DPRD Jateng Kawal Pendidikan Anak, Hingga Juli Ada 15 Ribu Siswa Kembali Sekolah

Mengutip buku Penanganan Anak Putus Sekolah – Perspektif Pekerjaan Sosial karya Siti Solechah, Setya menekankan pentingnya peran pekerja sosial dalam penanganan ATS. Menurutnya, mengatasi putus sekolah bukan hanya soal membangun sekolah, tetapi menyentuh akar persoalan di keluarga.
“Pendampingan sosial, penguatan peran orang tua, serta advokasi individual adalah bagian tak terpisahkan dari solusi,” ungkapnya.
Di era digital, validitas dan integrasi data menjadi kunci. DPRD mendesak percepatan digitalisasi data ATS di seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah. Melalui sistem berbasis desa dan sekolah, identifikasi anak putus sekolah bisa dilakukan lebih cepat dan akurat.
“Kolaborasi antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat sipil harus dibangun secara inklusif. Tak boleh ada data yang tertinggal,” tambahnya.
DPRD Jawa Tengah juga mengawal anggaran pendidikan yang inklusif, termasuk untuk beasiswa Kartu Indonesia Pintar Daerah, subsidi program kejar paket, hingga insentif bagi lembaga-lembaga pendidikan alternatif.
Kepada seluruh elemen masyarakat, Setya mengajak membentuk Gerakan Jateng Sekolah Lagi sebagai aksi kolektif membangun masa depan.
“Jawa Tengah tidak akan pernah besar jika membiarkan satu anak pun tertinggal. Mari kita bergerak bersama—dari desa, dari lorong, dari rumah ke rumah,” pungkasnya.
Editor : EldeJoyosemito