get app
inews
Aa Text
Read Next : Jazz Gunung Slamet 2024 Berlangsung Meriah Meski Hujan dan Digelar di Tengah Hutan

BCF 2023, Pertemukan Budaya dari Belahan Dunia Berbeda, Tontonan Sekaligus Pemberdayaan 

Minggu, 15 Oktober 2023 | 10:52 WIB
header img
QRIS Jazz Gunung Slamet yang digelar di Wana Wisata Baturraden, (Foto: iNewsPurwokerto)

PURWOKERTO, iNewsPurwokerto.id-Bang QRIS, Banyumas Nganggo QRIS! Kata Marcell di sela performance pada etalase rumput basah di Wana Wisata Baturraden, Banyumas yang memiliki ketinggian sekitar 800 meter di atas permukaan laut (mdpl). 

Meski  pada Sabtu (14/10/2023) tidak ada dinginnya kabut putih yang merayap di antara pepohonan, namun pagelaran Jazz Gunung Slamet 2023 yang pertama kali diadakan tetap menjadi magnet para pecinta jazz. Marcell sengaja menyebut QRIS, karena event itu bagian dari Banyumas Creative Festival (BCF).

Penampilan Marcell yang dibalut dengan pakaian hitam-hitam, benar-benar intimate dengan penonton. Dia meninggalkan singgasana panggung untuk berinteraksi dengan kawula jazz yang hadir. Jelas saja, dengan musikalitasnya yang tak diragukan, Marcell mampu menciptakan vibes yang benar-benar mengasyikkan.

Lagu-lagunya dibawakannya seperti sigle anyar Kenangan Abadi, kemudian Semusim, Firasat dalan lainnya mampu membuat terlena sambil menikmati udara yang sejuk di alam terbuka.


Penampilan Marcell yang menghipnotis penonton

Tak hanya Marcell yang tampil apik, tetapi juga Tohpati and Friends feat Sandy Sandoro dengan membawa atmosfer jazz yang mempesona. Jelas saja para penonton ikut bergoyang-goyang mengikuti musik jazz yang seksi itu.

Sebelumnya juga ada kolaborasi yang tidak kalah keren. Mempertemukan dua budaya yang berbeda. Jazz yang lahir dari Amerika Serikat dengan Lengger yang merupakan budaya asli Banyumas. Apalagi, penari lenggernya adalah seorang maestro yang telah berkeliling dunia, Rianto.

Penampilan Rianto memukau karena dia juga intimate dengan penonton sehingga membuat suasana yang begitu dekat dan cair. “Baru kali ini saya berkolaborasi dengan iringan musik jazz. Sebelumnya musik eksperimental atau modern,”kata Rianto.

Saat Rianto menari lengger harus mensinkronisasi dengan musik yang dimainkan para musisi jazz. Bagi Rianto, itu adalah sebuah tantangan mempertemukan dua budaya dari belahan dunia yang berbeda. 

“Musik jazz ini sebenarnya sangat beragam dan menjadi tantangan baru bagi pegiat lengger. Khususnya bahwa lengger bisa dikombinasikan dengan musik apapun. Karena selama ini saya mencoba menggabungkan tubuh lengger ini ke dunia global,”katanya.


Penampilan Rianto, maestro lengger.

Meski baru kali pertama, konser Jazz Gunung Slamet 2023 telah mampu membawa atmosfer tersendiri bagi pecinta musik jazz Banyumas bahkan dari luar kota. Tidak sedikit yang mengaku terkejut dengan adanya gelaran itu karena banyak yang tidak tahu.

“Wah, kalau saya tahu, saya mudik ke Purwokerto. Saya baru tahu saat teman-teman mengunggah di instastory mereka. Semoga saja tahun depan masih tetap ada ya, sehingga akan banyak yang datang,”kata Alvin, seorang warga Purwokerto yang bekerja di Jakarta.

QRIS Jazz Gunung Slamet 2023 sejatinya tidak sebatas pagelaran musik jazz semata, melainkan juga mendorong pariwisata dan ekonomi kreatif di Banyumas. Ternyata mereka yang datang ke QRIS Jazz Gunung Slamet 2023 bukan saja berasal dari Banyumas dan sekitarnya, melainkan dari luar kota. Bahkan mereka yang kerap datang ke Jazz Gunung Bromo dan Ijen sengaja datang ke Baturraden untuk menikmati sensasi berbeda QRIS Jazz Gunung Slamet 2023.

“Saya sengaja datang dari Jakarta untuk menikmati Jazz Gunung Slamet 2023. Saya biasa menikmati jazz gunung di Bromo dan Ijen. Ternyata di sini asyik juga,”jelas Alex, salah seorang wisatawan dan penikmat musik dari Jakarta.

Gandeng UMKM

Penggarap Jazz Gunung Slamet 2023 Sigit Pramono yang juga sebagai perintis pagelaran jazz di ruang terbuka seperti di Bromo dan Ijen mengatakan bahwa jazz gunung tidak saja akan mendorong pariwisata, tetapi juga menggandeng pelaku ekonomi kreatif lokal. “Kami menggandeng pelaku UMKM lokal. Lihat saja yang menggarap desain bambu di panggung juga dari warga Kemutug Lor, Baturraden,”jelasnya.

Sama halnya yang dikatakan oleh Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Purwokerto Rony Hartawan bahwa QRIS Jazz Gunung Slamet 2023 bertujuan supaya destinasi wisata di Banyumas dapat naik kelas. 

Dia mengatakan QRIS Jazz Gunung Slamet 2023 terinspirasi telah melihat Dieng Culture Festival (DCF). “Saya berdiskusi dengan Bang Andy F Noya untuk bersama-sama mengadakan kegiatan seni budaya di Banyumas untuk menarik wisatawan. Kami membangun mimpi dengan sinergi untuk memberdayakan ekonomi, sehingga hasilnya bisa menjadi legacy,”ungkapnya.

Menurutnya, pemberdayaan ekonomi melalui pariwisata itu mempunyai efek bola salju atau snowball yang akan berdampak terhadap perkembangan akomodasi, kuliner, transportasi, ekonomi kreatif, dan sebagainya.

"Efek snowball yang kita kejar. Di wilayah kerja Bank Indonesia, sudah ada Dieng Culture Festival yang tahun kemarin sudah masuk Kharisma Event Nusantara (KEN). Di Banyumas belum ada event yang masuk dalam KEN. Inilah yang akan kita kerja ke depannya,”paparnya.


Latar belakang panggung yang dihiasi ornamen bambu.

Event ini juga mendorong UMKM serta sektor pariwisata, tetapi juga untuk mempromosikan ekonomi syariah. 

Jurnalis senior dan penasihat jazz gunung, Andy F Noya mengharapkan dengan acara Jazz Gunung Slamet ini dapat menjadikan Banyumas sebagai tujuan wisata yang tak kalah menarik dengan destinasi wisata lain seperti Yogyakarta, Bali, dan Labuan Bajo.

Andy menyatakan bahwa potensi ini sangat besar, dan yang dibutuhkan adalah upaya bersama agar Banyumas dapat berkembang lebih cepat sebagai tujuan wisata yang kompetitif dibandingkan dengan daerah lain.

Kepala Desa Kemutug Lor Sarwono mengatakan pagelaran BCF yang di dalamnya ada QRIS Jazz Gunung Slamet, melibatkan warga. “Warga membuat berbagai macam suvenir seperti gelang, kalung dan kerajinan bambu lainnya. Pagelaran ini juga melibatkan penuh Pokdarwis Sidamukti. Jadi pelibatan masyarakat semacam ini sangat baik untuk menunjang pemberdayaan ekonomi,”tandasnya.

Bahkan, karya seni bambu menjadi latar panggung utama juga merupakan buah tangan Mas Tutur, seorang warga Kemutug Lor. Tentu saja dia bahagia, karya seni bambunya menjadi saksi bisu bertemunya dua budaya yang berasal dari belahan dunia berbeda. 

Ada musik jazz yang lahir di Amerika Serikat dan Lengger dari budaya asli Banyumas. Sebuah kolaborasi yang memikat hati dan menjadi peta jalan pemberdayaan ekonomi. 
 

Editor : EldeJoyosemito

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut