SEMARANG, iNewsPurwokerto.id - Kisah perburuan gembong Partai Komunis Indonesia (PKI), DN Aidit dari pelariannya di Kota Semarang, Jawa Tengah pernah dikisahkan oleh pensiunan Kapten Polisi Militer. Sanjoto (92), masih mengingat betul upaya memburu DN Aidit pasca meletusnya Gerakan 30 September 1965 atau yang dikenal dengan sebutan G30S PKI.
Ketika itu, Sanjoto ditugasi Pangdam Diponegoro. Meski usianya tak lagi muda, namun ia bisa menceritakan secara detail pengalamannya menyisir jejak DN Aidit yang ketika itu tengah dalam pelarian.
Saat itu, Kapten (Purn) CPM Sanjoto masih berpangkat Peltu. Seminggu setelah peristiwa G30S PKI, Peltu Sanjoto mendapat pemberitahuan dari pusat bahwa yang mengendalikan G30S itu adalah PKI.
“Atas perintah panglima (Kodam IV/Diponegoro saat itu) sama komandan saya (Kolonel Sumaedi) diperintahkan regu saya dan pimpinan saya mampir ke Kodim Semarang. Namun saat itu Komandan Kodim yang baru tak ada, yang ada kepala stafnya namanya Mayor Riyadi,” kenang veteran perang kemerdekaan ini.
“Loh ada apa pak, saya itu diperintahkan sama komandan saya mencari rumah di Peterongan yang digunakan transit DN Aidit cs dari Jakarta. Wah kebetulan itu depan rumah saya banyak kendaraan. Saya lari ke sini sama pak Wiradi (almarhum) di situ bendera-bendera PKI itu banyak. Dari sejumlah tetangga bilang kalau 2 jam lalu sudah berangkat (melarikan diri). Waduh ketinggalan,” ungkap Sanjoto yang saat itu menjabat sebagai anggota Intel Pomdam.
Ketika DN Aidit singgah di rumah Jalan Belimbing, dia telah mempersenjatai diri menjaga segala kemungkinan jika ada perlawanan dari komplotan PKI.
“Waktu Aidit transit, saya dengan senjata lengkap, bawa 2 senjata salah satunya pistol. Saat perburuan waktu itu, saya bersama dengan 2 anggota kodim dan 3 anggota CPM,” ujarnya.
Dia mengatakan, ketika itu dirinya secara kebetulan telah membaca keadaan di dalam ruangan. Ternyata rombongan DNA (DN Aidit) pergi ke timur (Solo).
“Lantas saya telepon sama komandan, saya laporan bahwa dua jam yang lalu sudah tak ada, lari ke timur. Di Solo komandan saya telepon Dandenpom Solo dijawab sudah diberondong (tertangkap di Solo),” ungkap kakek yang lahir 17 November 1930 ini.
Tak hanya soal memburu DN Aidit, Sanjoto pun mengisahkan perjalanannya hidupnya hingga jadi perwira Polisi Militer. Setelah Kemerdekaan dirinya masuk dalam barisan Badan Keamanan Rakyat (BKR) cikal bakal TNI.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait