PURWOKERTO, iNews.id - Tak jauh dari pusat pemerintahan daerah Kabupaten Banyumas, sebuah bangunan dengan arsitektur kuno masih berdiri dengan kokohnya di tengah jalan. Terletak tepat di tengah simpang tiga Jalan Ragasemangsang, Kelurahan Sokanegara, Kecamatan Purwokerto Timur, Banyumas, Jawa Tengah sebuah bangunan berukuran 1,5x2 meter yang dipercayai oleh banyak orang sebagai makam, dan tidak berubah dari waktu ke waktu. Tidak ada yang tahu persis siapa orang yang dimakamkan di sana, yang jelas orang-orang meyakini bahwa itu adalah sebuah makam.
Kabag Humas Protokol Pimpinan Kabupaten Banyumas, Deskart Sotyo Djatmiko yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bidang Kebudayaan Dinporabudpar Kabupaten Banyumas mengatakan setidaknya ada dua hal yang bisa menjadi acuan untuk menelisik sejarah terkait makam tersebut, yakni secara teknis dan secara mitologi atau berdasarkan cerita yang beredar di masyakarat luas.
Secara teknis, sebelum bangunan kantor pemerintahan Kabupaten Banyumas berdiri, terdapat kawasan makam yang terbentang dari Pasar Pekih hingga lokasi makam Ragasmangsang berada. Kompleks pemakaman tersebut bernama Makam Kendang Gemulung. Setidaknya, sampai saat ini masih terdapat 8 makam yang masih ada di dalam Kantor Kabupaten.
"Memang di (kantor) kabupaten ini ada sejumlah makam. Ada makam yang masih ada kijingnya. Di ruang arsip ada 6, di gedung pusaka ada 1, di belakang ada 1. Jadi, kabupaten ini dibangun di atas makam, namanya makam Kendang Gemulung yang luasnya mulai pasar Pekih sampai ke sini. Kalo dijumlah luasnya bisa sekitar 2 hektare. Kabupaten ini kan sekitar 1 hektare lebih. Kalo di sana Kendang Gemulung dan sini juga Kendang Gemlung berarti kan nyambung," ujar Deskart kepada iNews Purwokerto, Selasa (22/3) lalu.
Deskart juga menuturkan bahwa pada zaman dulu tanah makam maupun bekas candi dipercaya memiliki kewibawaan tersendiri sehingga di atasnya kerap dibangun pusat-pusat pemerintahan.
"Zaman dulu, orang kalo bangun pusat-pusat pemerintahan untuk kewibawaan itu kalo nggak di atas candi ya di atas kuburan," lanjutnya.
Di sisi lain, makam Ragasemangsang secara teknis termasuk dalam kawasan kompleks pemakaman Kendang Gemulung. Letaknya yang berada di tengah jalan merupakan akibat dari susunan arsitektur bangunan. Sebelumnya, pada masa pembangunan kantor Kabupaten tepatnya sekitar tahun 1930-an, makam Ragasmangsang dan sejumlah makam lain tidak berkenan untuk dipindahkan. Hal itu terkuak melalui tata cara ritual yang bersifat metafisik atau supranatural.
"Makam Ragasmangsang ada di sana itu bisa menurut cerita atau menurut teknis. Kalau menurut teknis, dulu ketika kijing-kijing masih ada di halaman, itu mau dibersihkan, ada yang melakukan ritual 'tapa wuda' (berkeliling tanpa berbusana) malam-malam. Itu memang ada beberapa makam yang tidak mau digusur. Kalo secara teknis seperti itu, bisa jadi makam Ragasmangsang masuk dalam makam Kendang Gemulung tapi karena arsitektur pembangunan makam itu ada di luar," kata Deskart yang juga memiliki perhatian pada kebudayaan lokal.
Versi lain mengenai makam tersebut datang dari budaya lisan masyarakat lokal yang diceritakan dari mulut ke mulut hingga beberapa generasi. Menurut cerita yang beredar, pada zaman dahulu ada sebuah pertarungan antara dua orang sakti, yakni Kyai Pekih dan Ragasmangsang. Makam tersbut dipercaya sebagai makam dari Ragasemangsang.
"Secara mitologi cerita yang beredar, itu ada cerita tentang Kyai Pekih. Pertarungan tokoh wilayah antara Kyai Pekih bertarung dengan Ragasmangsang. Ragasmangsang tidak bisa dilukai, dia kalo kena tanah hidup lagi (Aji Pancasona) sehingga tubuhnya tidak menyentuh tanah atau harus digantung di pohon," ujar Deskart.
Selain cerita tentang pertarungan dua orang sakti tersebut, beredar pula cerita tentang adanya jasad yang tersangkut di pohon (dalam bahasa Jawa, 'Raga' itu berarti tubuh, 'Temangsang' itu berarti tersangkut, jadi Ragasmangsang adalah tubuh yang tersangkut) .
"Tapi juga ada dulu, cerita tentang adanya orang jatuh dari pesawat terbang, terus cemantel di pohon, dan dikubur di situ," tambahnya.
Versi cerita lain lagi datang dari Ketua RT 3 RW 5 Sokanegara Suwito (76). Ia mengatakan bahwa makam Ragasmangsang dipercaya sebagai makam dari seorang pejuang yang tidak diketahui nama dan tahun keberadaannya.
"Sebagai pejuang, ketua perjuanganlah, kemungkinan jaman sekarang seperti komandan," ujarnya saat ditemui di kediamannya.
Suwito juga menceritakan terkait makam tersebut yang enggan untuk dipindahkan. Ia bercerita bahwa dulu makam tersebut hendak dipindahkan untuk pelebaran jalan, namun terjadi hal-hal di luar nalar yang dialami ketika hendak memindahkannya.
"Waktu Pak Mardjoko jadi bupati, makam itu mau dipindah supaya gak menghalangi jalan. Cuman makam itu nggak mau dipindah, ketika dipaksakan ada yang ambruk (pingsan). Terus ada yang mimpi kalo katanya (makam teraebut) minta kepala kambing," tuturnya.
Fakta lain terkait makam tersebut adalah banyak orang dari luar Banyumas berdatangan ke makam tersebut untuk berziarah. Hingga ada pula yang mendapat wangsit atau petunjuk agar datang ke makam tersebut.
"Cuman orang-orang di luar Purwokerto yang banyak datang ke sana, ada yang dari Tasikmalaya, Cirebon, Pekalongan, malah ada yang dari Sumatera. Ceritanya dia disuruh ke Banyumas menanyakan sebuah makam di sana. Terus ketemu sama ketua RT yang dulu, setelah keluar dari makam, dia kasih uang buat bikin slametan untuk orang sini. Jauh-jauh dari Sumatera karena ada petunjuk," tambahnya.
Keanehan lain juga dirasakan oleh Suwito selama berjualan di dekat makam tersebut. Sudah puluhan ia berjualan di sana dan meski jalanan ramai, tidak pernah ia melihat kecelakaan yang terjadi.
"Di sana mas, anehnya lagi, biar pun jalan di sana ramai, tidak pernah terjadi kecelakaan. Pada suatu ketika, ada dua motor dari arah utara. Itu sama2 motor bebek, yang satu dari arah kiri mau ke kanan tanpa riting, mendadak. Motor satunya ngerem ciiitttt, berhenti persis di temboknya. Aneh tapi nyata," tukasnya.
Terlepas dari berbagai versi cerita yang banyak bermunculan terkait makam tersebut, sangat disayangkan apabila sejarahnya menguap begitu saja. Perlu adanya sebuah tindakan untuk menelisik lebih lanjut terkait latar belakang keberadaan makam tersebut terutama melalui dokumen-dokumen sejarah maupun artefak-artefak yang bisa menjadi petunjuk terkait keberadaan makam tersebut. Terlebih lagi cerita-cerita tersebut merupakan bagian dari warisan leluhur yang diberikan turun-temurun.
Editor : Arbi Anugrah