YANGON, iNews.id - Kebiadaban diperontonkan oleh pasukan junta Myanmar dilaporkan membunuh 11 warga sebuah perkampungan dengan cara ditembak. Setelah itu mereka membakar jasad para korban dan membiarkannya.
Jasad korban ditemukan dalam kondisi hangus di Desa Ton Taw, Sagaing. Daerah tersebut merupakan wilayah pertempuran antara pasukan junta dengan milisi yang menentang kudeta mengulingkan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari.
Myanmar mengalami kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi. Sejak itu unjuk rasa menentang kudeta menyebar ke segala penjuru negeri. Bukan hanya itu, rakyat membentuk milisi bersenjata yang disebut Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) untuk melawan militer.
Rekaman video berisi mayat-mayat yang terbakar itu beredar di media sosial serta dipublikasikan beberapa media, termasuk Myanmar Now. B
Seorang relawan yang bertugas di daerah itu, meminta namanya tidak dipublikasikan mengatakan, pasukan junta memasuki Desa Don Taw pada Selasa (7/12/2021) pagi.
Para korban tewas ditemukan sekitar pukul 11.00 waktu setempat. "Pasukan itu secara brutal membunuh siapa saja yang bisa mereka temukan," kata relawan, seraya menambahkan belum diketahui apakah para korban anggota milisi atau warga sipil biasa, seperti dikutip dari Reuters, Rabu (8/12/2021). B
Kyaw Wunna, seorang anggota PDF di wilayah tersebut, mengatakan, pasukan tiba lalu menembakkan senjata. Warga yang ditahan dibawa ke sebuah lapangan dekat desa sebelum dibunuh. BACA JUGA: KTT ASEAN-China Akhirnya Digelar Tanpa Myanmar Seorang warga mengatakan, salah satu korban kebrutalan itu adalah Htet Ko, mahasiswa berusia 22 tahun, bukan anggota milisi serta tidak bersenjata.
"Ini tidak manusiawi. Saya merasakan sakit hati yang dalam," kata dia. Keterangan lebih eksterem disampaikan Dr Sasa, juru bicara pemerintah sipil bayangan Myanmar yang dibentuk setelah kudeta. Dia menyebut para korban dicambuk, disiksa, hingga akhirnya dibakar hidup-hidup. Dalam posting-an di media sosial Dr Sasa mengungkap identitas 11 korban, semuanya laki-laki, bahkan ada yang berusia 14 tahun.
"Serangan-serangan mengerikan ini menunjukkan bahwa militer tidak menghargai kesucian hidup manusia," katanya. Kelompok hak sipil Myanmar Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) menyatakan, lebih dari 1.300 warga sipil dibunuh pasukan keamanan sejak militer sejak kudeta.
Editor : EldeJoyosemito