JAKARTA, iNewsPurwokerto.id - Kisah bungkus rokok jadi awal pengungkapan gerakan PKI di Blitar Selatan. Ketika itu, Partai Komunis Indonesia (PKI) berupaya bangkit kembali usai pemberontakan G30S PKI.
Diketahui, Gerakan pemberontakan G30S PKI pada tahun 1965 merupakan sejarah kelam bangsa Indonesia yang tidak dapat dilupakan. Perburuan terhadap antek-antek PKI terus dilakukan di seluruh penjuru Nusantara.
Hingga pada akhir 1967, para tokoh-tokoh PKI yang lolos dari peristiwa 30 September 1965 atau G30S PKI mencoba bangkit. Mereka berupaya menghimpun kekuatan melalui proyek Blitar Selatan, Jawa Timur (Jatim).
"Blitar Selatan dijadikan basis perlawanan bersenjata oleh PKI. Kegiatan ini dimulai sejak akhir 1967," tulis Siauw Giok Tjhan dalam buku G30S Dan Kejahatan Negara.
Untuk menghimpun kekuatan itu, pimpinan PKI lapis kedua seperti Oloan Hutapea, Surachman, Rewang dan sejumlah tokoh lainnya, diam-diam hijrah ke Blitar Selatan.
Mereka mencoba mempraktikkan tesis Kritik Oto Kritik (KOK) Sudisman yang terinspirasi dari tulisan Mao Tse Tung.
Dalam keadaan remuk redam, para kader PKI mencoba mengubah taktik perlawanannya menjadi perjuangan bersenjata (Perjuta). Tesis KOK merupakan revisi dari tesis Dua Aspek DN Aidit yang dinilai keliru sekaligus berakibat hancurnya organisasi.
Dalam konsepnya, Perjuta yang disiapkan PKI di Blitar Selatan melibatkan kekuatan rakyat secara penuh. Petani dan buruh di desa-desa akan dipersenjatai. Tokoh SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), Mohamad Munir yang menjadi salah satu pimpinan operasi Blitar Selatan mengatakan kegiatan Blitar Selatan tidak bisa dikutuk.
Saat ditangkap dan kemudian diadili di persidangan, Munir berdalih, PKI berhak melakukan perlawanan karena terus dikejar dan diserang secara kejam oleh rezim militer Soeharto.
Saat di Blitar Selatan, kedatangan para tokoh PKI ini mendapat sambutan hangat dari penduduk. Hal itu dikarenakan PKI mendulang suara besar pada Pemilu 1955 di Blitar, terutama di wilayah selatan.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait