Kisah Gatot Subroto, Jenderal dari Sumpiuh Banyumas yang Punya Peran Penting dalam Sejarah Bangsa

PURWOKERTO, iNewsPurwokerto.id-Dari sebuah desa kecil di Sumpiuh, Kabupaten Banyumas, lahir seorang tokoh militer yang kelak memainkan peran penting dalam perjalanan sejarah Indonesia.
Dialah Jenderal TNI Gatot Soebroto, pahlawan nasional yang dikenal karena keberanian, ketegasan, dan kedekatannya dengan rakyat kecil.
Gatot Soebroto dilahirkan pada 10 Oktober 1907. Setelah menamatkan pendidikan dasar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), ia memilih jalur karier sebagai pegawai, namun tak lama kemudian memutuskan bergabung dengan dunia militer.
Tahun 1923, ia diterima di sekolah militer KNIL di Magelang, menandai awal pengabdiannya di dunia kemiliteran.
Pengalamannya sebagai sersan kelas II di Padang Panjang dan kemudian mengikuti pendidikan lanjutan di Sukabumi membentuk karakter Gatot sebagai prajurit yang peka terhadap nasib rakyat.
Meski menjadi bagian dari pasukan kolonial Belanda dan Jepang, ia kerap menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat kecil — sikap yang tak jarang membuatnya ditegur atasan.
Karier militernya kian menanjak ketika ia mengikuti pelatihan militer PETA di bawah pendudukan Jepang.
Dari sana, ia diangkat menjadi komandan kompi di Banyumas dan kemudian komandan batalyon.
Pasca-kemerdekaan, Gatot bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan menduduki berbagai posisi penting, termasuk Panglima Divisi II dan Gubernur Militer Surakarta.
Keberaniannya diuji dalam berbagai peristiwa penting, salah satunya adalah saat memimpin operasi penumpasan pemberontakan PKI dalam Peristiwa Madiun tahun 1948.
Sebagai Gubernur Militer Wilayah II (Semarang-Surakarta), Gatot memimpin operasi militer bersama Divisi Siliwangi dan pasukan lain hingga berhasil merebut kembali Madiun. Ia bahkan menjadi penentu dalam eksekusi tokoh kiri seperti Amir Syarifuddin.
Tak hanya di Jawa, kiprah Gatot juga mewarnai operasi militer di Sulawesi Selatan, kala ia dipercaya menumpas pemberontakan Kahar Muzakar.
Keberhasilan itu membuatnya diangkat menjadi Panglima T&T IV Diponegoro. Ia dikenal sebagai pemimpin yang disiplin, berani, dan selalu berpihak pada kaum tertindas.
Namun, kariernya sempat mengalami guncangan. Ketika dituduh sebagai dalang kerusuhan Istana pada 1953, Gatot memilih mundur dari militer.
Ia kembali aktif pada 1956 sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Darat dan turut terlibat dalam operasi militer melawan pemberontakan PRRI/Permesta.
Gatot Soebroto juga tercatat sebagai pemikir strategis militer. Ia menggagas pentingnya akademi militer terpadu bagi ketiga matra, yang kemudian melahirkan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia pada 1965.
Sosok besar asal Sumpiuh itu wafat di Jakarta pada 11 Juni 1962 dalam usia 54 tahun dan dimakamkan di Mulyoharjo, Ungaran, Jawa Tengah.
Seminggu setelah kepergiannya, pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional melalui Keppres No. 283 Tahun 1962.
Namanya kini diabadikan sebagai salah satu jalan protokol di Jakarta dan sejumlah kota lainnya.
Gatot Soebroto bukan sekadar nama dalam buku sejarah, melainkan simbol dari keberanian, integritas, dan dedikasi tanpa batas — dari tanah Banyumas untuk Indonesia.
Editor : EldeJoyosemito