Menjaga Napas Pesisir Kutawaru, Cerita Perjuangan Kelompok Sida Asih dalam Konservasi Mangrove
Melalui program “masdarling” (masyarakat sadar lingkungan), Sida Asih mengajarkan pentingnya menjaga laut dan hutan mangrove sebagai benteng terakhir melawan perubahan iklim. Mereka yakin, jika generasi muda memahami nilai ekologis ini, maka semangat konservasi akan tetap hidup.
"Masalah penghijauan ini nanti untuk menanggulangi hawa panas yang luar biasa di tahun 2050, mungkin dengan cara penghijauan. Nggak 100 persen, tapi 50 persen lumayan. Apalagi masalah karbon. Kalau kita bisa menanam, satu hektare saja, itu katanya peneliti bisa menyerap 4.500 sekian ton karbon. Itu kan luar biasa," ucapnya menjelaskan.
Kini, kawasan konservasi Simanja bukan hanya menjadi benteng pesisir selatan dari abrasi, tetapi juga simbol kemandirian dari masyarakat pesisir. Dari tangan-tangan sederhana para petani dan nelayan, lahirlah ekowisata berbasis konservasi yang dapat memberi manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Seperti dikatakan Naswan di akhir perbincangan, “Kalau kita menanam satu pohon saja, itu secara tidak langsung kita mewariskan (kehidupan) bagi anak cucu kita yang belum lahir.”
Dan dari Kutawaru, harapan itu tumbuh, bersama akar-akar mangrove yang menancap kuat menahan gelombang, sekaligus menjaga kehidupan di sekitarnya.
Meski demikian, konservasi ini tidak akan dapat berjalan sejauh ini tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Di mana sejak tahun 2016, Pertamina Patra Niaga Integrated Terminal Cilacap telah menjadi mitra utama melalui program CSR Simanja (Konservasi Mangrove Jagapati).
Menurut Taufiq Kurniawan, Area Manager Communication, Relations, dan CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Tengah & DIY, program Simanja dirancang untuk menciptakan masyarakat mandiri dalam waktu maksimal lima tahun.
“Program ini sudah kami kembangkan dari pembibitan, budidaya, hingga pemanfaatan hasil olahan mangrove. Kini mereka sudah mandiri, bahkan sudah bisa berprakarsa atau memprakarsai kerjasama dengan hotel dan lembaga lain untuk menambah pemasukan bagi kelompok dan mengembangkan ekowisata,” ujar Taufiq.
Pertamina, lanjutnya, telah menanamkan investasi sekitar Rp1,2 miliar selama lima tahun, dan hasilnya kini telah memberi Social Return on Investment (SROI) sebesar 1,27 kali lipat, atau setara dengan nilai sosial sekitar Rp1,6 miliar.
Selain ekonomi, program ini juga mendukung target net zero emission dan pelestarian ekosistem laut. Pertamina bahkan meluncurkan inovasi digital simanja.id, sebuah platform berbasis virtual reality yang memungkinkan masyarakat menanam mangrove secara daring.
“Dengan simanja.id, siapa pun bisa menanam mangrove dari jarak jauh dan memantau lokasinya lewat geotagging. Ini bukti bahwa konservasi bisa dikolaborasikan dengan teknologi hijau,” jelas Taufiq.
Editor : Arbi Anugrah