PURBALINGGA, iNews.id- Setelah setahun berkarya di Desa Wisata Cartoon Village Sidareja, para pemuda seni di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Purbalingga mengadakan pertunjukkan di Pulau Dewata. tepatnya di Padma Resort Legian. Pentas ini berhasil digelar atas peran Robby Permana Mannas, pemilik dan CEO DUA Lighting Collective,
Sebelumnya, Robby telah datang langsung ke Desa Sidareja dan melihat secara langsung pelestarian budaya yang di gagas oleh Slamet Sentosa dan Gita Thomdean. Ia mengajak para pemuda untuk memperkenalkan seni budaya Cartoon Village Sidareja di Acara Gathering Dua Collective 27 Okt 2021 , Legian Bali yang dihadiri oleh 100 pebisnis dari seluruh daerah di Indonesia.
“Tentu saja akan dapat memberikan energi positif untuk semakin banyak orang yang mengenal dan membuka peluang untuk dapat berkolaborasi di masa yang akan datang,” kata Gita Yohanna Thomdean, pegiat seni budaya Cartoon Village Sidareja dalam rilis tertulis pada Minggu (31/10/2021).
Gita juga menjadi komandan pertunjukkan dengam konsep “Eling” dengan memperkenalkan tradisi Desa Sidareja yang berusia lebih dari 100 tahun. Yang dipentaskan adalah Tarian Ujungan. Ujungan yang dipentaskan sudah bukan lagi sebagai olahraga ketangkasan tradisional untuk merebut suatu daerah.
“Tetapi ujungan kini adalah untuk menghadapi keangkaramurkaan yang dimiliki oleh manusia , rasa iri , dengki yang seakan menjadi semakin memuncak hingga datangnya pandemi saat ini untuk membuat kita “ eling” ingat kepada kebesaran yang Maha Kuasa dengan koreografer tari Desi Indah Fitria asal Purbalingga,”jelasnya.
Pertunjukkan ini diawali dengan tarian tunggal seorang wanita Jawa sebagai symbol dari ibu pertiwi yang sedang menangis dan berduka diiringi dengan sulukan jawa dari seorang tetua desa yang didampingi seorang gadis desa berambut panjang. Tetapi puisinya berbahasa Indonesia mengingat hadirin yang hadir berasal dari banyak daerah bahkan luar negri. Suasana diawal menjadi sangat kidmat dengan suasana remang dan pembakaran arang sebagai ritual pembukaan.
Lagu pengiring tarian tersebut merupakan lagu yang diciptakan khusus oleh pemuda desa Lintang Kencoro mahasiswa ISI Surakata yang merupakan guru dalam memperkenalkan karawitan kepada seluruh pemuda desa yang selama ini tidak pernah mengenal alat karawitan bahkan memainkannya serta tidak memiliki bekal akademis seni sekalipun serta dibantu oleh tetua desa Ngadimin dan Kusno sang maestro pewayangan. Alunan Karawitan yang dibawakan oleh pemuda desa Sidaerja ini mampu membawa penonton terhanyut didalamnya.
Kemudian pertunjukkan juga memainkan adrenalin penonton dengan padamnya lampu secara tiba tiba dan muncullah seorang gadis pembawa Lentera dan hanya ada 1 cahaya yang terlihat. “Bersihkan jiwa kami hingga kembali menyala kembali. Nyalakan kembali welas asih dihati kami Karena kami ingin sepertiMu untuk menjadi Terang Dan sangat terang……………………….untuk menebar kebaikanMu Gusti,” adalah salah satu penggalan narasi yang teralun. Narasi ini untuk mengingatkan kita kembali berintropeksi diri akan pandemic yang melanda dan mengingat kembali kebesaran ilahi.
Diikuti dengan ramainya lagu eling eling dimainkan muncullah para pemuda seni Rupa Kie Kartun dengan gerakan yang tak beraturan dan diakhiri dengan goresan goresan kuas raksasa di atas kanvas berukuran manusia. Chune Pelukis Senior Purbalingga dengan gaya nyentriknya memberikan sentuhan akhir dengan tinta emas dan merah yang melambangkan untuk manusia “ Eling “ atau ingat kembali kepada cahaya yang berada dalam dirinya, karena cahaya adalah ada didalam manusia itu sendiri.
Adegan menjadi sempurna ketika sang penunggang kuda “Ebeg Tunggfal “ yang dimainkan oleh pegiat muncul sebagai cirikhas banyumasan yang adiluhung merupakan perlambang kebudayaan masyarakat “panginyongan” atas ragam situasi dan kondisi yang dialami serta dihadapi dengan ekspresi kreatif yaitu spirit kuda yang gagah berani, kuat, tangguh, dan bermartabat.
Pertunjukkan Diakhiri Flash Mob Ujungan yang dibangunkan dengan seorang pemuda seni terkecil memberikan setangai bunga mawar putih yang akhirnya diikuti oleh seluruh pemuda seni dengan mengajak seluruh hadirin melakukan gerakan tarian ujungan. Sambutan hangatpun terlihat dengan euphoria setiap pengunjung yang hadir.
Robby Permana menyatakan antusiasme dan respon yang sangat baik dari para tamunya dari berbagai kalangan terlebih ini merupakan pertunjukkan perdana yang sangat apik dan bahkan beberapa orang berstatement untuk merencanakan keliling nusantara karena yang didepan mata banyak sekali budaya yang indah dan perlu diapresiasi sebelum kita memilih ke luar.
Dalam acara itu, juga diperkenalkan Maha karya kolaborasi apik “Dewa Nawa Sanga” antara Dua Lighting, Rinaldy A Yunardy dan Era Soekamto – Nusantara Wisdom yang telah dipamerkan di panggung dunia La Maison Objet Paris 2019. Selain itu, karya Pendar Kartun Nusantara hasil Kolaborasi Kie Kartun ( Kie Art Cartoon School ) dengan Dua Lighting yang mengangkat mitologi Indonesia.
Karya yang terkemas dalam Lampu Meja nan unik dan kaya akan kedetailannya. Mitologi Mitos sendiri memiliki erat kaitannya dengan kebudayaan itu sendiri dan menurut beberapa artikel mengemukakan bahwa mitos adalah kebenaran mengenai manusia. Mitos bertindak sebagai template untuk mengatur kegiatan sehari-hari serta aktivitas manusia. Selain itu mitos juga berperan memperkenalkan manusia kepada kekuatan yang lebih besar di alam semesta. Nilai- nilai yang dibawa dalam setiap cerita akan diartikan sebagai aturan dan kebiasaan yang harus dipenuhi, dan hal ini berujung pada munculnya budaya yang diwariskan turun temurun ujar Santosa yang selama ini mementori Kie Kartu dalam berkarya
Terlihat 6 karya lampu yang terpamerkan adalah Dewi Sri , Naga Besuki, Gatot Kaca , Lembu Swana, Prabu Siliwangi, Nyai Roro Kidul. Menurut Rinaldy A Yunardy menyampaikan kepada pegiat Kie Art bahwasannya karya karya lampu tersebut cukup unik dan akan dapat menembus marketnya sendiri dengan melihat konsept yang dibawakan dan kedetailan yang ditampilkan . Rinaldy mengemukakan bahwa komposisi warna menjadi sangat penting dalam perpaduan sehingga menghasilkan karya yang matang.
Dengan tertampilkannya mitos mitos ini di Karya Pendar Nusantara harapannya dapat mengingatkan kita betapa kayanya Indonesia akan budaya yang merupakan salah satu pondasi dari setiap manusia Indonesia seperti pepatah yang mengatakan bahwa tinggi rendahnya suatu bangsa terletak pada budayanya atau Rum Kuncaraning Bangsa Sumunung Haneng Luhuring Budaya.
Editor : EldeJoyosemito