CHILD Free adalah konsep pernikahan namun pasangan suami istri sepakat untuk tidak mempunyai anak atau keturunan.
Namun, keputusan tersebut kemungkinan akan memunculkan stigma negatif dari masyarakat, bahkan keluarga yang dapat menimbulkan tekanan sosial bagi pasangan.
Memilih child free adalah keputusan personal yang mungkin dilatarbelakangi berbagai hal termasuk personal, finansial, latar belakang keluarga, hingga alasan emosional terkait maternal ‘instinct’.
Tren gaya hidup itu pun mendapat sorotan dari Wakil Ketua Majelis Dakwah dan Pendidikan Islam (Madani) Ustadz Ainul Yaqin. Dalam pesannya dia menyebutkan firman Allah Subhanahu wa ta'ala;
وَلَا تَا۟يْـَٔسُوا۟ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ ۖ إِنَّهُۥ لَا يَا۟يْـَٔسُ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْقَوْمُ ٱلْكَٰفِرُونَ
"Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum kafir.(QS.Yusuf: 87)."
Berputus asa terhadap rahmat Allah adalah dosa besar atau menganggap pemberian Allah sebagai beban hidup, menambah masalah, anggaran, kebebasan pasangan, untuk tidak mempunyai anak adalah salah kaprah.
"Sesungguhnya dengan mempunyai anak berarti suatu pernikahan ada komitmen bersama di antara keduanya, untuk memelihara dan mengasuh anaknya kelak ke depan," ujarnya.
Orang yang tidak mau mempunyai anak, sebab merasa anak adalah beban adalah salah besar. Ingat tujuan menikah adalah membangun ikatan kuat dan kokoh. Yang kita kenal dengan ikatan kokoh saling menopang.
Dalam Islam, pernikahan disebutnya sebagai mitsaqan ghalidza atau "perjanjian agung" tidak main-main, walaupun akadnya di depan manusia tapi sesungguhnya Allah membersamanya. Gaya hidup seperti itu sama saja meremehkan rezeki Allah Subhanahu wa ta'ala.
.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta