Kisah 120 Warga Kebumen yang Selama Hidup Bergantung pada Transfusi Darah

KEBUMEN, iNewsPurwokerto.id-Sebanyak 120 warga di Kabupaten Kebumen harus menjalani hidup dengan ketergantungan penuh terhadap transfusi darah akibat thalasemia, penyakit kelainan darah bawaan yang mereka derita sejak lahir.
Dalam rangka memperingati Hari Thalasemia Sedunia 2025, Perhimpunan Orang Tua Penderita Thalasemia Indonesia (POPTI) Kebumen mengadakan seminar dan talkshow di Pendopo Kabumian, Kamis (15/5/2025).
Mengusung tema "Bersama untuk Thalasemia", kegiatan ini dihadiri oleh Bupati Kebumen Lilis Nuryani, Kepala Dinkes PPKB dr. Iwan Danardono, Anggota Komisi E DPRD Jateng Faiz Alauddien Reza Mardhika, serta para narasumber dari kalangan dokter dan psikolog. Hadir pula para penyintas thalasemia bersama orang tua mereka.
Thalasemia merupakan kelainan genetik yang menyebabkan tubuh memproduksi hemoglobin secara tidak normal, sehingga pasien kerap mengalami kekurangan darah. Kondisi ini membuat para penyintas harus menjalani transfusi darah secara berkala, antara dua minggu hingga satu bulan sekali, sepanjang hidup mereka.
Ketua POPTI Kebumen, Dwiyono Kurniawan, menjelaskan bahwa para penyintas thalasemia di Kebumen memerlukan perhatian khusus karena mereka tidak bisa bertahan tanpa transfusi darah rutin dan konsumsi obat.
“Kalau tidak ditransfusi, mereka akan lemas karena kekurangan hemoglobin. Ini bukan penyakit menular, tapi keturunan. Harus transfusi seumur hidup,” ujar Dwiyono.
Ia menegaskan bahwa jika tidak ditangani dengan benar, thalasemia dapat menimbulkan komplikasi serius seperti gangguan jantung, kerusakan hati, keterlambatan pertumbuhan, bahkan kematian.
Melalui kegiatan ini, Dwiyono berharap pemerintah dapat memberikan dukungan nyata, baik dalam bentuk kemudahan layanan kesehatan, maupun peningkatan edukasi kepada masyarakat agar kasus thalasemia bisa dicegah sejak dini.
Dalam sambutannya, Bupati Kebumen Lilis Nuryani menyampaikan bahwa penanganan thalasemia tak cukup hanya dengan pendekatan medis. Ia menekankan pentingnya aspek sosial, emosional, dan edukasi dalam upaya penanggulangan penyakit ini.
“Jumlah penyintas di Kebumen cukup tinggi. Maka saya minta agar skrining pranikah terus disosialisasikan. Jangan sampai dua orang yang sama-sama punya risiko menikah tanpa tahu. Risiko itu bisa menurun ke anak-anak mereka,” ujar Bupati.
Ia juga menyampaikan pesan semangat kepada para penyintas dan keluarganya agar tidak merasa sendiri dalam perjuangan ini.
“Dengan pendampingan yang tepat, pola hidup sehat, dan semangat yang terus menyala, kalian bisa tumbuh, belajar, dan berkarya seperti siapa pun juga,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Bupati bersyukur karena seluruh biaya pengobatan bagi penyandang thalasemia kini sudah dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan, termasuk transfusi darah dan obat-obatan penunjang.
Salah satu orang tua penyintas, Siti Hariyati, membagikan kisah perjuangan anaknya yang mengidap thalasemia sejak usia tujuh bulan. Kini, sang anak yang duduk di bangku SMP, rutin menjalani transfusi darah setiap dua minggu sekali di RSUD Dr. Soedirman (RSDS) Kebumen.
“Kalau tidak transfusi, anak saya lemas. Sudah seperti harus dicas setiap dua minggu,” ujar warga Desa Sawangan, Kecamatan Kuwarasan ini.
Selain transfusi, anaknya juga harus mengonsumsi obat setiap hari dan menjaga pola makan, termasuk membatasi makanan yang mengandung zat besi tinggi.
“Kalau tidak minum obat, perutnya bisa membesar. Kita juga diminta menghindari makanan tinggi zat besi,” tuturnya.
Siti berharap agar pemerintah lebih memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan para penyintas thalasemia serta keluarga mereka, yang harus berjuang dalam jangka panjang menghadapi kondisi ini.
Editor : EldeJoyosemito