BANYUMAS, iNewsPurwokerto.id – Orang tua yang dikaruniai seorang anak pastilah akan merasa senang. Apalagi anak pertama yang digadang-gadang untuk menjadi pewaris kehidupannya kelak dikemudian hari. Untuk mengungkapkan rasa bahagia inilah, kedua orang tua akan melakukan tradisi tasyakuran mitoni atau selamatan tujuh bulanan.
Seperti yang dilakukan pasangan Solihin dan Isti Cahya Maharani warga Desa Tipar Kidul, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas ini. Sebagai bentuk rasa syukur, Solihin dan Isti mengadakan acara tasyakuran kehamilan mitoni tujuh bulanan pada Senin wage, (27/1) lalu.
Tradisi mitoni adalah upacara adat Jawa yang dilakukan untuk merayakan kehamilan ibu yang berusia tujuh bulan. Tujuannya adalah untuk mendoakan keselamatan ibu dan bayi, serta kelancaran proses persalinan.
Puluhan Warga Berebut Uang Koin dan Belut Hidup, Beginilah Tradisi Mitoni di Banyumas. Foto: Saladin Ayyubi/ iNews.id
Mitoni sendiri diambil dari bahasa Jawa yaitu Pitu atau dalam arti Bahasa Indonesia adalah Tujuh. Prosesi Mitoni dibagi menjadi beberapa bagian atau tahapan yaitu doa dan tahlil, brojolan, mandi jamas, mengganti kain tujuh kali, membelah kelapa gading, menjual rujak pada tamu, melempar uang koin hingga melempar belut hidup.
Upacara ini semua mengandung makna dan harapan agar kelak sang anak mendapat banyak rezeki dan juga bagi kedua orangtuanya. Upacara mitoni ini juga bisa menjadi representasi dari ungkapan terima kasih kepada Allah SWT, salah satunya dengan menjalani sedekah kepada tetangga, kerabat dan sahabat.
Menurut Diah Rapitasari atau Pepy (40) yang merupakan salah satu keluarga dari Solihin dan Isti mengatakan, dalam acara syukuran ini juga para tamu undangan akan melantunkan doa-doa dan kalimat baik yang ditujukan pada janin. Beberapa tujuan dari doa ini agar janin yang ada di kandungan diberi ruh yang baik dan juga rupa tubuh yang sempurna. Juga memohon kepada Allah SWT agar sang janin diberi takdir-takdir yang baik pula.
“Doa dan tahlil dari para bapak-bapak disini tentunya agar membawa haraoan baik untuk ponakan saya kelak. Acara ini juga diikuti dengan kegiatan makan bersama yang merupakan bagian dari sedekah orang tua janin. Sebagaimana sedekah merupakan amalan yang melapangkan rezeki,” Ujar Pepy yang juga Camat Gumelar kepada wartawan, Kamis (30/1/2025).
Solihin dan Isti Cahya Maharani mengucapkan rasa terimakasih pada semua yang hadir, baik kerabat, tetangga dan teman-teman. Mereka berharap, tasyakuran tradisi mitoni tujuh bulanan ini akan membawa kebaikan bagi bayi dan orang tuanya serta keberkahan hidup baginya.
“Ini adalah bentuk rasa syukur kami atas karunia yang diberikan Alloh dengan usia 7 bulan kehamilan pada anak kami. Semoga ini membawa kebaikan bagi bayi dan orang tua bayi,” ujar Solihin dan Isti.
Keunikan acara tradisi mitoni tujuh bulanan ini adalah berkumpulnya puluhan warga sejak acara doa dan tahlil sedang dilakukan. Warga berkumpul tak jauh dari acara tahlil dan doa untuk menunggu acara “inti” yaitu disebarnya uang koin dan belut hidup.
Usia doa dan tahlil, puluhan warga selanjutnya menunggu acara tumpengan dari para tamu undangan yang selesai berdoa. Nah saat acara makan tumpeng inilah, puluhan warga mulai bergerak ke halaman rumah untuk bersiap berebut uang koin dan belut hidup.
Uang koin kemudian dilempar oleh Isti yang sedang hamil dan kerabatnya. Sebanyak dua toples berisi uang koin lima ratusan dan seribuan ini, dilempar dan langsung menjadi rebutan warga yang sudah menantinya. Mereka yang berebut tidak pandang usia. Ada anak-anak, remaja, dewasa bahkan hingga orang tua. Mereka Nampak senang karena uang yang dilempar cukup banyak dan berkali-kali.
Setelah berebut uang koin, selanjutnya pihak keluarga melempar belut dari dalam ember ketengah kerumunan warga. Belut inipun ludes menjadi rebutan dalam sekejap.
Menurut Ciptaning Dasyandani (44) salah satu saudara sepupu yang juga warga Tipar Kidul mengatakan, tradisi menyebar uang dan belut merupakan symbol kebaikan kelancaran rejeki.
“Dengan berbagi sedekah menyebar uang merupakan harapan agar kelak anak membawa rejeki bagi keluarganya dan dirinya. Sementara menyebar belut merupakan symbol agar kelak anak lincah dalam encari rejeki dan menjadi pekerja keras dalam mencari nafkah,” ujar Ciptaning pada wartawan.
Sementara tradisi lain yaitu memasukkan dua kelapa gading yang sudah dilukis tokoh wayang pria dan wanita tampan dan cantik. Tokoh wayang ini biasanya digambarkan sebagai Arjuna dan Dewi Sumbadra atau Rama dan Shinta. Kelapa gading selanjutnya dimasukan ke dalam kain sarung yang dipakai ibu hamil dan di brojolkan atau dijatuhkan keluar kain sarung. Hal ini sebagai simbol agar si bayi yang tampan atau cantik nanti lahir dengan “gangsar” atau lancar dan sehat.
Tradisi mitoni tujuh bulanan ini sendiri dilakukan setelah tradisi empat bulanan dilakukan. Tradisi yang sudah hampir jarang dilakukan masyarakat terutama di kota-kota, namun tradisi ini justru masih menjadi budaya yang dipegang erat warga Desa Tipar Kidul. Selain sebagai tradisi turun temurun, mitoni 7 bulanan justru yang utama adalah wujud rasa syukur dan doa yang panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas karunia anak yang dititipkan melalui orang tua sang jabang bayi yang akan lahir ke dunia.
Editor : Arbi Anugrah