JAKARTA, iNewsPurwokerto.id - Pusat Penguatan Karakter (Puspeka), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengajak masyarakat untuk lebih merangkul Penghayat Kepercayaan di Indonesia. Hal tersebut diungkapkan saat Webinar Forum Belajar Kebinekaan dengan tema “Kenal Lebih Dekat dengan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”, Sabtu (14/10) kemarin.
Dalam acara yang diselenggarakan secara daring dan luring ini, Kepala Puspeka, Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami menjelaskan jika Penghayat Kepercayaan adalah sebuah istilah untuk sekelompok orang atau individu yang memegang teguh pada kepercayaan leluhur bangsa Indonesia yang telah ada sejak zaman nenek moyang terdahulu.
“Hingga saat ini kepercayaan yang masih eksis adalah Kejawen, Sunda Wiwitan, Kaharingan, Parmalim, Marapu, Mappurondo, dan lainnya. Terdapat 178 organisasi kepercayaan dan diperkirakan lebih dari 12 juta penganutnya, namun yang baru terdaftar di Kementerian Dalam Negeri baru sebanyak 102 ribuan orang,” kata Rusprita dalam keterangannya, Minggu (15/10/2023).
Menurutnya, dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat 2 juga telah menjamin kebebasan setiap warga negara Indonesia untuk memeluk dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya. Hal itu bahkan dipertegas dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 yang juga berlaku bagi Penghayat Kepercayaan.
Sebagai bentuk komitmen dalam mencegah terjadinya intoleransi, Kemendikbudristek terus memberikan pemahaman secara masif tentang penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada masyarakat. Melalui upaya ini, Rusprita berharap dapat meruntuhkan prasangka terkait penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang masih kerap dicap dengan stigma negatif oleh sebagian oknum.
Kegiatan ini sendiri diharapkan bisa menjadi bahan edukasi, sehingga diskriminasi terhadap peserta didik Penghayat Kepercayaan tidak terjadi. Selain itu, para pemangku kepentingan dapat lebih maksimal memberikan layanan pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan YME bagi peserta didik penghayat kepercayaan.
“Kesadaran ini perlu dibangun bersama karena semua warga negara, apapun identitasnya berhak mendapatkan akses layanan pendidikan. Mari kita semua terus berkolaborasi dalam rangka menciptakan sekolah yang aman, nyaman, menyenangkan, serta bebas dari diskriminasi dan intoleransi,” tegas Rusprita.
Dalam kesempatan tersebut, Presidium Dewan Musyawarah Pusat Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (DMP MLKI) Bidang Pendidikan, Andri Hernandi menjelaskan tentang ajaran, ritual, salam, sarana peribadatan, sarana layanan pendidikan dan sosial, serta hal lain terkait Kepercayaan Terhadap Tuhan YME.
“Ritual Kepercayaan pada dasarnya praktik mendekatkan diri kepada Tuhan, mengikuti tradisi-tradisi dari masyarakat itu sendiri serta memiliki ciri khas dari adat istiadat dan budaya sendiri,” ucap Andri.
Ia menyebutkan bahwa banyak hal yang sudah dilakukan oleh MLKI dalam menyosialisasikan informasi yang berkaitan tentang kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
“Saat ini terdapat kurang lebih 12 juta penghayat kepercayaan, 178 organisasi pusat dan 1.000 organisasi cabang,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMAN 1 Bambang, Jasmilawati, menuturkan bahwa sekolahnya merupakan salah satu sekolah yang telah mengakomodasi peserta didik penghayat kepercayaan. Saat ini di sekolah tersebut sudah terdapat 35 orang alumni penghayat kepercayaan dan ada 24 peserta didik penghayat yang tengah mengenyam pendidikan.
Sebagai langkah kebijakan di sekolah, Jasmilawati lebih mengedepankan pendekatan perbedaan agama di lingkungan SMAN 1 Bambang. Seperti mengampanyekan toleransi beragama setiap apel pagi.
Ia bahkan menunjukkan sebagai seorang muslim dapat melayani peserta didiknya yang berbeda agama, di mana 70 persen peserta didik di SMAN 1 Bambang beragama Kristen, dan 30 persen lainnya adalah penghayat Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
“Kami juga selalu mendorong peserta didiknya dapat saling membantu dan berkolaborasi meskipun berlatar belakang agama dan suku yang berbeda," katanya.
Editor : Arbi Anugrah