JAKARTA, iNewsPurwokerto.id - Kenapa Gaza sulit dikuasai Israel? Pertanyaan ini sering muncul ketika konflik Israel-Hamas pecah, terutama sejak serangan 7 Oktober 2023. Pembahasan mengenai Jalur Gaza tak bisa lepas dari penguasanya, yaitu Hamas.
Hamas menguasai Gaza setahun setelah memenangkan pemilu Palestina pada 2006. Gerakan ini juga mengusir Fatah yang dipimpin Mahmoud Abbas, yang kini menguasai Tepi Barat.
Israel pernah menduduki Gaza, tetapi hanya bertahan hingga 2005 setelah meletusnya Intifada. Penduduk Gaza melawan tentara Zionis dan pemukim Yahudi ilegal dengan berbagai aksi, termasuk bom bunuh diri.
Israel merespons dengan serangan udara, penembakan, dan penghancuran bangunan, termasuk serangan terhadap bandara Gaza yang baru dibangun pada 1998. Bandara ini merupakan harapan bagi ekonomi Gaza.
Israel juga membatasi area penangkapan ikan untuk nelayan Gaza, yang mengancam ekonomi penduduknya. Pada Agustus 2005, Israel menarik seluruh pasukan dan warga Yahudi dari Gaza serta mengisolasi wilayah tersebut dengan tembok dan pagar pembatas.
Sejak Gaza diblokade pada 2007, Hamas dan kelompok perlawanan lainnya, seperti Jihad Islam, terus melawan Israel. Hamas memperjuangkan kemerdekaan Palestina dengan senjata, sedangkan Fatah lebih mengutamakan diplomasi.
Dukungan warga Gaza terhadap Hamas sangat kuat, dengan banyak yang bergabung dengan sayap militer Hamas, Brigade Izzuddin Al Qassam.
Hamas kini dianggap lebih dari sekadar organisasi; ia telah menjadi ide dan sistem. Menurut Ralph Goff dari CIA, serangan Israel selama 10 bulan hanya melemahkan Hamas, tetapi tidak menghancurkannya. Joseph L. Votel dari Angkatan Darat AS berpendapat bahwa Israel tidak akan bisa membebaskan sandera di Gaza tanpa negosiasi, karena sistem organisasi Hamas sudah teruji.
Wakil Menteri Luar Negeri AS, Kurt Campbell, juga meragukan kemungkinan kemenangan total Israel di Gaza dan membandingkannya dengan perang di Afghanistan pasca 9/11. Menurutnya, solusi politik diperlukan untuk menyelesaikan konflik dengan Hamas, bukan perang semata.
Hamas terus melakukan perlawanan dengan serangan yang terus-menerus, memaksa pasukan Israel berpindah-pindah lokasi. Meski menghadapi serangan hebat, para pejuang Hamas masih mampu meluncurkan roket ke Tel Aviv.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tetap bersikeras bahwa Hamas bisa dikalahkan, meskipun banyak pengamat menganggap kebijakan ini membawa Israel ke perang tanpa akhir.
Ketegangan internal pemerintahan Israel juga meningkat, termasuk dengan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, yang meminta penjelasan tentang arah perang dan militer Israel yang berusaha membebaskan sandera sejak 7 Oktober. Oposisi dan warga Israel mendesak pemilu dipercepat untuk mengganti Netanyahu dan kabinetnya.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta