JENEWA, iNewsPurwokerto.id - Penyakit cacar monyet diganti namanya menjadi mpox. Penyakit ini pertama kali ditemukan pada manusia pada 1970 di Republik Demokratik Kongo, dengan penyebaran di antara manusia sejak saat itu terutama terbatas pada negara-negara Afrika Barat dan Afrika Tengah tertentu.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengubah cacar monyet menjadi mpox dalam upaya untuk menghindari rasisme dan stigmatisasi yang berasal dari nama yang sebelumnya digunakan.
Namun, lonjakan infeksi cacar monyet telah dilaporkan di berbagai negara di luar Afrika sejak awal Mei, sebagian besar di antara pria yang berhubungan seks dengan pria lain.
PBB telah menyarankan membatasi jumlah pasangan seksual yang dimiliki seseorang untuk mengurangi risiko penularan. Sementara laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki kemungkinan besar akan terpengaruh, pejabat publik menekankan bahwa siapa pun dapat tertular cacar monyet.
Namun pada Mei, kasus penyakit yang menyebabkan demam, nyeri otot, dan lesi kulit seperti bisul yang besar, mulai menyebar dengan cepat ke seluruh dunia.
Dilansir dari Al Jazeera, disebutkan, WHO menyatakan penyebaran cacar monyet sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (PHEIC), tingkat kewaspadaan tertinggi organisasi kesehatan global, pada 23 Juli.
“Ketika wabah cacar monyet meluas awal tahun ini, bahasa rasis dan menstigmatisasi secara online, di lingkungan lain dan beberapa komunitas diamati dan dilaporkan ke WHO,” kata badan kesehatan PBB itu, Senin, (28/11/2022).
WHO meluncurkan proses konsultasi publik untuk menemukan nama baru untuk penyakit tersebut awal tahun ini dan menerima lebih dari 200 proposal.
Salah satu nema populer yang disarankan publik adalah "mpox" atau "Mpox", yang antara lain diajukan oleh organisasi kesehatan pria REZO. Direktur REZO mengatakan pada saat itu bahwa penghapusan kata monyet membantu orang menangani keadaan darurat kesehatan dengan serius.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta