Kebiasaan Jalan Kaki
Masyarakatnya memiliki ajaran untuk menjunjung tinggi kejujuran serta tidak bersikap sombong. Sama seperti masyarakat Suku Baduy, bepergian jalan kaki merupakan kebiasaan yang sering dilakukan masyarakat Suku Samin.
Bahkan untuk perjalanan antar kota sekalipun mereka tetap berjalan kaki. Hidup menyatu dengan alam, merupakan kebiasaan Suku Samin sejak dahulu kala.
Maka tidak heran jika masyarakat Suku Samin juga tidak mau memetik buah dari atas pohon sebelum buah itu jatuh sendiri ke tanah. Hidup di tengah hutan Jati, menjadikan masyarakat Suku Samin sebagian besar berprofesi sebagai petani, mulai dari menanam padi, jagung, kacang tanah, dan lain-lain.
Kisah mengungkap, pengalaman orang penduduk suku Saimin saat bepergian menuju Rembang. Di tengah jalan, ada bus yang berhenti di dekatnya lalu sang kondektur mengajaknya naik. Orang Samin itu pun naik.
Namun, dia heran mengapa dimintai ongkos oleh kondektur. Karena tidak punya uang, dia diminta turun oleh kondektur di pinggir jalan. Seorang penumpang pun menawari untuk membayarkan ongkos bus, namun orang Samin tersebut menolak dengan mengatakan, lebih baik jalan kaki karena tidak ada yang mengajak bertengkar.
Sohaling Ilat
Ajaran lain yang berkembang di antara masyarakat Suku Samin adalah Sohaling Ilat yang bearti gerak lidah. Makna ajaran ini adalah agar tidak berbicara sembarangan, menjaga lidah atau lisan agar tidak mengucapkan kata-kata bohong yang berpotensi menyakiti hati dan perasaan orang lain.
Hal ini berlaku antara satu warga dengan lainnya. Jika tidak ingin disakiti, jangan menyakiti orang lain. Ajaran serupa juga berlaku di setiap aspek kehidupan penduduk setempat.
Rasa Kemanusiaan yang Tinggi
Suku Samin memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Warga suku ini hidup berpencar di banyak desa yang tersebar di sekitar Kabupaten Blora dan beberapa daerah lainnya seperti Kabupaten Grobogan, Bojonegoro, Rembang, Pati dan Kudus.
Dalam satu desa, biasanya terdiri dari lima hingga enam kepala keluarga. Masyarakat suku ini memegang prinsip 'Ono niro mergo ningsung, ono ningsung mergo niro' yang artinya 'Saya ada karena kamu, kamu ada karena saya'.
Prinsip ini membuat orang Samin tidak mau menyakiti orang lain. Meski demikian, mereka tidak akan tinggal diam jika hak-haknya dirampas.
Itulah sekilas tentang Suku Saimin di Pedalaman Blora yang tetap bertahan di tengah kemajuan zaman, apalagi di Pulau Jawa, Suku Samin tetap mempertahankan adat dan tradisi. Di sisi lain, suku ini tetap berbaur dengan masyarakat umum.
Jumlah mereka saat ini tidak banyak lagi dan mendiami kawasan pegunungan Kendeng di perbatasan dua provinsi, yakni Blora, Jawa Tengah, dan Bojonegoro, Jawa Timur.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait