawa konsekuensi dan harus dipertanggungjawabkan, baik kepada diri sendiri ataupun orang lain.

"Pilihan merdeka anak ini mengajarkan siswa untuk membuat keputusan. Selama ini dibutuhkan untuk membangun leadership," ucapnya.

Tak hanya itu, sekolah ini juga ternyata memiliki ruang kelas yang unik. Meski ada sekat dengan kelas yang lain, namun tembok utuh ruangan hanya berdiri di satu sisi. Sementara bagian depan kelas hanya berdiri tembok atau pagar setinggi 130 cm dan sama sekali tidak ada pintu.

Siswa di dalam kelas bisa melihat lalu lalang orang lain di dalam kelas. Dan orang yang berada di luar kelas juga bisa mengetahui aktivitas apa pun yang berada di dalam ruang kelas, termasuk dengan jelas mendengar suara dari guru yang mengajar.

"Ini desain sejak awal berdiri. Meski kelasnya terbuka tetapi tidak mengganggu konsentrasi siswa dalam belajar, justru malah melatih konsentrasi siswa mengikuti pembelajaran karena terbiasa tidak terganggu dengan aktivitas lain di luar mereka," ujarnya.

SMA Kolese De Britto merupakan sekolah Katolik Yesuit yang berdiri tanggal 19 Agustus 1948 bersamaan dengan sekolah Putra Putri. Namun sekolah putri kini berdiri sendiri yaitu menjadi SMA Stela Duce.

SMA Kolese De Britto awalnya sekolah Kanisius. De Britto merupakan nama Santo Biarawan dari portugal yang tinggal di India dan juga meninggal di negara tersebut.

Sekolah ini menerapkan pola pembelajaran yang menekankan 1L5C, yaitu Leadership, Competen, Conscien, Compation, Consistent dan Comitment. Leadership berkaitan dengan kepemimpinan, competen kecakapan intelektual, consien hati nurani yang benar, compation kepandaian otak, consistent yakni konsisten dalam pendirian dan comitment.

"Ini semua mengerucut ke profil siswa De Britto," katanya.

Sejak awal, De Britto bagian sekolah Yesuit seluruh Indonesia. Selain itu ada SMA Kanisius Jakarta, SMA Unsafa Loyyola Semarang, Lekok Del Arfan Fiel Nabire Papua. Yesuit merupakan serikat Yesus yaitu salah satu ordo dari para pastur di mana di seluruh dunia ada 890 sekolah

Meskipun SMA Kolese De Britto adalah sekolah Katolik, namun ternyata yang nonKatolik cukup banyak. Jika dipersentase, siswa nonKatolik ada sebesar 20-25 persen. Mereka berasal dari pemeluk agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen.

"Tahun ajaran ini semua ada kecuali Konghucu," ucapnya.

Dia menyebut, pelajaran agama menjadi pembelajaran religiusitas. SMA Kolese De Britto kini justru fokus mengedepankan nilai-nilai keutamaan bukan lagi mengkotakan diri dalam nilai agama.

Sama seperti sekolah lain, untuk tahap awal ini pembelajaran dijadwalkan 5 jam atau sampai pukul 13.15 WIB. Guru diberi kebebasan mengelola kelasnya yaitu ada praktek, ada pembelajaran kolaboratif antara beberapa mapel seperti membuat project pembelajaran bersama.

"Projek bersama itu Contohnya fisika kimia biologi di mana mereka membuat tema sampah dan nanti endingnya dalam bentuk poster dan ada yang berbentuk podcast," katanya.

Tahun ini pemerintah akan menerapkan kurikulum baru yaitu kurikulum merdeka. Sebenarnya sekolah ini memiliki memiliki sejarah panjang dinamai kegiatan pormasi, di mana kurikulumnya sebenarnya sudah mengaplikasikan kurikulum merdeka yang baru digagas pemerintah.

Selain pembelajaran tatap muka, sekolah ini juga mengajarkan kemasyarakatan. Mereka memiliki program live in sosial seperti tinggal di perkampungan pemulung ataupun di panti asuhan cacat ganda di mana para siswa diminta merawatnya.

"Live in toleransi anak-anak tinggal di pondok pesantren berinteraksi dengan mereka," ujarnya.

Semua itu dilakukan untuk membentuk profil siswa yang memiliki outcome di mana setelah keluar dari SMA Kolese De Britto diharapkan menjadi pemimpin pelayanan yang unggul di bidang akademik, terbuka terhadap pengetahuan dan pengalaman baru.

Mereka dapat memiliki pribadi yang berhati nurani benar, pribadi yang berbela rasa bagi sesama dan berkomitmen sebagai pejuang keadilan serta setia bertindak seturus dengan yang dipikirkan dan dikatakan.

Banyak tokoh yang ternyata alumni dari sekolah ini. Mereka di antaranya ada yang menjadi Duta Besar Vatikan, Sekjen PDIP Hasto Kriswanto, Direktur Utama Ciputra Group dan berbagai seniman tersohor di Tanah Air.

 

Editor : Aryo Arbi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut