Kisah Anak Pedagang, Yang Sukses Dirikan PT Astra Internasional 

Viola Triamanda
Gedung Astra Internasional. (Foto istimewa)

PURWOKERTO, iNewsPurwokerto.id- Jika kunci kesuksesan adalah privilese, maka Astra Internasional menolaknya. Banyak yang sering mengaitkan kesuksesan hanya karena seseorang memiliki privilese lebih. Kenyataannya, orang di balik Astra Internasional membantah kunci kesuksesan hanya dari privilese.

Astra Internasional sebagai perusahaan otomotif terbesar di Indonesia berhasil meraih kesuksesannya karena sosok di baliknya, William Soeryadjaya. Namun, jangan pernah membayangkan ia seorang anak konglomerat.

Sebab, William Soeryadjaya hanya seorang anak pedagang di Majalengka. Ia harus bekerja keras demi capaiannya saat ini. Memang bukan hal yang mudah untuk mencapai kesuksesan, William bahkan harus berjuang tanpa dukungan keluarga. Sejak usia 12 tahun, William sudah kehilangan kedua orangtuanya. Dan dipercaya atau tidak, ia terpaksa putus sekolah 7 tahun setelah kepergian orangtuanya.

Hal ini yang membuat William berpikir untuk meniti kariernya sendiri mulai dengan menjual kertas di Cirebon. Penghasilan yang tidak seberapa, membuatnya kembali memutar otak dan menambah dengan menjual benang tenun di Majalaya.

Dilansir dari iNews.id, William pernah melakoni berbagai pekerjaan tanpa putus asa atau pun malu demi bertahan hidup. Ia bahkan juga sempat berdagang hasil bumi seperti minyak, kacang, beras, dan gula.

Pria yang gemar berdagang sejak kecil ini ternyata juga ahli dalam mengelola keuangan. Hasil kerja kerasnya berdagang tidak pernah langsung habis. Selain untuk membantu saudara, ia pun sisihkan uangnya untuk modal melanjutkan pendidikannya di luar negeri.

Kerja keras dan kedisiplinannya menabung, membuatnya berhasil melanjutkan studinya di Middlebare Vakschool V/d Leder & Schoen Industrie Waalwijk, Belanda, sebuah sekolah industri yang mengajarkan penyamakan kulit atau proses pembuatan suatu barang dari kulit.

Sekitar tahun 1994 William kembali membawa ilmu yang telah ia dapatkan dari Belanda. Dan mendirikan industri penyamakan kulit yang saat itu kepengurusan diserahkan kepada seorang karyawan. 

Tiga tahun kemudian, ia telah berhasil membangun CV Sanggabuana yang bergerak di bidang perdagangan dan ekspor impor. Pria pekerja keras ini sangat percaya kepada rekan bisnis, hingga mengalami kerugian karena ditipu rekan kerjanya sendiri.

Namun memang William sosok yang tidak kenal menyerah, ia kembali bangun dari keterpukan dan belajar dari pengalaman buruknya. Sekitar lima tahun kemudian bersama sang adik, Tjia Kian Tie dan kawannya, Lim Peng Hong mencoba untuk mendirikan PT Astra International. Bisnis ini awalnya hanya bergerak dalam pemasaran minuman ringan merek Prem Club, karena sukses, William berekspansi dengan mengekspor hasil bumi. 

Hingga perusahaan yang dipimpinnya terus semakin berkembang, Astra pun memperluas usahanya ke sektor otomotif, peralatan berat, peralatan kantor, perkayuan, dan sebagainya. 

Menurutnya, keberhasilan Astra tidak terlepas berkat ada kebijaksanaan Pemerintah Orde Baru, yang memberi angin sejuk kepada dunia usaha untuk berkembang. Salah satu contohnya tahun 1968-1969, Astra diperkenankan memasok 800 kendaraan truk merek Chevrolet.

Kebetulan, saat itu pemerintah sedang mengadakan program rehabilitasi besar-besaran. Saking banyaknya yang membutuhkan, kendaraan truk itu laris bak pisang goreng. Apalagi, ketika itu terjadi kenaikan kurs dolar, dari Rp141 menjadi Rp378 per dolar AS. Hal inilah yang membuat bisnisnya semakin melejit hingga William berpikir untuk memproduksi sendiri produk sebelum dijual ke masyarakat luas. 

Bisnis memang tidak selalu berjalan lancar, William kembali melewati masa sulit saat harus menjual seluruh sahamnya untuk memenuhi kewajiban pembayaran ke Bank Summa. Di bank ini William mengantongi 60 persen saham yang dibagi rata dengan Edward, anaknya. 

Edward yang terlalu royal dan kurang berhati-hati dalam menjalankan roda usaha perbankan itu di tahun 1992 dilanda utang yang begitu besar. Membuat William harus melepaskan usaha tersebut demi melunasinya.

Yang tidak kalah penting, pria yang wafat tahun 2010 ini juga sangat peduli dengan dunia pendidikan. Ia bahkan merelakan tanah di Cilandak, Jakarta Selatan terjual dengan harga miring untuk pembangunan gedung Institut Prasetya Mulya. 

Editor : Alfiatin

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network